Berbagai makhluk hidup di alam semesta memandang ngeri pada bangunan-bangunan kuno mistis yang perlahan muncul di kehampaan.
Banyak yang telah mengenali Kuil Gen, tapi kali ini kemunculannya berbeda dari sebelumnya - hanya sebagian struktur yang terlihat.
Di bawah Kuil Gen, berjejer ratusan kuil kecil dengan desain arsitektur yang beragam.
Biasanya Kuil Gen muncul bagai bunga dalam cermin atau bulan di air - terlihat jelas namun terasa tak nyata.
Tapi kali ini, Kuil Gen beserta kuil-kuil pendampingnya memberi kesan sangat nyata, seolah istana megah itu akan runtuh dari langit kapan saja.
“Kuil Zirah Surgawi……Kuil Tianluo……Kuil Kosong……” Para petarung kuat dari berbagai ras bahkan sudah bisa melihat tulisan di pintu-pintu kuil tersebut.
Seluruh kompleks bangunan bagaikan piramida raksasa, di bagian paling bawah terdapat berbagai kuil, hingga ke lapisan teratas yang merupakan Kuil Gen yang sangat familiar bagi makhluk-makhluk ras langit.
"Setelah melewati waktu yang begitu panjang, batas dimensi akhirnya terpecahkan lagi. Era perang para dewa kembali datang... Akankah nasib Tanah Suci terulang kembali?" Tuan Istana Surgawi berdiri di puncak Istana Awan, menatap tajam Kuil Gen yang mistis dan kuno, wajahnya bermacam perasaan tanpa alasan yang jelas.
"Batas dimensi kembali hancur. Kesempatan kita datang lagi." Dari dalam Kegelapan Abyss, terdengar raungan mengerikan makhluk-makhluk mengerikan.
"Yang tak terhindarkan akhirnya tiba juga." Di jalanan planet kecil yang lapuk, seorang orang tua peramal memegang kain rentang bertulis, mendongak ke arah Kuil Gen sambil berdesah: "Apakah kita akan kembali menyaksikan kelahiran dan kehancuran segala ras?"
"Akhirnya tiba hari ini, Santo memang tidak mengecewakan. Dia memang masih menyimpan kartu as, kembali memecahkan batas dimensi." Di istana Bintang Merah Kerdil, seorang pria tampan luar biasa duduk di atas tahta kekaisaran, memandangi segala kejadian dengan penuh minat.
"Pemimpin sekte, batas dimensi telah hancur. Kuil suci jatuh ke dunia. Ini kesempatan terbaik kami. Mohon izinkan bawahan bertempur untuk merebut sebuah kuil bagi Sekte Darah Hidup kami." Lou Lie menyampaikan permohonan sambil membungkuk.
"Mohon pemimpin sekte mengizinkan bawahan bertempur." Para anggota sekte di kedua sisi serempak berlutut dengan satu lutut sambil mengajukan permohonan.
"Tak perlu terburu. Pasti ada yang lebih panik daripada kita." Pemimpin Sekte Darah Hidup masih terus mengawasi kuil suci di kehampaan, sudut mata yang samar dipenuhi senyuman.
Sebuah kicauan burung menggema di kehampaan. Berbagai ras makhluk hidup yang sedang mengawasi ketat Kuil Gen menyaksikan seekor burung monster raksasa berbulu hitam legam dengan sembilan kepala merobek kehampaan, terbang menuju kuil suci dengan aura mengerikan yang tak tertandingi.
"Gu Che..." Han Sen langsung mengenali makhluk itu. Gu Che ini sangat mirip dengan yang pernah dibawanya pulang, namun bukan dari sifat batu. Jelas ini adalah Gu Che sesungguhnya.
Gu Che alias Jiu Feng, legenda menyebutnya sebagai janin cacat Phoenix. Seharusnya ada sembilan embrio, tapi karena alasan tertentu, sembilan telur embrio mengalami asimilasi sehingga menghasilkan Fenghuang berkepala sembilan yang tidak seimbang.
Namun sifat Gu Che berbeda dengan Phoenix. Tidak memiliki Api Phoenix Kebangkitan yang ajaib, seluruh tubuhnya diselimuti asap hitam pekat tanpa sedikit pun unsur api.
Di bawah penglihatan seluruh ras di alam semesta, Gu Che berpindah melalui kehampaan dan tiba di depan kuil ilahi. Langsung menuju ke kuil di Lapisan Terbawah, mendarat di alun-alun depan kuil.
"Makhluk hina rendah, berani menginjakkan kaki di kuil Dewa ini!" Suara ilahi bagai guntur terdengar dari dalam kuil.
Hampir bersamaan dengan itu, sembilan kepala Gu Che mengeluarkan tawa aneh. Salah satu kepala berkata dengan suara melengking: "Batas dimensi telah hancur. Dewa bukan lagi dewa. Hari ini Santo ini akan menelan citra ilahimu, mencabut panji sucimu, merebut istana dewamu!"
Usai berkata, kepak sayap burung itu menggelegar. Salah satu paruhnya menyambar panji petir di depan kuil.
"Berani kau?!" Amarah ilahi mengguntur. Gerbang kuil terbuka lebar, sosok raksasa berbalut petir melesat keluar. Dalam sekejap berubah menjadi ribuan petir yang menembaki Gu Che.
"Menelan dewa dan melahap roh, sejak lama kulakukan. Apa yang tak berani?" Gu Che tertawa aneh Grak Grak, tak gentar menghadapi petir surgawi. Serangan listrik mengerikan menghantam tubuhnya, langsung mengubah raganya menjadi abu beterbangan.
Namun abu-abu itu tak menghilang. Berubah menjadi gulungan asap hitam yang melilit tubuh raksasa sang dewa, seketika membungkus makhluk suci itu dalam kabut gelap.
Berbagai ras makhluk hidup memandang dengan mata membelalak kejadian di depan kuil. Sosok dewa yang terbungkus asap hitam itu tak jelas terlihat, tak diketahui apa sebenarnya yang terjadi di dalamnya.
Tapi dari dalam asap terus terdengar gemuruh petir dan jeritan-jeritan memilukan sang dewa. Pasti posisinya sangat tidak menguntungkan.
Tak lama kemudian, gelombang listrik dan jeritan dalam asap hitam itu pun lenyap. Asap itu menggulung diri, kembali berubah wujud menjadi Gu Che.
"Sementara itu, dewa raksasa itu telah berubah menjadi tumpukan tulang putih. Di atas tulang-tulang itu tidak tersisa sedikitpun daging atau darah, seolah-olah telah dibersihkan habis oleh paruh elang botak."
Dor!
Tulang-tulang itu hancur tertiup angin, berubah menjadi titik-titik cahaya petir yang mengkristal, membentuk sebuah trisula petir yang mengambang di tengah kehampaan.
Gu Che membuka mulutnya dan menghisap trisula petir yang merupakan perwujudan citra ilahi itu ke dalam mulutnya, kemudian mendongak ke langit sambil mengeluarkan suara tawa aneh yang "Grak Grak".
"Kamu telah mengalahkan Dewa Petir. Cukup dengan mencabut bendera suci, kamu bisa menjadi penggantinya sebagai dewa baru yang memiliki kehidupan abadi. Apakah kamu bersedia?" Dari dalam Kuil Gen di lantai tertinggi istana suci, terdengar suara yang familiar.
Han Sen masih ingat saat Golden Roar menyerang Kuil Gen dulu, suara inilah yang terdengar waktu itu.
"Bapak mendominasi alam semesta, bisa makan siapa saja dan mengalahkan siapa saja. Ngapain jadi anjing penjagamu? Hari ini Bapak sudah kenyang, lain kali kita lanjut lagi." Gu Che tertawa aneh sambil mengepakkan sayap burungnya. Dalam sekejap, tubuhnya berubah menjadi asap hitam yang menerobos keluar kuil dan menghilang di kehampaan.
Berbagai ras makhluk hidup tertegun seperti patung. Makhluk biasa sama sekali tidak mengenal Gu Che. Melihat makhluk itu ternyata bisa menelan Tuhan hidup-hidup dengan mudah, wajah mereka dipenuhi ketakutan.
Tiba-tiba, seekor monster mengerikan berbentuk kera melangkah di atas awan mendekati kuil yang ditinggalkan Gu Che. Saat mencapai depan kuil, satu cakar besar mencoba meraih bendera suci di depan pintu.
"Dia tak ingin jadi Dewa, aku yang mau. Biarkan aku menjadi Tuhan yang abadi." Sorot mata Kera Raksasa dipenuhi keinginan kuat. Saat jarinya hampir menyentuh bendera suci, tiba-tiba terdengar suara gerbang kuil menganga. Seorang makhluk ilahi melesat keluar, seluruh tubuhnya diselimuti tarian petir garang. Dalam sekejap, kera raksasa itu hancur menjadi abu beterbangan.
Berbagai ras makhluk hidup yang menyaksikan makhluk ilahi yang keluar dari kuil itu terkejut. "Itu...sama persis dengan dewa yang ditelan Gu Che tadi!" bisik mereka dengan gelisah. "Benarkah mereka benar-benar abadi?"
Han Sen sebenarnya sudah tahu bahwa para dewa di dalam kuil memang tak bisa dimusnahkan. Karena itu ia tak terkejut.
"Qin Xiu...pada akhirnya aku yang kalah di pertarungan ini." Han Sen memandang piringan kristal dan patung giok yang sudah musnah dalam pilar cahaya. Senyum pahit menguar di wajahnya. Dengan santai ia mengambil lima lentera batu yang sudah padam dan kehilangan cahaya ilahinya.
Dia bertekad untuk menghancurkan skema Santo, berharap bisa membebaskan Bunga Kecil dari perangkapnya. Tapi siapa sangka akhirnya justru terjebak dalam kalkulasi Santo, bahkan dirinya sendiri menjadi pion bagi Santo untuk memecahkan batas dimensi dan menampakkan Kuil Suci.
