"Gila, kapan Han Sen jadi sekuat ini?"
"Pastur Han ini benar-benar meledak! Tangan kosongnya saja bisa mengungguli Ran Deng. Anggota ini selama beberapa waktu ke depan—sebenarnya sudah melakukan apa? Kok bisa naik level secepat ini?"
“Sayangnya Han Sen tidak mengikuti perang para dewa, kalau tidak pasti perangnya akan lebih seru.”
“Pantas saja dia berani menantang ras Buddha, memang ada sedikit kemampuan!”
“Aku sudah tahu, Han Sen itu siapa? Ayah Tuhan! Mana mungkin asal melakukan hal tanpa persiapan.”
……
Makhluk ras Buddha seluruhnya berekspresi masam, hati mereka dipenuhi kecemasan. Sebelumnya tak ada yang menyangka Han Sen bisa meredam Ran Deng yang masuk 100 besar Prasasti Suci. Ras Buddha awalnya sangat yakin pada Ran Deng, tapi satu tebasan Han Sen langsung menghancurkan kesombongan dan kepercayaan diri mereka ke jurang tak berdasar.
Ekspresi Han Sen tetap tenang. Menggunakan tangan sebagai pedang, ia memperagakan Jurus Gigi Pedang satu per satu. Energi pedang berdesir di udara bagai taring binatang buas legendaris, seolah sanggup menghancurkan segala sesuatu hingga remuk.
Awalnya mengira ini akan menjadi pertarungan di mana Ran Deng ber-Dominasi, sebenarnya Ran Deng tertinggal di posisi inferior. Ran Deng tak mampu menahan energi pedang Han Sen, terpaksa terus-terusan menghindar. Saat benar-benar tak bisa menghindar, terpaksa memaksakan diri menggunakan pisau hukum sebab-akibat untuk menahan energi pedang Han Sen.
Energi pedang menghantam pisau hukum sebab-akibat. Ran Deng beserta pedangnya terbang mundur di langit berbintang bagai meteor, wajahnya memucat. Jelas organ dalamnya mengalami getaran hebat.
"Meski sama-sama di level Transformasi Kupu-Kupu, kekuatan tenaga Han Sen jauh melampaui Ran Deng. Bagaimana cara anggota ini mempelajari sampai sehebat ini?” decak kagum Paman Empat Meng Lie dari Klan Huangji.
Pangeran Kedua Huang Bai Buyi juga tersenyum: “Tapi Han Sen jangan senang dulu. Meski dia kuat, belum tentu bisa mengalahkan Merak Dewa Ming. Pada akhirnya, Ran Deng menang melawan Merak Dewa Ming berkat bilah pedang itu. Han Sen ingin menang tak akan semudah itu. Dia juga harus mencari cara untuk melawan bilah pedang itu.”
“Han Sen bilang bilah pedang itu ditempa dari bilah pisau mentah yang dirampas Ran Deng darinya. Entah benar atau palsu?” tanya Meng Lie penasaran.
“Siapa yang tahu? Tapi Ras Buddha memang gemar mengklaim kekuatan ras lain sebagai miliknya. Banyak teknik gen Buddha sebenarnya menjiplak teknik gen ras lain, atas nama ‘Aliran Segala Arus’. Sebenarnya... hehe... hal ini memang sulit dipastikan...” Bai Buyi terkekeh, tak melanjutkan ucapannya.
“Sekarang tergantung apakah Han Sen bisa menghancurkan tenaga sebab-akibat bilah pedang itu. Jika tidak, sekuat apapun dia menekan Ran Deng, begitu kekuatan pedang itu terstimulasi, Ran Deng akan langsung membalikkan kekalahan.” Meng Lie mengawasi ketat Han Sen dengan sorot mata menyala-nyala.
Han Sen menghantam langit dengan pisau, energi pedang Gigi Pedang nyaris tak tertandingi. Tekanannya membuat Ran Deng sulit bernapas, semakin sulit menahan serangan Han Sen.
Ck!
Energi pedang melesat, meninggalkan bekas pisau di dada Ran Deng. Darah langsung mengalir deras.
Kres!
Tebasan berikutnya, energi pedang Han Sen menghantam tulang rusuk kiri Ran Deng, seolah memutus tulangnya.
Han Sen bagaikan setan yang mengerikan, setiap tebasan pedangnya menghujam tubuh Ran Deng. Luka di tubuh Ran Deng semakin banyak, dengan nyala ungu pedang yang terus membakar dan merobek lukanya, membuat kondisinya semakin parah.
Sebelumnya, tak ada yang menyangka Han Sen bisa mendominasi pertempuran semudah ini. Ran Deng justru tertekan begitu mengenaskan, hampir tak mampu melancarkan serangan balik.
Seluruh ras Buddha mengatupkan gigi mereka, namun hati mereka dipenuhi kecemasan yang semakin menjadi.
"Yang Mulia Leluhur masih memiliki Pisau Sebab-Akibat! Han Sen pasti bukan tandingannya. Begitu pisau itu diaktifkan, kekalahan total Han Sen tak terelakkan!" teriak salah satu raja Buddha.
"Benar! Bahkan Merak Dewa Ming pun tak sanggup menahan Pisau Sebab-Akibat. Apa artinya Han Sen dibandingkan itu?" raja Buddha lainnya menyambung.
“Tuan Istana Surgawi mendengar ucapan para makhluk Buddha itu, menggelengkan kepala sambil berkata: \"Ras Buddha ternyata menaruh harapan terakhir pada sebuah harta mutan. Sekalipun bisa melewati rintangan Han Sen, mungkin sulit menjamin posisi Klan Atas setelah Ran Deng menua.\"
Ishara hanya memusatkan pandangannya pada Han Sen tanpa bicara. Kekuatan Gigi Pedang-nya sudah tidak kalah darinya, namun Gigi Pedang Han Sen masih murni Gigi Pedang, tidak seperti Ishara yang telah melakukan asimilasi dan inovasi kembali, tetap hanya memiliki sifat merobek yang monoton.
Tapi sekalipun Ishara, sekarang tidak berani mengklaim bisa mengalahkan Gigi Pedang Han Sen dengan Gigi Pedang-nya sendiri.
\"Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa disadari, dia sudah tumbuh hingga level seperti ini. Dulu kupikir dia tidak mungkin mencapai mitos dalam hidup ini.\" Ishara menghela nafas pelan sambil berkata.
Tuan Istana Surgawi mendengar itu tertawa terbahak-bahak: "Bahkan lebih dari kamu, dulu Kong Fei memberi Bulu Mitos, banyak petarung kuat dari berbagai ras datang melihatnya, tapi tak satu pun yang mau merekrutnya ke ras mereka, semua menganggap mitosnya tak mungkin tercapai. Hanya visimu yang cukup tajam, dengan segenap tenaga membawanya masuk ke ras kita untuk dilatih khusus. Kini pencapaian Han Sen seperti ini, mungkin usus mereka yang di luar sudah menghijau karena penyesalan."
Ishara tersenyum pahit perlahan. Alasan dia menerima Han Sen saat itu bukan karena tertarik pada bakatnya, melainkan sebuah taruhan dengan tukang ramal. Pujian seperti ini dari Tuan Istana Surgawi membuatnya merasa tidak pantas menerimanya.
Tapi pencapaian Han Sen yang sekarang ini membuat hati Ishara terharu. Segala pengorbanan yang dilakukannya selama ini, kini tampaknya tidak sia-sia, bahkan bisa dikatakan jauh melebihi harapannya.
"Sejauh apa dia bisa melangkah?" Ishara juga ingin tahu di mana batas kemampuan Han Sen, atau dalam hatinya mulai muncul sedikit harapan tersembunyi.
"Darah Buddha jatuh, energi pedang bagaikan api. Di bawah Gigi Pedang Han Sen, Ran Deng terhujani luka-luka di sekujur tubuh. Hanya sorot matanya yang masih berkilau, tanpa setitik kepanikan, apalagi kehilangan akal."
"Karena Ran Deng tahu masih banyak senjata rahasia yang bisa digunakan. Dia benar-benar punya kesempatan untuk membalikkan kekalahan."
"Kres!"
"Han Sen kembali menebaskan pisaunya ke paha Ran Deng, hampir memutuskan pelindung kuat itu. Ran Deng memaksakan diri menahan nyeri, kilatan di pupilnya kian menyala-nyala."
"Ayo! Lebih keras lagi! Lukai aku lebih parah! Setiap torehan pisau yang kuterima sekarang, akan menjadi racun mematikan bagimu." Darah mengalir deras dari tubuh Ran Deng, namun keyakinan pasti menangnya tetap tak tergoyahkan.
"Seperti ini terus, Han Sen mungkin sudah sulit menang." Di dalam klan Tai Shang, Li Ke'er berkomentar.
Ling Long menunjukkan wajah dipenuhi kecemasan: "Pisau Sebab-Akibat bisa menyerap tenaga 'sebab' untuk digunakan sendiri. Kecuali Han Sen bisa membunuh Ran Deng dengan satu tebasan, serangan pertamanya yang mengenai Ran Deng sekarang akan menjadi senjata paling kuat untuk serangan balik Ran Deng. Saat semua tenaga terkumpul menjadi satu letusan, bagaimana Han Sen bisa menahan?"
Di saat kritis ini, Ran Deng merasakan raganya sudah mencapai batas. Tak sanggup lagi menahan luka tambahan, tiba-tiba dia mengaum keras bagaikan singa yang terbangun. Cahaya Buddha meledak dari tubuhnya, Pisau Sebab-Akibat menyala terang menusuk langit, tenaga mengerikan mengalir di permukaan bilahnya.
Detik berikutnya, luka-luka di tubuh Ran Deng seolah berubah menjadi air yang mengalir, ternyata terserap ke dalam Pisau Sebab-Akibat dan menyatu dengan bilahnya. Ajaibnya, tubuh Ran Deng pulih sempurna tanpa bekas luka sedikitpun.
