Sang Penyihir dan Si Tua Elang saling memandang. Dengan mengacungkan jarinya, sebuah lentera batu muncul di tangan sang penyihir. Tanpa menghindar, dia menahan serangan Han Sen dengan lentera itu di depan pedangnya.
Kreeek! Energi pedang ungu yang mengerikan seolah terhalang oleh cahaya yang dipancarkan lentera. Cahaya dan energi pedang bertabrakan hebat, sementara nyala api lentera bergoyang-goyang gila seperti hendak padam. Namun akhirnya berhasil menahan serangan Han Sen.
Roar!
Si Tua Elang dan monster mengerikan tanpa mata menggeram bersamaan, masing-masing memuntahkan lentera batu dari mulut mereka. Mereka berdiri berdampingan dengan penyihir di depan Ordo Ksatria Suci, cahaya yang dipancarkan lentera batu menyelimuti seluruh kompleks suci.
Han Sen melirik lentera batu di tangan trio itu, menyadari kemiripannya yang mencolok dengan lentera batu yang dia dapatkan sebelumnya - bagai dicetak dari cetakan yang sama.
"Aneh, bukannya mereka bilang lentera batu ini adalah lampu ras Ras Santo? Kok bisa ada banyak?" gumam Han Sen dalam hati penuh kebingungan.
"Han Sen, jangan sok jago! Andai harta mutan dan senjata citra ilahi kami tidak hancur dalam perang besar era dulu, mana mungkin kami membiarkanmu bertindak semena-mena di sini!" bentak Si Tua Elang sambil menggantungkan lentera batunya di depan dada.
Mengabaikan omelan Si Tua Elang, Han Sen menghantamkan pisau tajamnya lagi. Meskipun tenaga yang dikerahkan lebih besar dari serangan sebelumnya, efek yang dihasilkan justru kalah dibanding pukulan pertamanya.
Tiga cahaya lampu bergoyang bersamaan, jelas pertahanan cahaya lampu ini bisa saling ditumpuk.
Han Sen terus menghantam berkali-kali, meski setiap tebasan membuat nyala api lentera bergoyang-goyang, tetap tak bisa memecahkan perlindungan cahaya.
Dari sini Han Sen justru menemukan perbedaan antara lentera mereka dengan yang didapatkannya.
Lentera Han Sen bisa meningkatkan kemampuan apa pun tanpa mengubah karakteristik gaya itu sendiri, tapi cahayanya sendiri tak punya daya pertahanan.
Namun lentera para penyihir punya kemampuan pertahanan, tapi sepertinya tak bisa meningkatkan efek apapun - hanya menyerap tenaga Si Tua Elang dan kawan-kawan, menciptakan efek perisai pelindung cahaya.
"Han Sen, percuma bersusah payah! Lentera Ras Santo ada di sini. Dengan pelindung ini, sekalipun Tuhan turun ke bumi, enak saja mimpi melangkah masuk setapak pun ke Ordo Ksatria Suci!" Si Tua Elang berkata dengan suara dingin.
“Ucapanmu ini terlalu main-main. Kalian memegang tiga buah, sedangkan aku satu buah. Mungkinkah Ras Santo memiliki empat buah lampu ras?” Han Sen mencibirkan bibir berkata.
“Bahkan lebih dari empat, seharusnya lima buah!” sahut Bibi Mei si penyihir.
“Lampu ras segala ras di Tianxia hanya satu buah. Kau bilang Ras Santo punya lima? Menganggapku idiot?” Han Sen menyeringai penuh cibir.
“Itu karena wawasanmu sempit. Lampu ras ras-ras tak berpengetahuan mana bisa disamakan dengan lampu ras Ras Santo kami!” Si Tua Elang memandang sinis, di baliknya tersirat sikap merendahkan.
：“，，。，，，，，，，，，。”
Han Sen berpikir dalam hati: "Ternyata Ras Santo sama sekali tidak memiliki lampu ras. Lentera-lentera batu ini semuanya dibuat sendiri oleh Santo."
"Bicara manis saja. Kalau lentera batu ini buatan Santo dan belum mendapat pengakuan dari Kuil Gen, lalu bagaimana caranya umat Tanah Suci bisa mendapatkan perlindungan dari lampu ras?" Han Sen bertanya sambil lalu.
"Hmph! Untuk mendapat pengakuan Kuil Gen mudah saja! Cukup serang kuil itu dan letakkan lampu ras Santo di tempat tertinggi, mengungguli segala ras! Siapa yang berani menolak?" Si Tua Elang berkata dengan penuh tantangan.
Han Sen diam-diam mengagumi, tapi yang dikaguminya bukan Si Tua Elang melainkan Santo Qin Xiu di masa lalu. Ras lain hanya berpikir menyalakan lentera mereka di antara klan atas.
Qin Xiu justru berambisi membuat lentera sendiri, menetapkan aturannya sendiri agar lampu rasnya menjulang di atas segala ras. Semangat seperti ini sulit dicapai oleh makhluk biasa.
Sayangnya, upaya Qin Xiu akhirnya gagal. Ia tak berhasil menempatkan lampu ras Santo di posisi tertinggi Kuil Gen.
"Han Sen, jika Ayah dan Anak kompak, kalian pasti bisa membangun kembali kejayaan Tanah Suci! Ini akan menjadi legenda indah di Alam Semesta Raya... Tinggallah dan bantu majikan kecil mendirikan lentera untuk Santo..." Penyihir kembali memberi nasihat.
Han Sen menertawakannya, langsung menghantamkan pedangnya lagi. Tiga nyala api di lentera batu itu bergoyang-goyang tak menentu.
"Han Sen, tidak punya telinga ya? Kami sama sepertimu, ingin membantu majikan kecil." Makhluk buta tanpa mata itu berkata kesal.
Han Sen terus menghantam cahaya lampu sambil menyeringai dingin: "Kalian sebelumnya tidak berkata begitu. Bunga kecilku bukan alat Tanah Suci. Mau berdiri atau tidaknya lentera Tanah Suci, tidak ada hubungannya dengan bungaku. Siapa yang mau pasang lentera silakan, jangan mengincar bunga kecilku."
"Dan kejahatan kalian mencuri bunga kecilku sampai dipisahkan dari darah dagingnya, pantas dihukum mati. Tak perlu banyak bicara." Sambil berkata demikian, Han Sen terus menghujani cahaya lampu dengan tebasan pedang. Cahaya meledak membara, energi pedang dan pecahan cahaya beterbangan. Meski belum bisa membelahnya, pemandangan ini membuat para penyihir gemetar ketakutan.
"Bagaimana raga Han Sen ternyata kuat seperti ini, mungkin hampir menyamai Yang Mulia Santo di era dulu..." Penyihir itu gelisah dalam hati.
Sungguh sulit dibayangkan, makhluk yang keluar dari perlindungan ternyata bisa berevolusi hingga tingkat seperti ini.
Meskipun di dalam perlindungan bisa menelan gen makhluk hidup lain untuk memperkuat diri, penguatan seperti itu lebih banyak mengubah darah genetik, membuat genetika teroptimalkan generasi demi generasi, sehingga mencapai tujuan akhir penguatan garis darah.
Bunga kecil seperti Jane adalah penerima manfaat terbesar sebagai generasi kedua, namun maestro seperti Han Sen seharusnya memiliki gen yang sangat kacau dan tidak stabil, tak hanya sulit naik ke level tinggi, setelah promosi pun seharusnya tidak terlalu kuat.
Kenaikan Han Sen menjadi Tuhan sudah membuat orang terkejut, sekarang malah memiliki kemampuan fisik mengerikan yang hampir melampaui sebagian besar makhluk suci tingkat tertinggi, benar-benar seperti orang aneh.
“Han Sen, kamu tidak perlu buang-buang tenaga. Meskipun kemampuan fisikmu adalah yang terbaik di antara Tingkat Dewa, murni mengandalkan kekuatan fisik bisa menyaingi Santo Qilin, tetap tidak mungkin memecahkan perlindungan tiga lampu ras ini.” Si Tua Elang berkata dengan wajah dingin.
“Benarkah?” Han Sen berkata datar, sambil menekan Pisau Karma di tangannya ke depan. Seketika terlihat energi pedang memenuhi langit, bagaikan gelombang besar yang menutupi langit dan bumi.
“Di bawah langit ini semuanya adalah papan catur. Tapi aku tidak percaya ada permainan catur yang tak bisa dipecahkan.” Han Sen menebaskan pisaunya. Cahaya pedang yang seperti galaksi bintang mengalir terbalik itu melesat deras ke bawah.
