Yu Xian mengatakan di gunung suci terdapat benih gen mengerikan tingkat dewa. Han Sen yang waspada memilih membawa Yang Fuzi diam-diam mendaki gunung suci untuk menghindari masalah.
Sejak bertemu raksasa iblis besar, Han Sen sadar dunia ini penuh keanehan yang tak bisa ia atasi sendirian. Lebih baik bersikap rendah hati daripada menarik perhatian.
"Yang Mulia, apakah ini Gunung Suci Terang yang legendaris, sumber Sungai Suci Cahaya?" Hati Yang Fuzi berdebar-debar. Matanya menatap gunung berkilauan nan mistis itu, bahkan kedua kakinya mulai gemetaran.
"Sepertinya memang begitu namanya." Han Sen tetap santai, terus memimpin Yang Fuzi mendaki.
Yang Fuzi semakin panik: "Yang Mulia, konon di Gunung Suci Terang ini terdapat Benih Gen legendaris yang mengerikan, diselimuti misteri tak terhitung. Petarung tingkat atas sekalipun yang masuk pasti takkan selamat..."
"Tenang, aku tahu jalan rahasia yang aman menuju Kuil di puncak." Han Sen terus berjalan sambil berbicara.
Kabut mistis menyelubungi gunung. Visibilitas tak sampai lima meter. Sesekali terdengar raungan monster yang mengerikan bergema, diselingi dentuman petir.
Yang Fuzi sangat panik, menempel seperti bayangan di belakang Han Sen tanpa berani menjauh sejengkal pun.
Meski berbagai tayangan menakutkan, Han Sen yang mendaki sesuai jalur yang diucapkan Yu Xian justru tak menemui hal berbahaya.
Guru Yang yang sudah tua dan lemah, tak lama merangkak sudah terengah-engah dengan keringat mengucur deras. Tak sanggup melanjutkan pendakian, Han Sen terpaksa menyangga tubuhnya sambil bergegas naik.
Gunung ini entah setinggi apa. Dengan kecepatan Han Sen pun masih memerlukan waktu setengah hari baru menyaksikan puncaknya.
Berbeda dengan pemandangan megah di bawah, puncak justru terlihat tenang bagai di atas lautan awan. Semua tampak jernih tanpa angin, guntur, atau debu—persis tanah suci.
Di puncak itu berdiri kuil kuno dari genteng batu hijau. Tampak kuno mistis meski agak lapuk, jelas terabaikan tanpa jejak sesaji.
"Yang Mulia, benar ada kuil di sini." Melihat kuil, hati Guru Yang pun tenang.
Han Sen menegakkan kepala melihat ke atas pintu kuil, memang terlihat tulisan "Kuil Dewa Yu" empat aksara, goresan tulisannya elegan dan transenden seolah dibuat tangan para dewa.
"Ayo masuk. Setelah mendapat Darah Dewa, kita harus cepat kembali." Ucap Han sambil bergegas menuju dalam kuil.
Yang Fuzi tak berani sembrono, segera mendahului: "Yang Mulia, hamba tua ini akan memohon. Hanya khawatir tubuh tak berguna ini akan mengecewakan niat mulia Paduka."
Begitu kata-katanya, Yang Fuzi memasuki kuil. Di depan altar suci, dengan cepat ia bersujud melakukan penghormatan ritual, lalu menjatuhkan setetes darahnya ke dalam tungku suci.
Ia sadar betul kondisinya. Mustahil memperoleh Darah Dewa. Ia hanya ingin menyelesaikan ritual secepat mungkin agar tak menghambat urusan besar Han Sen.
Darah masuk tungku tapi tak ada reaksi. Meski sudah memperkirakan hasilnya, tetap saja rasa kecewa menggelayut di hatinya.
Han Sen berdiri di pintu masuk kuil, Yang Fuzi bangkit dan memandangnya dengan senyum pahit: "Yang Mulia, rupanya si tua ini mengecewakan kebaikan hati Anda."
Han Sen tak bisa menahan kerutan halus di dahinya. Meski dia sendiri sudah datang ke sini, si tua Yu Xian ternyata sama sekali tidak menghargai kewibawaannya, membuatnya benar-benar tidak senang.
"Tak apa, tunggulah sebentar." Awalnya Han Sen ingin membiarkan Yang Fuzi mendapatkan Darah Dewa saja tanpa perlu turun tangan, tapi sekarang terpaksa mendekati altar suci itu sendiri.
Krek!
Han Sen menampar altar batu itu dengan telapak tangan, meninggalkan cap jempol yang dalam hingga seluruh kuil berguncang hebat.
Yang Fuzi langsung panik, mengangkat tangannya sambil berkata: "Yang Mulia, jangan... ini tidak boleh..."
Sejak kecil, penduduk Alam Semesta Raya Kekaisaran diajarkan bahwa Tuhan adalah Yang Maha Tinggi, pencipta langit-bumi yang menganugerahkan hak hidup bagi manusia dengan otoritas mutlak.
"Dan kuil adalah simbol otoritas keagamaan, sekali-kali tidak boleh dihujat, kalau tidak pasti akan dikenakan malapetaka oleh Tuhan."
Pandangan-pandangan ini memang ada hubungannya dengan darah yang diberikan Tuhan, tapi yang terutama adalah hasil promosi pendidikan oleh penguasa sebenarnya. Jadi tidak bisa menyalahkan Guru Yang, mengingat lingkungan besar kehidupannya memang seperti ini.
Orang seperti Han Sen yang berani menepuk mezbah di hadapan Tuhan, menurut Guru Yang adalah pemberontak. Bahkan kaisar Kekaisaran Qin Besar saat ini pun tidak berani melakukan hal seperti ini.
"Di mana Yu Xian?" Han Sen mengabaikan Guru Yang, hanya bertanya dengan suara dingin.
Kalimat ini semakin membuat Guru Yang merapatkan lehernya. Menepuk mezbah di hadapan Tuhan belum cukup, sekarang malah berani memanggil nama Tuhan secara langsung. Ini benar-benar ulahnya sendiri.
Detik berikutnya, wajah Guru Yang langsung pucat. Patung dewa Yu Xian ternyata memancarkan cahaya suci yang mengerikan, berubah menjadi seorang tua beraura mistik seorang dewa yang melayang di atas mezbah.
"Habislah... habislah... Tubuh sejati dewa menampakkan diri... Ini pertanda buruk besar... Yang Mulia cepat pergi..." Guru Yang gemetaran mendekati Han Sen dan berusaha menariknya kabur.
Tapi karena sudah tua dan tidak diperkuat gen, gerakannya terlalu lambat. Baru saja Guru Yang menarik lengan Han Sen, dewa yang mirip orang suci itu sudah turun dengan anggun menghadap Han Sen.
Wajah Guru Yang pucat bagai tanah, bergumam dalam hati: "Ini benar-benar kutukan, sekarang habislah kita."
Tapi siapa sangka sang dewa malah membungkuk hormat, dengan penuh hormat memberi salam kepada Han Sen: "Hamba yang hina tidak tahu kedatangan Yang Mulia, gagal menyambut di pintu, mohon Yang Mulia mengampuni dosa hamba."
Seluruh tubuh Guru Yang seperti terkunci dalam batu, mata membelalak dengan pandangan bodoh menatap Yu Xian dan Han Sen, otaknya benar-benar kosong seolah tidak bisa berpikir sama sekali.
Han Sen menunjuk Guru Yang dan berkata, "Orang ini adalah pelayanku. Aku sengaja membawanya ke sini untuk memohon Darah Dewa. Menurutmu, darah apa yang bisa kau berikan padanya?"
Yu Xian memandang Guru Yang, lalu melihat Han Sen, lalu bertanya dengan hati-hati, "Yang Mulia, menurutmu darah apa yang lebih pantas diberikan?"
Yu Xian merasa frustasi. Meski Darah Dewa berada di bawah kendalinya, memberikan darah itu membutuhkan pengeluaran kekuatan ilahi sumbernya. Jika diberikan pada orang berbakat buruk, pencapaiannya akan sangat terbatas dan sama sekali tak menguntungkannya.
Guru Yang di hadapannya adalah orang dengan bakat gen yang sangat buruk. Jika mengikuti prosedur normal, dia mutlak takkan memberikan Darah Dewa pada orang seperti ini.
Tapi Han Sen sudah membuka mulut. Yu Xian tak bisa menolak. Meski bakat orang ini terlalu buruk, Darah Dewa ini harus diberikan.
"Berikan saja sesuai pertimbanganmu." Han Sen tersenyum seolah bahagia tapi juga menyembunyikan sesuatu sambil menatap Yu Xian.
Yu Xian langsung mengatupkan gigi, bergumam dalam hati: "Yang pasti kali ini merugi. Daripada capek-capek tapi tidak dapat pujian malah bikin Tuan Koin Emas kesal, lebih baik aku berutang budi padanya."
Begitu pikirannya melesat, Yu Xian menunjuk ke tungku suci. Cahaya suci dari dalam tungku langsung menyembur bagai letusan gunung berapi, ribuan bulu putih salju mengepul ke langit menyelimuti seluruh kuil, seperti hujan salju lebat bulu angsa turun dari surga.
Seketika ribuan bulu beterbangan menyasar tubuh Yang Fuzi, menyatu ke dalam raganya. Seluruh tubuh Yang Fuzi terasa melayang-layang bak dewa, seolah sedang bermimpi.
"Darah dewa yang sempurna!" Yang Fuzi benar-benar menyangka ini mimpi. Bahkan dalam mimpipun tak pernah terbayang, dirinya bukan cuma dapat darah dewa, tapi darah dewa lengkap! Ini adalah darah dewa sempurna yang jadi incaran ribuan orang!
