Pedang giok di tangan Kaisar Sembilan Ribu terangkat, sembilan mata di bilahnya langsung membelalak lebar. Pupil-pupil itu memancarkan cahaya redup beraura mistis, membentuk riak yang kasat mata menyebar ke sekeliling.
Tatapan Medusa yang bersentuhan dengan cahaya redup dari mata-mata itu tiba-tiba seperti terhipnosis. Mata yang sebelumnya sudah terbuka perlahan-lahan menutup lagi. Tak peduli seberapa keras Han Sen mendesak, mata Medusa tetap tidak bisa dibuka kembali.
Yang lebih mengerikan, Han Sen menyadari mata mereka sendiri juga mulai menutup seolah tertahan kantuk berat. Segala upaya untuk membuka mata dengan meronta-ronta sia-sia belaka. Kelopak mata mereka akhirnya terkulai lemah.
“Jangan meronta-ronta lagi, tidak ada gunanya. Kilatan Pedang Sembilan Mata mampu membuat semua makhluk di dunia ini kehilangan kemampuan melihat. Di hadapan Pedang Sembilan Mata, semua makhluk hidup adalah makhluk tanpa mata.” Sembilan Ribu Kaisar berkata dengan jahat sambil mengangkat pedangnya, “Tidak hanya itu, saat kau melihat mata pedang ini, sebenarnya kau sudah mati.”
Han Sen mendengar suara Sembilan Ribu Kaisar, matanya akhirnya tidak bisa terbuka sama sekali. Kedua bola matanya seolah ada sesuatu yang bergolak di dalamnya, seperti akan pecah dan menyembul keluar.
“Aduh!” Yang Yunsheng menjerit keras sambil menutupi mata yang telah berubah menjadi dua lubang berdarah. Tanpa disadari, kedua matanya telah meledak.
“Sudah diberi jalur selamat malah tidak mau pergi, nekad mencari kematian.” Sembilan Ribu Kaisar melirik dingin ke arah Yang Yunsheng, lalu mengalihkan sorot matanya ke mata Han Sen, menanti-nanti detik ketika mata itu akan meledak.
Han Sen hanya merasakan seluruh darah dalam tubuhnya seakan berdesakan ke kedua matanya, seperti hendak membuat bola matanya pecah. Ia sadar Pedang Sembilan Mata itu mengandung aura jahat, tanpa disadarinya dirinya sudah terluka oleh kekuatan senjata itu.
Ikan Mas Besar dan Ikan Mas Kecil juga menutup mata mereka. Namun kantung mata mereka mengembung tinggi seperti balon yang sudah mencapai batas maksimal, seolah setiap saat bisa meledak.
Meski tak bisa melihat, di bawah pengaruh kitab Dongxuan, Han Sen justru merasakan segalanya dengan jelas. Satu-satunya yang tak terpengaruh di antara mereka mungkin hanya Bao'er yang masih setia mengenakan kacamata hitam besar.
Kaisar Sembilan Ribu memandang dingin ke arah Han Sen, menanti detik-detik ketika kedua mata pemuda itu akan meledak.
Kekuatan Pedang Sembilan Mata tak sekadar meledakkan mata. Begitu bola mata pecah, darah dan vitalitas seluruh tubuh akan mengucur deras dari luka itu hingga benar-benar kering. Saat itu terjadi, nyawa pun sudah melayang.
Saat mata Han Sen hampir meledak, tiba-tiba terlihat dia menarik Busur Gagak dan melepaskan Panah Emas ke arah Pedang Sembilan Mata.
Kaisar Sembilan Ribu tak menghiraukan, Pedang Sembilan Mata di tangannya menghantam panah yang melesat itu.
Meski Busur-Panah Gagak Anjing termasyhur, reputasi itu hanya berlaku saat di tangan Tengu Gagak. Di tangan orang biasa, Kaisar Sembilan Ribu tak memedulikannya.
Lagipula Kaisar Sembilan Ribu sangat mengenal Tengu Gagak, kemampuan Busur-Panah Gagak Anjing itu ia pahami betul.
Dang!
Panah yang melintasi kehampaan bagai teleportasi itu terpental dari dimensi antariksa oleh Pedang Sembilan Mata, sama sekali tak melukai sang Kaisar.
Namun di detik berikutnya, sosok Han Sen tiba-tiba muncul secara mengerikan di belakang Kaisar Sembilan Ribu, pedang di tangannya menyambar punggung musuh.
Ekspresi wajah Sembilan Kaisar berubah sedikit. Kecepatan teleportasi Han Sen yang melebihi imajinasinya membuatnya tak sempat menghindar. Dengan terpaksa, dia mengayunkan Pedang Sembilan Mata ke belakang untuk menahan tebasan Han Sen.
"Bagaimana mungkin!" Dentang logam bergema saat pedang mereka bertabrakan. Pedang Sembilan Mata-nya justru terpotong oleh satu tebasan Han Sen. Sembilan mata di pedang itu langsung layu, sorot magisnya pun menghilang.
Setelah Pedang Sembilan Mata patah, cahaya pisau Han Sen tetap melesat tanpa jeda, menghujam punggung Sembilan Kaisar.
Dang!
Dentuman logam menggema. Tebasan itu hanya berhasil merobek jubah emas, namun di baliknya terlihat baju zirah hijau tua.
Tebasan yang mampu memotong Pedang Sembilan Mata itu ternyata tak meninggalkan bekas sama sekali pada permukaan baju zirah hijau tua tersebut.
Kaisar Sembilan Ribu mengayunkan lengan kanannya, menghantam Pisau Karma di tangan Han Sen. Dengan gemilang, dia melontarkan Han Sen beserta pedangnya terlempar keluar.
Raga Han Sen menghantam pilar paviliun batu. Pilar yang terlihat biasa itu justru tak remuk saat ditubruk. Tubuhnya memantul dan terjerembap ke tanah, darah segar mengalir dari sudut bibirnya sementara dada hangatnya bergolak bagai ombak lautan.
"Senjata Citra Ilahi?" Han Sen berdiri sambil mengawasi ketat baju zirah hijau tua yang tersembul dari sobekan jubah emas.
"Pantas disebut tajam matamu." Kaisar Sembilan Ribu merobek jubah emasnya, memperlihatkan rompi anti peluru hijau tua yang menyatu. Hanya kepala dan lehernya yang tak terbungkus zirah misterius itu.
Baju zirah hijau tua menempel rapat di badan, terlihat sangat perkasa. Tapi pada lempengan bajanya, terdapat celah-celah pendek yang berjajar.
Saat diperhatikan lebih dalam, ternyata itu adalah mata-mata tertutup yang membuat siapa pun merinding.
"Ini adalah Jubah Perang Seribu Mata dari senjata citra ilahi. Pedang Sembilan Mata itu hanyalah mainan tiruan yang kubuat meniru Jubah Perang Seribu Mata, kekuatannya tidak sampai seperseribu dari aslinya." Kaisar Sembilan Ribu berkata dengan pandangan datar: "Karena kau sudah melihat Jubah Perang Seribu Mata-ku, tentu aku tidak bisa membiarkanmu hidup lagi. Sekarang bahkan jika kau ingin bertahan, sudah tidak ada kesempatan."
Han Sen tetap tenang, sambil memegang Pisau Karma dengan mantap ia berkata: "Silakan kau coba. Lihat apakah Jubah Perang Seribu Mata citra ilahimu itu bisa membunuhku."
Kaisar Sembilan Ribu mengerutkan kening halus. Ia juga menyaksikan pertempuran di Prasasti Suci, tentu tahu kemampuan Pisau Karma. Baru saja ia sendiri sudah merasakan kekuatan mengerikan pisau itu.
Bahkan kerusakan yang diakibatkan Pedang Sembilan Mata pada Han Sen, semuanya bisa diserap dan diubah menjadi tenaga pisau. Pisau Karma bahkan lebih hebat dari yang dibayangkan Kaisar Sembilan Ribu.
"Jika tidak bisa memenggalnya sekali serangan, akan merepotkan jika dia sempat menggunakan kekuatan Pisau Karma." Kaisar Sembilan Ribu merenung diam-diam dalam hati.
"Kaisar Sembilan Ribu, yang kau cuma harta di paviliun ini. Mengapa harus bertarung habis-habisan sampai mati hidup dengan aku? Jika kau bisa menjawab beberapa pertanyaanku, harta di paviliun batu ini akan kuserahkan dengan sukarela." Han Sen tiba-tiba berkata.
"Benarkah?" Kaisar Sembilan Ribu memandang Han Sen dengan bingung, tidak menyangka Han Sen akan mengucapkan hal seperti ini.
"Benar. Tapi jika kau tidak bisa menjawab, tentu janji itu tidak berlaku." Kata Han Sen.
"Jika kau sengaja menanyakan hal yang tidak kuketahui, bagaimana mungkin Sang Kaisar bisa menjawab?" Kaisar Sembilan Ribu menyeringai dingin.
"Kau yang datang demi harta di paviliun ini, pasti tahu benda apa yang ada di dalamnya, bukan?" Tanya Han Sen.
“Apakah jika saya menjawab pertanyaan ini, barang-barang itu akan Anda serahkan kepada Sang Ratu?” Kaisar Sembilan Ribu tidak menjawab pertanyaan, hanya memandang Han Sen dengan senyum dingin.
“Ini salah satunya, saya hanya akan menanyakan tiga pertanyaan kepada Anda.” Han Sen juga tidak ragu, langsung berkata.
“Tiga pertanyaan apa? Coba sebutkan dulu.” Sorot mata Kaisar Sembilan Ribu berkilauan, tidak terburu-buru menyerang.
“Yang barusan adalah pertanyaan pertama. Pertanyaan kedua: Siapakah gadis remaja yang terukir dalam patung giok hidup itu? Apa hubungannya dengan Santo? Pertanyaan ketiga: Berapa banyak petarung kuat yang masih tersisa di Tanah Suci sekarang, dan di mana lokasi mereka?” Han Sen melemparkan semua pertanyaannya.
