Han Sen tertegun seperti patung menyaksikan patung giok hidup itu. Menurut penuturan Kaisar Sembilan Ribu, itu sebenarnya bukan patung giok biasa, melainkan terbuat dari tandak Santo Qilin yang bisa disebut sebagai artefak suci sejati.
Meski sakral, ia tetaplah benda mati. Namun kini patung giok itu diselimuti cahaya suci, wajah, rambut, dan telapak tangannya yang mirip batu giok perlahan berubah menjadi berwarna darah, seolah berubah menjadi manusia hidup yang nyata.
Bukan hanya terlihat mirip, melainkan benar-benar berubah menjadi makhluk hidup. Sepasang mata patung giok itu penuh kelincahan, tubuhnya pun menjadi lentur. Dengan tak terduga, ia berdiri tegak, sorot matanya tertuju pada semua orang di luar paviliun batu.
Melihat patung giok itu hidup kembali, Kaisar Sembilan Ribu gemetar sekujur tubuhnya. Hilang sudah kewibawaan ilahinya yang tak tertandingi tadi. Cahaya pada baju zirahnya cepat-cepat menghilang, kedua matanya terpejam rapat. Dengan bunyi "plung", ia berlutut di hadapan patung giok yang telah hidup kembali, menyandarkan kepalanya ke tanah sambil berteriak tanpa berani mengangkat wajah: "Hamba tua A-Jiu menghadap Nona Wan'er. Apakah Nona masih ingat pada A-Jiu?"
"Rupanya si Kaisar Sembilan Ribu tua ini tahu adik perempuan Santo bernama Wan'er, tapi enggan mengungkapkan." Han Sen bergumam dalam hati.
Patung giok menatap Kaisar Sembilan Ribu yang merangkak di tanah, tidak berani mengangkat kepala, dan tubuhnya gemetar. Ia mengangkat gelas di tangannya lalu menghabiskan anggur dalam cawan.
"A-Jiu, kamu yang hendak menghancurkan patung giok ini?" Setelah menghabiskan anggur dalam pelukannya, patung giok hidup itu akhirnya berbicara. Namun suara yang keluar bukan suara lembut Wan'er, melainkan suara pria berat.
Begitu mendengar suara itu, Kaisar Sembilan Ribu menyentakkan kepalanya. Matanya membelalak penuh kengerian, memandangi patung giok itu seperti melihat hantu.
Tapi hanya sebarkan ia melirik, lalu seketika menampar wajahnya sendiri dengan keras: "Hamba pantas mati... Hamba pantas mati..."
Han Sen yang menyaksikan di samping juga tertegun seperti patung. Bukan main-main, Kaisar Sembilan Ribu benar-benar menghajar diri sendiri mati-matian. Tulang wajahnya retak akibat pukulannya sendiri. Hanya beberapa kali pukulan, wajahnya sudah berlumuran darah. Namun Kaisar Sembilan Ribu tetap tak berhenti, terus menghajar dengan keras seolah ingin menghajar dirinya sampai mati baru mau berhenti.
Patung giok itu tak memandang Kaisar Sembilan Ribu yang sedang berlutut menghajar wajahnya sendiri. Sorot matanya kembali beralih ke Han Sen, membuatnya langsung merinding dan diam-diam mengerahkan tenaga.
Dari nada bicara Kaisar Sembilan Ribu, patung giok hidup ini sangat mungkin adalah Tuan Tanah Suci.
"Siapa namamu?" Patung giok itu menatap Han Sen sambil bertanya dengan senyum.
Meski raganya mirip Wan'er, namun aura yang terpancar begitu kuat. Siapa pun yang melihat pasti akan mengira ini pria lemah lembut, bukan seorang wanita.
"Han Sen dari ras kristal, bagaimana saya harus memanggil Yang Mulia?" Han Sen bertanya dengan tetap waspada meskipun pria itu tampak tidak bermusuhan.
"Nama... itu benar-benar kenangan yang begitu jauh, bahkan aku sendiri hampir melupakannya." Pria itu tersenyum sambil berpikir sejenak sebelum menjawab, "Namaku Qin Xiu. Qin dari negara Qin, Xiu dari 'membina diri, mengelola keluarga, mengatur negara, menyeimbangkan Tianxia'."
Sebelum Han Sem sempat merespon, Qin Xiu melanjutkan, "Apakah Yang Mulia berkenan menemani saya minum beberapa gelas?"
Sambil berkata demikian, Qin Xiu duduk di paviliun batu dan menuangkan dua gelas minuman dari botol, lalu mengangkat salah satunya.
"Jika Yang Mulia tidak berkeberatan, hamba dengan senang hati mendampingi." Han Sen memasuki paviliun dan duduk berseberangan dengan Qin Xiu, mengangkat gelas yang telah dituangkan untuknya.
Sementara percakapan berlangsung, Kaisar Sembilan Ribu tetap mencambuki wajahnya sendiri tanpa henti. Sorot matanya memancarkan keraguan dan kecemasan yang dalam.
Dia bisa memastikan, pria yang beregenerasi dengan menempelkan diri pada patung giok hidup itu pasti adalah tuannya. Hanya saja tidak tahu apakah ini benar-benar kebangkitan utuh atau hanya rekaman holografik dari seberkas sisa fragmen jiwa.
Apapun jenisnya, Kaisar Sembilan Ribu tidak berani sembrono separuh pun. Sosok seperti Santo, meski hanya tersisa sehelai rambut, tetaplah makhluk yang tak boleh dianggap remeh.
Yang membuat Kaisar Sembilan Ribu terkesiap adalah, tuannya ternyata mengajak Han Sen minum bersama. Meski Han Sen sendiri punya keunikan tertentu, dibandingkan sang tuan, di matanya Han Sen bahkan tak sebanding sehelai rambut tuannya.
Di era dulu, tak terhitung petarung kuat Tuhan yang mengerikan di Alam Semesta Raya hanya layak menjadi menteri di hadapan Santo. Para dewa sekalipun, tak banyak yang cukup layak duduk semeja dengan-Nya.
Sekarang Santo malah mengajak Han Sen minum bersama, bahkan memberitahu namanya. Bagi Kaisar Sembilan Ribu, ini adalah hal yang sulit dipahami akal sehat.
“Di Alam Semesta Raya saat ini, siapa yang layak diberitahu nama oleh Tuan? Apakah Han Sen benar memiliki kemampuan seperti itu?” Kaisar Sembilan Ribu gelisah dalam hatinya.
Qin Xiu mengangkat gelas di tangannya: "Gelas ini kupersembahkan untukmu."
"Mengapa memberi hormat padaku?" Han Sen memandang Qin Xiu penuh kebingungan. Entah ini Santo yang terlahir kembali atau bukan, sikapnya terasa aneh.
"Jangan-jangan dia tahu hubunganku dengan Wan'er?" gumam Han Sen dalam hati.
Qin Xiu tersenyum tanpa menjawab, menghabiskan anggur dalam gelasnya sekali teguk, lalu berkata: "Dulu kubangun Taman Suci ini, kurenggut dari ruang-waktu, kubekukan selamanya dalam satu shichen ini. Segala sesuatu di taman ini akan tetap abadi selama satu jam - tidak menua, tidak mati, tidak lahir, tidak binasa."
"Qin Xiu memang benar Santo," pikir Han Sen.
Qin Xiu melirik ke arah Taman Suci sambil berkata dengan sedih: "Awalnya aku ingin meninggalkan Wan'er di sini, memberinya kehidupan abadi, menikmati pemandangan favoritnya, menyantap daging kecap manis kesukaannya, meneguk anggur yang selalu ia gemari. Tapi dia malah berkata lebih memilih mati daripada hidup berulang seperti ini."
Qin Xiu menuangkan lagi segelas anggur, menghabiskannya sekali teguk. Ia menutup mata, seolah mengecap aftertaste minuman itu, atau mungkin sedang mengingat sosok yang dulu selalu menemaninya minum.
"Lalu kupotong tanduk Santo Qilin untuk membuat patung suci ini. Selama jiwanya menempel di patung ini, dia akan benar-benar abadi tanpa terjerumus dalam siklus reinkarnasi, bisa menjaga semua kenangannya..." Qin Xiu meletakkan gelas, tersenyum pahit: "Tapi Wan'er bilang itu sama saja dengan mendekam di penjara. Jadi... dia menolak lagi."
“Lalu?” Han Sen mendengarkan dengan asyik, mengejar bertanya.
Qin Xiu seolah tersenyum tapi juga menangis melihat Han Sen, namun tidak menjawab pertanyaannya. Ia menuangkan anggur lagi untuk dirinya sendiri, lalu memandang gelas di tangan Han Sen.
Han Sen yang baru saja terhanyut dalam cerita tadi lupa minum, buru-buru menghabiskan anggur dalam gelasnya sekali teguk.
Qin Xiu memegang botol minuman, mengisi lagi gelas Han Sen, lalu mengangkat cawannya sendiri: "Gelas ini kubersulang untukmu."
Kali ini Han Sen tidak bertanya alasannya lagi. Tapi dalam hati ia tahu, Qin Xiu kemungkinan besar sudah menyadari Wan'er ada di tubuhnya. Kalau tidak, bagaimana mungkin seorang Santo agung seperti Qin Xiu mau memberi hormat pada orang tak dikenal seperti dirinya?
Di luar paviliun batu, Kaisar Sembilan Ribu yang sedang berlutut terpana. Sepanjang hidupnya di alam semesta ini, hanya Han Sen satu-satunya orang yang pernah diberi hormat oleh Santo.
