"Tidak mau mencoba lagi dengan harta mutan?" kata Han Sen.
"Tidak perlu." Bai Wushang melirik cap tangan di puncak prasasti, berkata dengan datar.
Han Sen langsung paham: "Bai Wushang ini benar-benar penuh kesombongan. Orang lain hanya meninggalkan jejak telapak tangan, dia pun tak sudi menggunakan harta mutan. Lagi pula bekas tinjunya lebih kecil dari cap tangan orang lain, bahkan varietas batu langka pun enggan diambilnya."
Han Sen tidak seangkuh Bai Wushang. Entah bisa meninggalkan jejak terbesar atau tidak, yang penting ada varietas langka untuk diambil, dia tak akan berlebihan sopan.
Mendekati prasasti, Han Sen mulai mengerahkan tenaga di telapak tangannya. Menggunakan telapak tangan sebagai pedang, dia menghujamkannya ke prasasti dengan jurus Gigi Taring Bersilang dari teknik Gigi Pedang.
Makhluk-makhluk mitos dasar itu hanya mengawasi dari jauh, tak berani mendekati area ini karena khawatir terkena dampak kekuatan Han Sen.
Kres!
Semburan energi pedang ungu menghantam prasasti itu, meninggalkan bekas pisau sepanjang 30 cm di permukaannya. Luas totalnya bahkan masih lebih kecil dibanding jejak kuku banteng terkecil.
Kekuatan Gigi Mutlak pun gagal menyebar di permukaan prasasti. Dari dalam bekas pisau itu, kilatan cahaya pelangi berkilauan menyala-nyala, seekor burung kecil mengepakkan sayap dan terbang keluar.
Han Sen yang melihat burung itu langsung bingung antara ingin tertawa dan menangis. Ternyata itu hanyalah burung gereja ungu. Jauh kalah dibanding garuda raksasa bersayap emas milik Bai Wushang, bahkan tak sebanding dengan elang alap-alap biasa sekalipun.
"Tampaknya gaya absolutku masih jauh ketinggalan, belum bisa menyaingi Tuhan sejati tertinggi seperti Bai Wushang," gumam Han Sen dalam hati sambil mengernyit.
Burung gereja ungu itu berputar-putar mengelilingi Han Sen beberapa kali, lalu hinggap di bahunya. Dengan kepala mungilnya, ia menggesek-gesek leher Han Sen penuh keakraban, terlihat pendiam dan menggemaskan.
Meski burung gereja kecil ini terlihat hidup dan nyata, saat disentuh masih bisa dirasakan bahwa raganya seluruhnya terbuat dari batu, bahkan bulunya juga berbahan batu.
"Teknik gen Pastur Han memang hebat, tapi mengingat levelnya masih Transformasi Kupu-Kupu, gaya absolutnya masih jauh di bawah Bai Wushang yang sudah mencapai Tingkat Dewa." Bisik dewa berbasis ilahi dari kejauhan.
Bai Wushang hanya melirik burung gereja di bahu Han Sen, raut wajahnya tetap netral tanpa komentar lebih lanjut.
Berbeda dengan kesombongan Bai Wushang, Han Sen justru tak berniat menghentikan serangan. Hati berdesir, sebuah boneka kayu hitam muncul melalui sihir pemanggilan.
Inilah artefak suci sejati "Boneka Kayu Ajaib" warisan Ran Deng, yang menyimpan tenaga Tingkat Dewa. Han Sen cukup menyuntikkan gaya miliknya sendiri untuk mengaktifkan kekuatan mengerikannya, menghasilkan kemampuan tempur setara dewa.
Boneka kayu ajaib menerima perintah, fluktuasi energi di tubuhnya bergemuruh dengan suara mengerikan, mengarahkan satu pukulan gaya untuk menembaki prasasti.
Pada saat boneka kayu ajaib menyerang prasasti, burung gereja di bahu Han Sen tiba-tiba melambung ke udara menuju bekas pisau di prasasti, dalam sekejap mata menyatu ke dalam prasasti dan menebus bekas pisau tersebut.
Han Sen baru menyadari bahwa prasasti tidak hanya sekadar memotong ekor untuk bertahan hidup. Satu makhluk hidup hanya bisa mendapatkan satu varietas langka burung batu. Jika prasasti diserang lagi, varietas langka burung batu yang didapat sebelumnya akan otomatis Kembali ke prasasti.
Dor!
Boneka kayu ajaib meninggalkan bekas pukulan di prasasti, tapi tidak terlalu dalam. Bahkan belum sebesar jejak kaki banteng, dan tidak jauh berbeda dibandingkan bekas pisau yang dibuat Han Sen sebelumnya.
Han Sen tertegun sejenak, tenaga boneka kayu ajaib memang setara Tingkat Dewa. Meski termasuk kategori yang lemah dalam Tingkat Dewa, tapi tetap saja level Dewa. Ternyata bekas pukulannya hampir sama dalamnya dengan bekas pisau yang dia tinggalkan.
"Tampaknya meski belum mencapai level Dewa, kekuatan ragaku sudah setara dengan Dewa. Hanya saja belum bisa menyaingi Dewa top seperti Bai Wushang." Han Sen baru sadar bahwa sebelumnya dia meremehkan kemampuan fisiknya sendiri.
Dalam kondisi normal saja sudah setara dengan Dewa biasa. Jika masuk ke status transformasi varietas langka, tentu akan lebih kuat. Meski masih kalah dari Bai Wushang, tapi sedikit lebih unggul dibanding Dewa biasa.
Dari bekas pukulan itu memancar cahaya ilahi berwarna pelangi. Seekor burung gereja hitam melambung keluar, ukurannya hampir sama dengan milik Han Sen, hanya warnanya yang berbeda.
"Bai Wushang tipe Tuhan sejati tertinggi memang terlalu kuat. Dari perbandingan sederhana ini saja terlihat, meski sama-sama Tuhan, dia jauh lebih superior." Han Sen melirik Bai Wushang yang masih berdiri diam menyaksikan dengan raut wajah tak berubah.
"Tidak mau mencoba sihir ilahimu?" Bai Wushang tiba-tiba menggema, membuat Han Sen tertegun sejenak.
Han Sen perlu dua detik baru menyadari yang dimaksud "sihir ilahi" itu pasti Kitab Xuan Huang dari Saraf Darah dan Nyawa yang terbalik alirannya.
Sejujurnya, Han Sen ragu apakah Kitab Xuan Huang efektif untuk varietas batu langka yang aneh ini. Sebab fungsi kitab itu adalah membalikkan gir kehidupan utama makhluk, membuat darah keturunan mereka mengalami kemunduran.
Tapi saat ini Han Sen baru mencapai level Transformasi Kupu-Kupu. Tenaga Kitab Xuan Huang masih bisa secara terpaksa membalikkan gir kehidupan Tuhan biasa, itupun hanya bersifat sementara.
"Untuk seorang Tuhan seperti Bai Wushang yang memiliki gir kehidupan utama yang luar biasa kuat, Kitab Xuan Huang mungkin sulit mendorong gir kehidupan utamanya."
"Sementara kekuatan Bai Wushang pun sulit menghancurkan prasasti yang mengerikan ini, membuktikan prasasti ini juga adalah Tuhan yang sangat kuat. Kitab Xuan Huang belum tentu efektif terhadapnya."
"Han Sen yang baru saja membangun wibawa luar biasa melalui Kitab Xuan Huang, berhasil mengintimidasi para jagoan dari berbagai penjuru. Tiga Klan Agung pun tak berani sembarangan mengganggu murid-murid Taman Udara yang berkelana maupun keturunan ras kristal."
"Jika sekarang Kitab Xuan Huang gagal menurunkan tingkat prasasti ini, kekuatan menggentarkannya akan menyusut drastis - hasil yang tak diharapkan Han Sen."
"Tanpa kepastian, Han Sen tak akan menggunakan Kitab Xuan Huang di hadapan publik."
"Hanya sebuah prasasti, perlu menggunakan sihir pemukul dewa?" Han Sen tersenyum.
"Bai Wushang jelas ingin menyaksikan seberapa kuat sebenarnya Kitab Xuan Huang ini. Tentu saja Han Sen tak akan memenuhi keinginannya."
Merenung sekejap, Han Sen mengacungkan jari, sebuah barang muncul di telapak tangannya.
Itu adalah Pisau Karma yang berhasil direbut kembali oleh Han Sen. Meski Pisau Karma dibuat dari bilah pisau mentah milik Han Sen, jika dibuat oleh orang biasa, mustahil bilah pisau mentah bisa ditempa hingga mencapai level setinggi ini.
Alasan Ran Deng mampu menempa Pisau Karma menjadi artefak suci sejati adalah karena mengerahkan seluruh kekuatan klan Buddha. Hampir semua akumulasi selama ribuan tahun dihujamkan ke bilah pisau mentah ini, baru secara untung-untungan berhasil menempa Pisau Karma menjadi artefak suci sejati.
Salah satu material penting yang digunakan dalam proses ini adalah sarira Buddha.
Sarira sebenarnya adalah bakat ras klan Buddha. Saat anggota klan Buddha meninggal, energi dalam tubuhnya akan cepat mengkristal membentuk kombinasi energi, inilah yang disebut sarira.
Ran Deng menggunakan Sarira yang tak terhitung jumlahnya ditinggalkan ras Buddha, baru bisa berpikir untung-untungan berhasil menempa Pisau Karma. Bisa dikatakan hampir mustahil ada Pisau Karma kedua yang muncul, karena sekarang sekalipun membasmi seluruh ras Buddha, tidak mungkin mendapatkan Sarira level tinggi sebanyak itu lagi.
Selain Sarira Buddha, masih banyak material berharga lain yang juga sulit didapatkan kembali oleh ras Buddha.
Sayangnya, meski Pisau Karma sangat kuat, sifat agresifnya sendiri justru lemah. Hanya material dasarnya yang relatif keras, bahkan tidak memiliki mata pisau tajam.
