Gunung berguncang, batu-batu raksasa menggelinding. Seluruh tanah gemetar seketika. Pahatan di dinding batu hidup kembali, berubah menjadi ular raksasa tak terlihat ujungnya. Bagian tubuh ular bersisik hitam yang bisa dilihat Han Sen saja sudah setinggi dua belas meter seperti tembok benteng, dengan panjang yang mustahil ditebak.
Merasakan aura mengerikan yang memancar dari sisik hitam itu, Han Sen tahu ular raksasa ini mungkin lebih kuat dari ikan mas emas. Tapi keadaan sudah seperti ini, tak ada waktu untuk banyak pertimbangan. Dengan gesit dia terbang ke langit, memandangi tiga gunung batu hitam dari ketinggian.
Terlihat seekor varietas langka melingkari tiga gunung yang mirip bunga teratai, seluruh tubuhnya bersisik hitam bagaikan tinta, kepalanya terkulai di area yang dikelilingi tiga gunung teratai. Saat makhluk itu mengangkat kepala, Han Sen baru menyadari itu sama sekali bukan ular raksasa bersisik hitam, melainkan seekor naga hitam sejati.
Kepala naga, tanduk naga, kumis naga, mendongak ke langit sambil melengking. Suaranya menembus kehampaan alam semesta, membuat gunung-gunung es di sekitarnya hancur berkeping-keping, genangan besar dataran salju pun terbelah.
Han Sen tergantung di kehampaan, mengerahkan segala upaya bidang Dongxuan untuk menahan lengkingan naga itu. Namun seluruh daging dan darahnya tetap gemetar, seolah tubuhnya mau bubar tak berbentuk.
"Varietas langka yang luar biasa!" Han Sen mengeluarkan Perisai Medusa, menahan serangan suara lengkingan naga. Dia langsung mengaktifkan patung Medusa di perisai itu. Tiba-tiba mata wanita cantik itu memancarkan cahaya dingin yang aneh, dalam sekejap menghujam tubuh naga hitam bersisik itu.
Han Sen hendak menerapkan prinsip "yang pertama menyerang akan menang", berusaha membekukan naga bersisik hitam sejati itu di atas bukit batu.
Sepasang mata naga hitam itu bagaikan lubang hitam tanpa dasar. Saat saling bertatapan dengan sorotan mata aneh Medusa, kedua pihak seperti pusaran lubang hitam yang justru menyedot masuk tatapan Medusa. Raga naga itu tak terbukukan.
Han Sen bersiap mengaktifkan kembali Tatapan Medusa. Meski mata naga hitam besar itu bisa menyerap cahaya tatapan, bagian tubuh lainnya belum tentu mampu menahan efeknya.
Namun sebelum Han Sen sempat mengaktifkan kembali Tatapan Medusa, kepala naga hitam itu sudah menjulang tinggi. Awan hitam pekat membubung dari tubuhnya sementara mulut naga terbuka lebar, menyemburkan suatu benda misterius.
Han Sen dipengaruhi oleh tradisi budaya, merasa naga sejati bersisik hitam ini pasti akan memuntahkan bola naga untuk bermain mati-matian dengannya. Tapi siapa sangka yang keluar dari mulut naga bukanlah bola naga, melainkan sebuah lentera.
Lentera batu hitam itu memiliki desain yang mirip dengan lampu ras di Kuil Gen, namun tanpa stigma ras. Sumbu lampunya menyala dengan kobaran api putih suci.
Nyala api putih memancarkan cahaya samar, memberi kesan mistis dan khidmat pada lentera kuno tersebut.
Tiba-tiba Han Sen tersadar. Saat menggambarkan harta karun, Ikan Mas Besar pernah menyebut batu dan api. Waktu itu Han Sen bingung, tapi sekarang melihat lentera batu ini baru paham.
"Ternyata harta yang dimaksud ikan mas besar adalah lentera batu ini. Tapi lentera itu berada di dalam mulut naga. Sekalipun berjalan merem-melek mendekat, bagaimana cara mengeluarkan lentera dari mulut naga?" Han Sen sesaat bingung. Tapi situasi sudah seperti ini, tak perlu berpikir panjang. Sekarang cukup bunuh varietas langka ini, secara alami bisa merebut lentera batu. Bonusnya dapat gen varietas langka Naga Sisik Hitam Sejati, benar-benar dua target tercapai sekaligus.
Sebenarnya sejak awal Han Sen sudah menyimpan niat seperti ini sebelum datang ke sini.
Lentera batu melayang keluar dari mulut naga. Naga Sisik Hitam Sejati mengulurkan satu cakar menyangga lentera, lalu membuka mulutnya dan meniup api di lentera itu.
Ajaibnya, nafas naga hitam yang melewati nyala api itu berubah menjadi warna putih menyala-nyala, bergulung-gulung seperti ombak pasang menerjang Han Sen dengan ganas.
Nafas naga itu hampir menyelimuti seluruh permukaan tanah. Kecuali Han Sen mengambil risiko teleportasi ke langit berbintang tak dikenal, sekuat apapun mustahil menghindar dari nafas mengerikan ini.
Seluruh tenaga terkumpul, memeluk Bao'er sambil merapatkan diri di belakang Perisai Medusa, memaksakan diri menahan kobaran naga yang disertai api lentera itu dengan perisai.
Dor!
Han Sen hanya merasakan benturan kekuatan mengerikan di perisai, lengannya hampir patah. Perisai itu menghantam tubuhnya hingga ia tak bisa mengontrol terlempar keluar, melayang tak tahu seberapa jauh di langit. Barulah setelah kobaran naga itu bubar, posturnya berhasil distabilkan.
Seluruh raga Han Sen terasa seperti remuk redam, tapi saat melihat Perisai Medusa di tangannya, ia terkejut. Di permukaan perisai itu kini berkobar api putih suci yang sama persis dengan api lentera di atas batu lentera.
Api putih itu tidak memancarkan panas maupun menghanguskan perisai. Namun nyala-nyala pucat itu dengan cepat menyebar ke seluruh permukaan, hampir menelan habis seluruh perisai.
Han Sen menggunakan tenaga Dongxuan, mengincar untuk melenyapkan api di atas perisai, namun menemukan sepenuhnya tak bisa menghentikan. Menyaksikan seluruh permukaan perisai telah terbungkus bola api putih, dia tak berani membiarkan api menyebar ke tangannya sendiri, terpaksa melepaskan Perisai Medusa.
Saat Han Sen melepaskan Perisai Medusa, perisai itu seketika sepenuhnya terbungkus api putih. Perisai Medusa yang awalnya terbuat dari logam ungu ini terlihat seperti dibalut cahaya api suci putih, menambah kesan sucin yang kental.
Detik berikutnya, cakar naga bersisik hitam bergerak. Perisai Medusa yang seharusnya di bawah kendali Han Sen itu tiba-tiba terbang menuju naga tersebut, tergenggam di ujung cakarnya yang runcing.
Han Sen melihat di kedua bola mata ular raksasa bersisik hitam itu ternyata memancarkan ekspresi meremehkan, cakar runcingnya menjepit Perisai Medusa. Sosok wanita aneh di perisai itu perlahan-lahan membuka mata, sorot matanya memancarkan tatapan monster yang tidak wajar.
"Bagaimana mungkin!" Wajah Han Sen langsung berubah pucat.
Perisai Medusa direbut bukan hal aneh, tapi fakta bahwa ular raksasa bersisik hitam itu bisa menggunakan Perisai Medusa benar-benar sulit dipahami.
Perisai Medusa hanya bisa digunakan dengan tenaga elemental khusus ras Gana. Han Sen sendiri harus menyimulasikan tenaga elemental ras Gana menggunakan Jing Dongxuan barulah bisa menggerakkan perisai itu.
Ular hitam bersisik ini jelas memiliki sifat elemental yang berbeda dengan ras Gana, bagaimana mungkin dia bisa menggerakkan Perisai Medusa?
Waktu sudah tidak mengizinkan Han Sen untuk berpikir lebih lanjut. Melihat sorotan mata Medusa yang akan menghujam dirinya, tubuh Han Sen berkelebat dan langsung berpindah ke sisi lain, berhasil menghindar dari sorotan Medusa's Gaze.
Han Sen sangat memahami Medusa's Gaze. Naga Hitam terus-menerus mengaktifkan kemampuan ini, semburan sorotan mata bertubi-tubi dilancarkan, namun tetap tak mampu melukai Han Sen sedikit pun.
Kini teknik teleportasi Han Sen telah mencapai level "satu pikiran menguasai alam semesta". Kecepatan teleportasinya bahkan melampaui kecepatan sorotan Medusa's Gaze.
Setelah beberapa kali gagal, Naga Hitam tampak kehilangan kesabaran. Ia menyemburkan nafas api lagi, kali ini tanpa melalui nyala lentera batu. Awan hitam pekat memenuhi langit-bumi, sama sekali tidak memberikan ruang gerak bagi Han Sen.
Sorot mata Han Sen berkedip, di luar raganya muncul gelombang seperti aliran air. Meski nafas naga yang menyelimuti langit dan bumi itu terlihat tetap ganas, namun tetap tak bisa mendekati tubuh Han Sen.
Bidang Waktu dari roh binatang Hantu Waktu memaksa delay waktu di dalam bidang tersebut, membuat nafas naga tak bisa mencapai hadapan Han Sen.
