"Yang Mulia Leluhur!" Melihat kedatangan Leluhur Ran Deng, para Raja Buddha merasa tenang kembali.
Ran Deng menggelengkan tangan, memberi isyarat agar mereka tidak perlu bicara. Memandang Han Sen dengan tenang ia berkata: "Tuan Han mengunjungi Kerajaan Buddha kami, menghancurkan cahaya pelindung ras kami, ada keperluan apa gerangan?"
"Memusnahkan ras." Han Sen berkata dengan nada dingin.
Ekspresi wajah Ran Deng berubah sedikit, seolah menahan amarah di hatinya sambil mengerutkan kening berkata: "Jika Tuan Han datang karena urusan masa lalu, ras Buddha kami juga bukan wilayah yang tidak mengerti prinsip."
Sambil berkata, Ran Deng mengeluarkan suatu benda dari pelukannya - sebuah pisau gigi yang diukir dari taring makhluk tak dikenal: "Aku tahu kau masih menyimpan dendam tentang masa lalu. Namun bilah pisau mentah itu telah hancur saat proses pemurnian. Pisau ini bernama Gigi Pedang, terbuat dari taring Harimau Kosong varietas langka mitos Barat. Ini juga merupakan senjata mitos yang cukup bagus, dan sangat cocok dengan teknik Gigi Pedang yang kau latih. Anggaplah ini sebagai isi hati ras Buddha, semoga bisa mengubah permusuhan menjadi persahabatan dengan Tuan Han."
"Ran Deng, pisau hukum karma yang kau gunakan itu, seharusnya dibuat dari bilah pisau milikku bukan?" Han Sen menatap Ran Deng dengan ekspresi seolah tersenyum tapi juga menangis.
Ran Deng tetap tenang, berkata dengan sikap dingin: "Tuan Han terlalu banyak berpikir. Sebilah pisau mentah biasa mana mungkin bisa diolah menjadi artefak suci sejati. Ini adalah relik suci yang telah kami korbankan banyak upaya dari generasi ke generasi, artefak suku akuisisi dari ras Buddha kami."
"Ran Deng, anggap saja aku memberi kesempatan terakhir untuk ras Buddha. Serahkan padaku Pisau Hukum Karma, hadiah artefak suci dari Prasasti Gen Suci yang kau dapatkan, serta material Tingkat Dewa. Ketiga syarat ini kupenuhi, maka dendam antara kita selesai." ujar Han Sen.
"Kau berkhayal di siang bolong!"
"Kau pikir diri ini siapa? Kepala Suku Tai Shang atau Golden Roar?"
"Yang Mulia Leluhur, untuk apa bicara panjang lebar dengan bajingan tak tahu diri ini? Berani menghancurkan Cahaya Buddha pelindung kami, dosanya harus dihukum mati."
Seluruh penguasa Buddha di kerajaan itu membentak marah. Bagi mereka, permintaan Han Sen ini terasa terlalu somong.
Ekspresi Ran Deng juga menjadi dingin, menatap Han Sen berkata: "Demi menghormati Sang Ratu Pisau Tajam gurumu dan Istana Surgawi, mundurlah sekarang. Aku anggap kau tak pernah datang. Jika kau masih cari gara-gara, jangan salahkan ras Buddha kami tak menghormati lagi."
"Ran Deng, sudah kuberi kesempatan padamu dan ras Buddha. Sayang nafsu pribadimu terlalu besar, tak tahu menghargai." Han Sen yang sudah memperhitungkan ini sebelumnya berkata dengan ekspresi datar.
Ran Deng hendak membantah, tiba-tiba melihat kilatan aneh memancar dari tubuh Han Sen. Seperti letusan gunung berapi, cahaya itu menerobos kehamparan kosong. Dalam sekejap, seluruh langit berbintang tercelup warna ajaib, membuat gemerlap bintang-bintang di cakrawala tertutupi.
"Aku... Han Sen... Atas nama ras kristal... Menyalakan lampu ras kami..." Suara Han Sen menggema di kehampaan alam semesta. Seluruh kosmos seakan merespons, bergema tak henti mempropagasikan pesannya.
Di tengah gema itu, Kuil Gen perlahan menampakkan diri dari kehampaan.
"Sial, Kuil Gen muncul lagi, jaman sekarang ini sebenarnya kenapa? Dulu lebih dari seratus tahun belum tentu bisa lihat, baru sebentar ini saja, sudah muncul beberapa kali, jaman sekarang benar-benar kacau balau."
"Han Sen mau menyalakan lentera untuk ras kristal? Tapi segala ras lampu di dalam aula gen sudah menyala, dia mau tantang ras mana?"
"Menarik, era dulu ras kristal menyalakan lentera kalah telak, hampir punah, kini ras kristal punya Han Sen lagi, kembali menyalakan lentera untuk ras kristal, entah apakah dia akan tantang ras yang menduduki peringkat atas segala ras seperti klan elit?"
"Pastur Han mau menyalakan lentera? Itu benar-benar menarik, dengan kekuatan taman di udara, mengalahkan klan atas dengan peringkat rendah juga bukan hal sulit."
Di dalam Istana Surgawi, Ishara dan Tuan Istana Surgawi sedang bermain catur, tiba-tiba mendengar suara ilahi bergema di kehampaan, terlihat kaget luar biasa.
"Bocah itu masih berani membuat ulah? Tidak tahu klan mana yang akan dia tantang?" Tuan Istana Surgawi berkata sambil tersenyum manis.
Ishara malah menunjukkan ekspresi cemas: "Masalahnya bukan klan mana yang ditantang, tapi ras Tai Shang terus memburunya. Dengan menampakkan diri seperti ini, bukankah dia memberi kesempatan pada ras Tai Shang untuk menemukannya? Selain itu aku juga khawatir, mengingat wataknya dia mungkin akan menantang ras Buddha. Situasi Ran Deng saat ini seperti yang Guru ketahui..."
"Dia tidak bodoh. Kalau sudah berani muncul, pasti sudah ada rencananya. Kamu tidak perlu terlalu khawatir," Tuan Istana Surgawi tersenyum.
Di gedung lain Istana Surgawi, Yun Suyi menyipitkan matanya yang indah berkilauan: "Han Sen akan menyalakan lentera untuk ras kristal. Klan mana yang akan ditantangnya ya?"
Di dalam wilayah Klan Huangji, Putri Bai Wei mengawasi Han Sen yang berdiri megah di kehampaan dengan wajah bermacam perasaan.
“Ras Kristal, akhirnya kembali mengganas juga?” Di kedalaman Abyss, seorang penguasa segalanya memandang tajam Han Sen yang berada di kehampaan.
“Menyalakan lentera untuk Ras Kristal, Han Sen ini agak menarik.” Pemimpin Sekte Darah Hidup menunjukkan senyuman tipis.
Di seluruh penjuru Alam Semesta Raya, berbagai makhluk hidup mengamati pertarungan ini. Di wilayah Tai Shang, Ling Long terlihat cemas: "Kenapa dia muncul sekarang, bahkan terang-terangan menyalakan lampu ras? Bukankah ini seperti mengundang ras kami untuk menangkapnya?"
"Kakak Seperguruan, jangan terburu-buru. Pasti Han Sen punya rencana tersendiri." Li Ke'er segera menenangkan.
Meski telah mempelajari Tai Shang Indra, Ling Long masih sulit menahan kecemasan: "Tak peduli apakah dia punya kemampuan menyalakan lentera, dengan keterlibatan ras kami, peluang suksesnya sangat tipis. Seharusnya dia tidak muncul sekarang..."
Para ras di alam semesta menatap langit berbintang, menyaksikan Han Sen berdiri di depan gerbang Kuil Gen. Mereka juga penasaran, ras mana yang sebenarnya akan ditantang oleh Han Sen.
Ran Deng dan para petarung kuat ras Buddha wajah berubah pucat pasi. Mereka sebenarnya bisa menebak ras yang ingin ditantang Han Sen, tapi tetap sulit mempercayainya.
Seberapa tenar pun Han Sen, itu semua karena teknik pemberkatan ajaibnya. Tapi soal kekuatan sebenarnya, bagaimana mungkin dia bisa menyaingi Ran Deng yang baru saja meraih peringkat 84 di Prasasti Suci? Sangat sulit dipercaya kalau Han Sen benar-benar akan menantang ras Buddha.
Kuil Gen telah sepenuhnya muncul. Han Sen mengulurkan jari telunjuknya, setetes darah di ujung jarinya berubah menjadi bola darah dan melayang menuju gerbang Kuil Gen.
Saat bola darah mendekati gerbang Kuil Gen, tiba-tiba gerbang kuil itu menganga lebar. Seluruh pintu terbuka, memperlihatkan lampu segala ras di dalam Kuil Gen yang bersinar terang benderang, menyinari seluruh alam semesta bagai siang hari.
Segenap ras di alam semesta mengawasi ketat Han Sen. Gerbang Kuil Gen yang terbuka lebar dengan gemerlap lampu-lampu ras di dalamnya membuktikan bahwa Kuil Gen telah mengakui kelayakan tantangan Han Sen. Kini tinggal menunggu ras mana yang akan dipilihnya.
Sorot mata Han Sen menyapu lampu-lampu segala ras. Setiap lampu memancarkan aura keganasan yang menembus langit, bagaikan binatang buas yang menatap tajam ke arahnya, seolah siap memilih mangsa kapan saja.
Wajah Han Sen tetap tenang. Hanya bibirnya yang bergetar halus melontarkan satu kata: "Buddha!"
Begitu kata itu terucap, ribuan nyala lampu ras meredupkan amarahnya. Hanya satu lampu ras yang semakin berkobar dahsyat, membawa aura keganasan tak terbatas terbang keluar dari kuil itu.
