Han Sen mengikuti Kaisar Sembilan Ribu ke bagian belakang prasasti. Benar saja, di permukaan belakang prasasti terpantul beberapa bayangan hitam, persis seperti bayangan terpantul dari api lilin yang menempel di permukaan batu.
Setelah diperhatikan lebih dalam, Han Sen mengerutkan dahi. Bayangan hitam di prasasti itu jelas memperlihatkan dua ikan mas besar-kecil dan dua sosok manusia besar-kecil yang bentuknya tak lain adalah dirinya bersama Bao'er. Bayangan Gu Yuan dan Pemimpin Istana Surgawi juga terpantul sempurna di prasasti itu, tak kurang satu pun.
"Bangsawan Agung, dengan kekuatan Anda, apakah Anda juga tak bisa memecahkan segel prasasti ini?" Han Sen kembali ke sisi frontal prasasti, menatap Bangsawan Agung Gu Yuan sambil bertanya.
"Prasasti Penentu Takdir bukanlah harta mutan yang bisa dihancurkan dengan tenaga penuh." Bangsawan Agung Gu Yuan tersenyum pahit: "Sekarang jiwa kita semua tercermin di atas prasasti ini. Jika menyerangnya dengan kekuatan fisik, jiwa kitalah yang pertama terluka. Sekalipun bisa menghancurkannya, jiwa kita akan hancur berkeping-keping bersama prasasti, akhirnya tetap tak bisa lolos dari kematian."
"Harta mutan ini ternyata begitu ajaib?" Han Sen memeriksa prasasti itu dengan tatapan penuh keheranan.
"Tuan Muda, ucapan beliau benar. Prasasti Penentu Takdir memang tak bisa dihancurkan dengan tenaga fisik. Jika Santo Qilin masih hidup, prasasti ini benar-benar tak bisa dipecahkan. Tapi sekarang Santo Qilin sudah mati, prasasti ini hanya bertindak berdasarkan naluri. Bukan tidak ada cara untuk memecahkannya." Kaisar Sembilan Ribu yang berdiri di samping menambahkan.
Gu Yuan dan Pemimpin Istana Surgawi mendengar Kaisar Sembilan Ribu justru menyebut diri sebagai "budak tua" di hadapan Han Sen, raut wajah mereka dipenuhi keanehan.
"Metode apa?" tanya Han Sen.
Kaisar Sembilan Ribu tak langsung menjawab, melainkan melirik Gu Yuan dan Pemimpin Istana Surgawi dengan ragu. Maknanya jelas: dia khawatir pembicaraan ini didengar mereka.
Pemimpin Istana Surgawi mendengus keras penuh cibir: "Hamba rendahan dari Tanah Suci, metode apa lagi yang kau punya? Pasti cuma ingin memanfaatkan kemampuan 'menimbang nyawa' Prasasti Penentu Nasib ini, kan?"
Kaisar Sembilan Ribu membalas cibiran: "Bila kau tahu Prasasti ini bisa menimbang nyawa, tapi tetap terjebak di sini, mungkin nasibmu terlalu hina?"
Pemimpin Istana Surgawi tak tersulut amarah. Dengan tatapan dingin ia berkata: "Nasibku seberat 9.818 kilogram. Entah berapa berat nasibmu? Mari kita bandingkan, siapa yang lebih hina?"
“Kurang ajar!” Kaisar Sembilan Ribu langsung membentak marah, mata-mata di baju zirahnya perlahan membuka dan menutup, seolah sedang bersiap untuk menyerang.
Pemimpin Istana Surgawi mengawasi Kaisar Sembilan Ribu dengan dingin, sambil diam-diam mengoperasikan tenaganya.
"Lao Jiu, apa itu menimbang nyawa?" Han Sen menatap Kaisar Sembilan Ribu sambil bertanya.
Kaisar Sembilan Ribu membelalakkan mata marah ke arah Pemimpin Istana Surgawi, baru kemudian membungkuk menjawab: "Lapor Paduka, menimbang nyawa sebenarnya adalah dasar kemampuan Prasasti Penentu Nyawa. Sebagai perumpamaan, makhluk biasa menggunakan benda logam dan batu untuk menekan lawan. Semakin besar tenaga lawan, semakin berat benda logam yang dibutuhkan. Harus melebihi kekuatan lawan barulah bisa menindihnya di bawah logam dan batu."
"Prinsip Prasasti Penentuan Nyawa juga demikian, namun yang ditekan bukanlah fisik melainkan nyawa rohani. Tenaga biasa pun tak bisa melepaskan diri dari tekanan prasasti ini. Tapi nyawa rohani sendiri memiliki berat alaminya - berat yang tak terlihat dan tak bisa diraba dalam keadaan normal, apalagi diukur. Prasasti ini justru bisa menimbang berat nyawa rohani dalam satuan kilogram. Tanpa kendali Qilin Suci, prasasti ini maksimal bisa menekan nyawa rohani di bawah 10.000 kilogram. Jika berat nyawa rohani melebihi 10.000 kilogram, bisa lepas dari tekanan prasasti, bahkan mungkin menguasai prasasti itu sendiri dan menjadi penguasa barunya."
"Ada hal seperti itu? Lalu apa yang menentukan berat nyawa rohani? Kekuatan, bakat, atau level?" Han Sen yang tertarik mendengarnya bertanya sambil tersenyum.
Kaisar Sembilan Ribu menggelengkan kepala: "Tak ada hubungannya dengan kekuatan, bakat, maupun level. Berat nyawa setiap makhluk sudah ditetapkan sejak lahir, tidak akan bertambah atau berkurang. Bahkan makhluk biasa yang hina pun bisa memiliki nyawa seberat sepuluh ribu kilogram, sementara banyak petarung Tingkat Dewa justru memiliki nyawa ringan seperti bulu angsa."
"Oh, lalu apa pengaruh berat nyawa bagi makhluk hidup?" tanya Han Sen dengan kebingungan.
"Hamba tidak tahu. Berat nyawa tidak memengaruhi bakat latihan, tidak memengaruhi panjang pendeknya usia, bahkan sama sekali tidak berguna untuk naik level. Selain bisa memengaruhi Prasasti Takdir, hamba belum pernah dengar ada fungsi lain dari berat nyawa," jawab Kaisar Sembilan Ribu cepat-cepat.
"Itu karena kau bodoh." Pemimpin Istana Surgawi yang dari tadi seolah ingin bersaing dengan Kaisar Sembilan Ribu menyeringing dari samping, "Nyawa yang ringan memang tak berguna untuk hal-hal remeh, tapi..."
Kaisar Sembilan Ribu menampakkan wajah masam, sepasang mata hijau mengerikan menatap tajam Pemimpin Istana Surgawi: "Yang Mulia tidak bodoh, lalu bisakah menjelaskan fungsi berat nasib jiwa?"
Pemimpin Istana Surgawi berkata: "Ringan-beratnya nasib jiwa adalah pondasi eksistensi sebuah kehidupan. Nasib ringan berarti hina, nasib berat berarti mulia. Ini terkait takdir seumur hidup, mana mungkin dikatakan tak berguna?"
"Sekadar pencari sensasi! Kalau begitu, para Baron dan Viscount bernasib sepuluh ribu koin emas, lebih mulia daripada makhluk Tingkat Dewa bernasib seribu kati?" Kaisar Sembilan Ribu mendengus sinis.
Pemimpin Istana Surgawi memicingkan matanya: "Kemuliaan dan kehinaan nasib tak bisa diukur dengan level. Manusia biasa mana bisa paham misteri di baliknya?"
Kaisar Sembilan Ribu hendak melanjutkan perdebatan, tapi dihentikan Han Sen: "Bagaimana cara mengukur nasib? Apakah ada bahaya?"
"Cukup teteskan setetes darahmu di Prasasti Penentu Nasib. Prasasti itu secara alami akan mengukur berat nasibmu," jawab Kaisar Sembilan Ribu cepat-cepat.
Han Sen melihat Pemimpin Istana Surgawi tidak membantah, Bangsawan Agung Gu Yuan juga tidak berkata apa-apa, diduga ucapan Kaisar Sembilan Ribu memang benar.
Tapi Han Sen tidak mencoba sendiri, hanya mengambil setetes darah dari luka Ikan Mas Besar dan melemparkannya ke Prasasti Penentu Nasib.
Setetes darah merah menyala seperti lava itu jatuh di prasasti, langsung menyebar seperti cat yang larut dalam air, mengubah seluruh permukaan prasasti menjadi merah segar.
Detik berikutnya, Han Sen menyaksikan deretan empat nol di bagian paling atas prasasti mulai berdenyut, naik terus dari 0001.
Han Sen memahami: satu digit mewakili satu kilogram. Batas empat digit adalah 9999. Jika melebihi 10.000, prasasti tak akan mampu lagi menekan nyawa itu.
“Prasasti Penentu Nyawa ini ternyata memiliki kemiripan yang mencolok dengan Hukum Mata.” Han Sen mengawasi angka yang terus berdenyut di prasasti itu, bergumam dalam hati.
Awalnya Han Sen mengira angka di Prasasti Penentu Nyawa akan terus berdenyut untuk waktu tertentu, mengingat ini adalah varietas langka tingkat Dewa, nyawanya pasti tidak ringan.
Tapi siapa sangka, angka di prasasti itu hanya melonjak ke 26 lalu berhenti total.
"Nyawa Ikan Mas Besar hanya 26 kilogram?" Han Sen tertegun sejenak, hasil ini benar-benar di luar dugaan.
Pemimpin Istana Surgawi mengatakan nyawanya sendiri berbobot lebih dari 9000 kilogram, sementara Ikan Mas Besar yang sama-sama tingkat Dewa ternyata hanya 26 kilogram. Perbedaan ini terlalu besar.
