Butiran batu bak konstelasi bintang di angkasa, bergerak dalam pola magis menekan Han Sen. Di antara formasi bintang yang terkunci rapat, seluruh kemungkinan ruang menghindar Han Sen telah diblokir habis-habisan.
Han Sen memicingkan mata, bersiap untuk bergerak melewati orbit bintang-bintang itu langsung mencapai hadapan Bai Li Tianya.
Seberapa kuat pun tenaga Bai Li Tianya, tubuhnya tetap kalah dibanding Han Sen. Asal bisa mendekat, Han Sen bisa menghajarnya habis-habisan.
Manusia di alam semesta ini bagaikan penyihir versus pejuang jika dibandingkan Han Sen. Sekuat apa pun aturan alam semesta meredam raganya, kekuatan fisiknya masih terjaga. Menghajar Bai Li Tianya dalam pertarungan jarak dekat seharusnya tidak sulit.
Tapi begitu Han Sen mulai mengerahkan tenaga, gerakan halusnya tiba-tiba terhenti. Sorot matanya berkedip tajam mengawasi batu-batu yang bertebaran, seolah menyadari sesuatu.
Karena diredam aturan alam semesta, indra deteksi aura-nya di Alam Semesta Raya Kekaisaran sangat lemah. Hanya mengandalkan penglihatan dan pendengaran layaknya manusia biasa, hampir tak ada kemampuan indra gaib yang berarti.
Menurut prinsip, saat Han Sen menggunakan tenaga fisik, seharusnya dia akan merasakan tekanan kuat dari kekuatan aturan dunia - seperti berjalan melawan arus air terjun.
Tapi kali ini ketika dia mengerahkan tenaga dan bergerak, tidak ada hambatan yang dirasakan.
"Ternyata Chess Realm bukanlah ruang nyata, melainkan hanya dunia spiritual belaka." Han Sen langsung tersadar. Ini hanyalah ilusi lingkungan spiritual, bukan dunia yang benar-benar ada. Raga fisiknya saat ini masih duduk di depan papan catur sedang bermain dengan Bai Li Tianya, tidak tertarik masuk ke dunia ini.
"Kemampuan dunia spiritual seperti ini memang unik, sayang jika bertanding energi spiritual denganku, sekalipun Tuhan datang sendiri juga belum tentu bisa menang." Hati Han Sen mulai tenang.
Jika ada kekuatan lain di dunia ini yang bisa digunakan Han Sen selain raga fisik, itu adalah nuansa yang pernah dia pelajari sebelumnya - meski tidak bisa diaktifkan.
Serangan kekuatan dunia spiritual yang seperti ini, langsung menariknya masuk ke dalam dunia spiritual, sama saja seperti domba masuk mulut harimau. Begitu Han Sen menyadarinya, itu tidak akan berguna lagi.
Batu berbentuk bola yang berkilau seperti bintang jatuh melayang turun. Han Sen berdiri di sana tanpa berniat menghindar, hanya mengawasi dengan hening.
Bai Li Tianya melihat senyuman yang mengembang di sudut bibir Han Sen. Entah kenapa, jantungnya tiba-tiba berdebar, seolah ada kecemasan yang mulai menyebar di hatinya.
"Tidak mungkin, dia sudah kutarik masuk ke lingkungan kompetisi catur. Di sini aku adalah Tuhan yang bisa mengendalikan segalanya..." Bai Li Tianya merenung dalam hati.
Saat batu-batu itu hampir menghujam tubuh Han Sen, tiba-tiba dia berkata dengan datar: "Langit-bumi sebagai papan catur, aku sebagai buah caturnya. Tapi apa artinya? Tanpa buah catur tak ada permainan, tanpaku tak ada langit-bumi. Aku adalah langit-bumi, langit-bumi adalah aku."
"Ucapan ini terdengar terlalu sembrono!" Bai Li Tianya menghembuskan napas dingin hendak membantah, tiba-tiba menyaksikan batu-batu permata yang berkilauan itu berhenti di udara. Bagaikan bintang-bintang gemerlapan, mereka mengitari tubuh Han Sen dalam formasi melingkar sempurna.
Jantung Bai Li Tianya berdebar kencang. Dengan panik ia mengerahkan kekuatan benih gen Guru Jalan Suci dari lingkungan kompetisi, berusaha mengambil alih kendali. Namun nafasnya tersengal saat menyadari: bahkan dengan penguatan spiritual Guru Jalan Suci, kehendak Han Sen tetap tak tergoyahkan!
"Bagaimana mungkin... Apakah energi spiritualnya melebihi Tuhan tingkat bencana?!" Bai Li Tianya memandang Han Sen dengan mata membelalak, seluruh tubuhnya gemetar oleh ketidakpercayaan yang menusuk tulang sumsum.
"Langit dan bumi hanya aku yang berdaulat, yang tunduk akan makmur, yang melawan binasa." Suara Han Sen bergema bagai wahyu ilahi, seluruh ruang dalam lingkungan catur bergolak. Berbutir-butir batu berubah menjadi ratusan cahaya pisau mengerikan, merobek dimensi ruang, bagai ombak pasang penghancur semesta yang menerjang Bai Li Tianya.
Seperti yang diduga Han Sen, tubuh fisik Han Sen dan Bai Li Tianya masih tetap duduk di depan papan catur, mempertahankan sikap seperti beberapa saat yang lalu.
"Lao Yang, sebenarnya sedang terjadi apa? Kenapa baru satu bidak bergerak, Han Sen dan Guru Agung langsung diam tak bergerak?" Qin Bai menatap penuh harap ke arah mereka berdua, tak mengerti situasi yang sebenarnya.
"Paduka Putra Mahkota, hamba pun tidak tahu." Guru Yang tersenyum pahit.
Sementara itu, Li Bingyu yang berada di samping melirik bayangan punggung Qin Bai yang tidak jauh, namun hatinya bergolak: "Bai Li Tianya memiliki darah roh catur sebagai bangsawan darah ilahi level tinggi, ditambah Guru Jalan Suci benih gen tingkat dewa dalam bentuk ultimate. Kekuatannya mustahil bisa dikalahkan Han Sen. Bencana besar yang ditimbulkan Han Sen ini, jika semangatnya terluka dan Putra Mahkota Qin Bai dibawa pergi, hampir pasti berakhir dengan kematian. Ini kesempatan terakhirku untuk membunuh Qin Bai."
Meski niatnya begitu, saat ini seluruh Kastil Kuno Keluarga Phoenix telah dikepung rapat oleh Pasukan Pengawal Kerajaan. Di luar sana banyak jagoan berkeliaran. Sekalipun dia berhasil membunuh Qin Bai sekarang, mustahil bisa kabur dengan selamat.
Tapi jika kesempatan ini dilewatkan, mungkin tak akan ada lagi peluang sebaik ini.
"Asal bisa memutus garis darah Kerajaan Qin, biar nyawaku dikorbankan pun tak apa." Hati Li Bingyu telah bulat. Saat hendak bertarung mati-matian untuk membunuh Qin Bai, tiba-tiba dadanya berdebar kencang. Tanpa sadar ia menoleh ke belakang.
Terlihat Jian Bugu membawa nampan teh, berjalan keluar dari kastil kuno di kejauhan dengan senyum ramah yang tak berbahaya.
Li Bingyu segera menyembunyikan aura pembunuhannya. Selama ini dia belum bertindak karena mengkhawatirkan kehadiran Han Sen dan Jian Bugu. Kini Han Sen sedang diikat oleh Baili Tianya, namun Jian Bugu masih tetap di sini.
Meski Jian Bugu telah bersumpah untuk tidak menggunakan kekuatannya lagi, tapi dia pernah menjadi Guru Agung Qin dan mentor Kaisar Jingzhen. Li Bingyu tidak percaya dia akan berdiam diri melihat satu-satunya keturunan kerajaan Qin terbunuh di hadapannya.
"Tapi jika tidak bertarung habis-habisan sekarang, tak akan ada kesempatan lagi..." Saat Li Bingyu masih ragu-ragu, tiba-tiba ada gerakan dari area permainan catur.
Tanpa sengaja Li Bingyu menoleh. Di sana terlihat Baili Tianya yang sebelumnya duduk sambil menekan buah catur, kini tiba-tiba menyemburkan darah segar yang mengotori seluruh papan catur, badannya terjatuh ke tanah.
Bai Li Tianya duduk di tanah dengan wajah memucat, janggut putihnya terkotori darah, matanya membelalak menatap Han Sen dengan ekspresi penuh kengerian.
Para penonton permainan catur di samping terkejut, bagaimana mungkin Bai Li Tianya baru saja meletakkan satu bidak, tiba-tiba berubah menjadi seperti ini.
"Guru Agung, Baginda belum pernah melihat permainan catur lompat seperti ini, wajar jika tidak bisa memainkannya. Jangan terburu-buru." Qin Bai bergegas memapah Bai Li Tianya sambil menenangkan, namun dalam hatinya berseri-seri tak bisa menyembunyikan kegembiraan: "Han Sen memang luar biasa, bahkan Guru Agung sampai dibuat takut seperti ini. Kedepannya dengan Han Sen di sisiku, lihatlah dia masih berani-beraninya menghukumku!"
Dengan ditopang Qin Bai, Bai Li Tianya berdiri dan menunjuk Han Sen hendak membantah, namun tiba-tiba melihat seseorang membawa nampan teh mendekati Han Sen.
"Yang Mulia, tehnya sudah siap." Jian Bugu meletakkan cangkir teh di hadapan Han Sen.
Baili Tianya melihat jelas sosok Jian Bugu, tubuhnya langsung gemetar, bola matanya hampir terbelalak, seperti melihat hantu. Ia melepaskan pegangan Qin Bai, mendekat dan memberikan penghormatan besar: "Guru Agung Jian? Bagaimana Yang Mulia bisa ada di sini?"
"Yang Mulia salah mengenali orang. Hamba hanyalah pelayan Tuan Han Sen, bukan Guru Agung." Jian Bugu meletakkan cangkir teh lain di depan Baili Tianya, berkata "Silakan diminum, Yang Mulia" lalu berbalik pergi.
