"Siapa dalang di balik orang-orang ini? Siapa yang begitu menentang kenaikan ras kristal ke Klan Atas, dan memiliki sumber daya besar seperti ini? Kegagalan ras kristal naik ke Klan Atas dulu jelas bukan kebetulan." Sorot mata Han Sen berkilau seperti bintang.
Di seluruh alam semesta yang luas ini, umumnya hanya Klan Atas yang memiliki petarung termitosis. Kalaupun ada ras rendahan yang memiliki petarung semacam itu, jumlahnya sangat terbatas dan itu kasus yang langka.
"Tapi Klan atas hanya berjumlah sepuluh ribu saja, di antaranya yang benar-benar memiliki petarung Tingkat Dewa yang bertugas, mungkin tidak melebihi dua puluh."
"Kini ternyata begitu banyak Dewa dari Klan atas yang muncul, energi orang di belakang layar itu sungguh mengerikan."
"Satu-satunya yang membuat Han Sen lega adalah, sejauh ini dia belum melihat anggota Tiga Klan Agung muncul. Jika kekuatan orang itu bahkan bisa memerintah Tiga Klan Agung, itu akan menjadi lebih menakutkan lagi."
"Han Sen, mundur sekarang!" Pembinasa dengan tiga kepala serentak membentak Han Sen, cahaya ilahi Kekacauan Pembinasaan di tubuhnya semakin kuat, hampir mengguncang langit berbintang.
Umat Buddha bersemangat luar biasa, Raja Jinghai berseru: "Mohon bantuan Yang Mulia untuk memenggal penjahat ini."
"Dia begitu tidak sopan terhadap para Yang Mulia, pantas dihukum mati."
"Dia harus dibunuh!"
Mereka yang mengaku Tuhan itu menyuruh Han Sen mundur, tapi justru mengurungnya di tengah seperti para dewa iblis, sama sekali tidak menunjukkan kelonggaran. Teriakan mereka hanya trik untuk memaksa Han Sen menghentikan perang ras melawan ras Buddha.
"Hari ini aku, Han Sen, akan menyalakan lentera kristal! Siapa yang menghalangi akan kubantai!" Sorot mata Han Sen berkilat. Mengabaikan aura mengerikan dari para petarung Tingkat Dewa, gelombang cahaya pisau di sekujur tubuhnya berputar bak galaksi bintang, menyasar lentera ras Buddha.
Seluruh ras di alam semesta tercengang. Siapa sangka di bawah tekanan begitu banyak petarung Tingkat Dewa, Han Sen masih nekat ingin memadamkan lampu ras Buddha.
Di dalam sebuah planet milik Klan Multiharta, Ao Ye berdiri dengan matanya memerah. Tinjunya terkepal erat hingga kuku menusuk daging, darah mengalir deras dari buku-buku jarinya. Tapi dia tetap diam bagai patung.
“Apakah ras kristal kami benar-benar bisa berdiri tegak di antara Klan Atas?” Han Ye telah lama berada di Alam Semesta Raya. Dengan pemahaman mendalam tentang kosmos ini, ia sangat menyadari betapa sulitnya pertarungan yang dihadapi Han Sen. Namun di lubuk hatinya, masih tersisa secuil harapan akan kemungkinan itu.
Kekalahan telak ras kristal di masa lampau memaksa sisa-sisa kerabat yang selamat mundur ke tempat perlindungan. Hampir tak ada yang percaya mereka bisa kembali ke Alam Semesta Raya, apalagi berkhayal tentang kenaikan status menjadi Klan Atas.
Tapi kini jarak antara ras kristal dengan Klan Atas hanya selangkah lagi. Namun langkah itu bagai antariksa yang tak terjangkau, terhalang gunung raksasa bernama para Tuhan yang berkuasa.
"Mengapa? Mengapa proses kenaikan status ras kristal ke Klan Atas harus serumit ini? Bahkan para Tuhan ikut mempersulit kami?" Di berbagai penjuru alam semesta, keturunan kristal yang tersisa memandang dengan mata memerah, menggeram penuh amarah dan kegeraman yang tak tertahankan.
Belasan petarung kuat Tuhan memancarkan cahaya ilahi, dengan Pembinasa di posisi paling depan langsung melepaskan cahaya Kekacauan penghancuran total yang menyala-nyala bagai aurora kelahiran langit-bumi, menghujam ke arah Han Sen.
Han Sen sama sekali tidak menunjukkan sikap kompromi. Perisai Medusa di tangannya memancarkan sinar gaib, mata Medusa yang setengah terbuka mengeluarkan kilatan misterius yang membekukan gelombang penghancur di udara. Bersamaan itu, Han Sen juga melancarkan pancaran cahaya ilahi.
Pancaran ini bukanlah teknik Gigi Pedang yang biasa digunakan Han Sen, melainkan sinar brilian yang langsung menyorot tubuh Pembinasa. Tubuh Pembinasa langsung memancarkan cahaya Kekacauan untuk melawan sinar tersebut.
Namun sinar itu sama sekali tidak terpengaruh oleh cahaya Kekacauan. Saat menyentuh tubuh Pembinasa, dalam sekejap terjadi transformasi sulit dipahami yang tak terduga.
Perubahan itu membuat ekspresi Pembinasa berubah drastis, sementara para petarung Tingkat Dewa yang bersama-sama menyerang Han Sen juga berdebar kencang, semua menghentikan langkah pembunuhan mereka, wajah mereka mencerminkan keterkejutan, bahkan ada yang mundur tanpa bisa menahan diri.
Pembinasa yang berlevel Tingkat Dewa, saat tersorot cahaya ilahi itu, raganya mengalami kemunduran cepat. Dalam sekejap mata, levelnya jatuh dari Tingkat Dewa ke Transformasi Kupu-Kupu.
Gelombang cahaya pisau menembusnya dalam sekejap, menghantam tubuh Pembinasa hingga hancur. Pembinasa yang sudah terjungkal ke level Transformasi Kupu-Kupu sama sekali tak mampu menahan serangan setingkat dari Han Sen. Raga terkoyak oleh aliran pisau, remuk redam menjadi debu.
Aurora leluhur dan yang lain kehilangan akal, semua mundur ketakutan. Pembinasa yang begitu perkasa itu, ternyata bisa dijatuhkan Han Sen langsung dari Tingkat Dewa ke Transformasi Kupu-Kupu, lalu dibunuh tanpa perlawanan sama sekali.
"Kalau Han Sen cuma membunuh Pembinasa, mereka tidak akan sampai sepanik ini. Tapi mereka menyaksikan langsung Pembinasa diturunkan levelnya dari Tingkat Dewa ke Transformasi Kupu-Kupu oleh Han Sen dengan mudah. Ketakutan itu jauh lebih menggemparkan daripada eksekusi Pembinasa."
"Apa itu barusan?!"
"Pembinasa sepertinya diturunkan level dari Tingkat Dewa ke Transformasi Kupu-Kupu oleh Han Sen!"
"Tenaga macam apa ini?! Ternyata bisa menurunkan dewa ke level kupu-kupu?!"
"Ayah Tuhan tetaplah Ayah Tuhan! Suruh naik ya naik, suruh turun harus turun. Bersiap dirilah cabangnya!"
"Ini benar-benar kebal! Siapa yang bisa melawan kekuatan begini? Petarung Tingkat Dewa pun langsung dijatuhkan levelnya. Kalau Han Sen ikut kompetisi Prasasti Suci, posisi pertama Golden Roar mungkin tidak bisa diserahkan ke Koin Emas lagi."
"Ayahmu tetaplah Ayahmu..."
"Ayah Tuhan memang tetap Ayah Tuhan... Tuhan pun apa... hehe... tetap anak saja..."
Han Sen yang baru saja memenggal Sang Pembinasa menyapu pandangan dinginnya ke wajah leluhur Aurora dan para Tuhan lainnya, membuat mereka gemetar ketakutan dan spontan mundur.
Mereka semua adalah petarung kuat yang pernah melihat berbagai peristiwa besar dan melewati cobaan tak terhitung. Sekalipun menghadapi musuh yang berkali-kali lipat lebih kuat, takkan sampai separah ini. Namun tayangan Sang Pembinasa yang terdegradasi menjadi Transformasi Kupu-Kupu benar-benar di luar pengetahuan mereka, menyentuh kedalaman hati yang paling rapuh.
Mereka yang berjuang mati-matian untuk naik ke tingkat Tuhan paham betul perjuangan itu. Tapi mengetahui Han Sen bisa sekali tepuk tangan menghancurkan semuanya, bagaimana mungkin mereka tetap tenang?
"Siapa lagi yang berani menghalangi aku menyalakan lentera untuk ras kristal?" Han Sen berdiri megah di kehampaan, sorot matanya menyapu semesta, bertanya dengan suara dingin.
Sang Leluhur Aurora dan yang lainnya sama sekali tidak bicara, namun tak ada yang berani menghalangi di hadapan Han Sen. Malahan, seiring langkah Han Sen menuju ras Buddha, para Tuhan di kiri-kanan posisinya diam-diam mundur.
Seluruh Alam Semesta Raya tercekam keheningan, tak seorang pun berani menjawab.
Ran Deng dan makhluk-makhluk Buddha ekspresi mereka berubah pucat. Mereka benar-benar tak percaya, meski dibantu begitu banyak petarung Tingkat Dewa, ternyata tetap gagal menghalangi langkah Han Sen membasmi Buddha dan menyalakan lentera.
Menyaksikan Han Sen melangkah di atas aliran pisau bak galaksi, bagaikan turunnya Tuhan ke dunia, hati makhluk-makhluk Buddha dipenuhi keputusasaan. Wajah mereka pucat bagai abu, tak tersisa sedikitpun kecongkakan dan aura pembunuhan saat para dewa turun membantu tadi.
"Tuan Han, segala kesalahan di masa lalu adalah kesalahan Ran Deng yang buta mata dan tak pernah puas. Pisau sebab-akibat ini memang hasil tempaan bilah pisau mentah milikmu, kini kupulangkan. Boneka kayu Shen Tong ini juga hadiah pertempuran Prasasti Suci yang kudapat, benda langka Tingkat Dewa. Semua ini persembahan permintaan maaf ras kami. Kumohon berikan jalan keluar bagi Ras Buddha... Peringkat kami sungguh tak sepadan dengan status dan kekuatan Yang Mulia..." Ran Deng berkata gemetar dengan wajah pucat pasi, kedua tangan mengangkat pisau sebab-akibat dan boneka kayu ajaib.
"Sudah kuberi kesempatan padamu dan Ras Buddha. Sekarang terlambat." Han Sen melambaikan tangan, ribuan aliran pisau menghujam ke arah Roh Ras Buddha.
