Semakin Han Sen memperhatikan fitur wajah anak kecil itu, semakin mirip dengan Ran Deng. Menghitung garis waktu, usia kematian Ran Deng hampir sejalan dengan usia anak ini.
"Leluhur sekaliber Ran Deng, setelah bereinkarnasi malah berakhir tragis seperti ini. Sungguh memilukan," desah Han Sen dalam hati.
Mengingat masa kejayaan Ran Deng yang bisa mengubah awan dan hujan dengan mudah, bahkan mengalahkan Han Sen bagai melumat semut—betapa berwibawa dan tak tertandinginya dahulu. Kini di kehidupan ini, sayangnya mungkin dia takkan sempat tumbuh dewasa.
Tapi Han Sen juga tahu, sekalipun anak kecil ini benar-benar reinkarnasi Ran Deng, pada dasarnya tidak ada hubungannya lagi dengan Ran Deng. Yang bereinkarnasi hanyalah rohnya, tidak termasuk kenangan kehidupan sebelumnya dan cetak cap informasi Ran Deng.
Seperti selembar kertas putih, baru akan bermakna ketika ada tulisan atau pola yang dilukiskan di atasnya. Sekalipun kertas itu dimasukkan kembali ke tungku untuk dibuat ulang, tanpa tulisan dan gambar sebelumnya, ia hanyalah kertas putih baru belaka.
"Bagaimana bakat Ran Deng di kehidupan sekarang ini?" Han Sen berkonsentrasi penuh, menunjuk ke Permaisuri Kepala Terpenggal di sayap istana.
Permaisuri Kepala Terpenggal di sayap istana langsung merespons: "Siap."
Sang wanita memeluk anaknya sambil memohon dengan putus asa, namun orang-orang itu bersikeras ingin membunuh anak tersebut. Pemimpin mereka berkata: "Kakak ipar, jangan salahkan kami yang kejam."
Begitu berkata, mereka langsung bersiap menyerang. Meski sang wanita awalnya punya kemampuan, setelah kabur sepanjang jalan, dia sudah mencapai titik kelelahan total. Mana mungkin masih bisa melawan mereka.
“Siapa yang bisa menyelamatkan anakku, asalkan nyawanya selamat, biarlah aku yang mati.” Wanita itu memeluk anaknya, pupil matanya dipenuhi keputusasaan dan kesedihan.
Saat pisau mereka hampir menghunjam, tiba-tiba terdengar suara "kres"—beberapa kepala sekaligus terpenggal, menyemburkan darah dan melayang ke langit. Mayat tanpa kepala itu baru jatuh ke tanah setelah beberapa saat.
Dengan mata membelalak, wanita itu menyaksikan sebuah tiang pancang besar berlumuran darah muncul dari kehampaan. Di belakangnya, tampak boneka kayu berwujud permaisuri yang sedang menarik tali.
Wanita itu gemetar memandang Permaisuri Tanpa Kepala, refleks pertama menubrukkan tubuhnya sebagai perisai bagi sang buah hati.
Desain mengerikannya sama sekali tidak mencerminkan sosok Dewa penolong, melainkan Benih Gen mengerikan yang haus nyawa.
"Ikuti aku jika ingin anak itu hidup." Permaisuri Tanpa Kepala menarik tiang pancangnya menuju Sungai Dewa Kekayaan.
Ekspresi wajah wanita itu berubah-ubah, tapi dia memang seorang perempuan yang tegas dalam mengambil keputusan. Apalagi demi anaknya, bagaimanapun juga dia harus bertahan hidup.
Kondisi fisik wanita itu sebenarnya sudah hampir mencapai titik kelelahan total. Selama mengikuti Permaisuri Kepala Terpenggal dalam perjalanan ini, dia hanya mengandalkan Kehendak untuk terus melangkah. Tubuhnya limbung dan tersandung-sandung. Tanpa keyakinan untuk melindungi anaknya, mungkin dia sudah tak sanggup bergerak selangkah pun.
Akhirnya mereka sampai di tepi sungai tempat Kuil Dewa Kekayaan tenggelam. Permaisuri Kepala Terpenggal menunjuk ke daratan seberang sambil berkata: "Di kedalaman seribu zhang bawah sungai terdapat sebuah kuil. Jika berhasil membawa anakmu sampai ke sana, garis keturunan bangsawan itu akan mendapat perlindungan Tuhan. Sejak saat itu dia akan mendominasi langit-bumi, tak ada lagi yang bisa membunuhnya. Jika tak mau pergi, silahkan undur diri."
Setelah mengucapkan itu, Permaisuri Kepala Terpenggal menarik podium eksekusi dan tenggelam ke dalam sungai. Dalam sekejap mata, sosoknya menghilang tanpa jejak.
Wanita itu tahu raganya sudah limbung, bahkan jika beristirahat sekarang pun perlu waktu sangat lama baru mungkin memulihkan tenaga. Jika harus menyelam seribu zhang dengan kondisi seperti ini, kemungkinan besar nasibnya akan berakhir di sini.
Namun setelah memandangi anak dalam pelukannya, sorot keteguhan hati terpancar dari pupil matanya. Dengan raut wajah sedih sambil membelai pipi anak, dia berkata: "Nasibmu malang, Nak. Sekalipun kita kabur hari ini, kita anak yatim dan janda tetap sulit lolos dari maut. Jika benar bisa menukar garis keturunan bangsawan untukmu, biarlah Ibu terjun ke gunung pisau dan lautan api. Kuharap Dewa memberimu jalan bertahan hidup."
Sambil berkata demikian, wanita itu mencium dahi anaknya lalu menggendong sang buah hati menuju sungai.
Sungai Dewa Kekayaan memang luar biasa. Saat menyelinap ke dalam air, wanita itu memanggil seekor gen yang terluka untuk mengawal anaknya, mencegahnya tenggelam di kedalaman.
Namun wanita ini yang terus melarikan diri, satu-satunya yang tersisa hanyalah seekor benih gen yang luka berat untuk mengawal anaknya. Dirinya sendiri terpaksa menyelam mati-matian ke bawah.
Sayangnya kemampuan fisik manusia di dunia ini memang payah. Kemampuan fisik wanita ini sebenarnya sudah tergolong bagus di sini. Kalau di kondisi normal, menyelam seribu zhang masih mungkin. Tapi sekarang benar-benar sulit.
Wanita itu menggigit gigi terus menyelam, tapi raganya semakin limbung. Meski terus mengatupkan gigi bertahan mati-matian, berharap bisa mengandalkan keyakinannya menyusup ke kuil.
Tapi beberapa hal tak bisa hanya mengandalkan keyakinan. Raga wanita itu sudah benar-benar tak sanggup. Mulutnya terbuka tanpa sadar ingin bernapas, air sungai pun langsung membanjiri masuk.
Wanita itu tahu ini tak bisa terus begini. Tapi dia sudah tak punya cara lain. Memandang anak kandungnya sekali lagi, dia mengerahkan semua tenaga pada anak itu. Di dalam air, dia membuka mulut ingin memanggil nama anaknya, tapi hanya kemasukan air sungai.
"Benih gen yang sudah terluka parah itu, di bawah kendali pikiran wanita, membawa anak itu menyelam ke dasar sungai. Sementara sang ibu hanya bisa menyaksikan dengan tak berdaya saat anaknya perlahan tenggelam dalam kegelapan dasar sungai, sorot matanya mulai memudar."
Han Sen yang mengawasi semua ini dari dalam Kuil Dewa Kekayaan tak bisa menahan desahan. Hingga detik terakhir, sang ibu tetap memilih memberikan kesempatan hidup kepada anaknya.
"Permaisuri Kepala Terpenggal." Han Sen memanggil lembut.
Permaisuri Kepala Terpenggal langsung paham maksudnya. Setelah menuruti perintah, ia segera keluar dari kuil.
Tepat saat kesadaran wanita itu hampir sirna sama sekali, tiba-tiba sebuah tali berlumuran darah menembus air, melilit tubuhnya dan menariknya ke dasar sungai.
Wanita itu tersentak kaget. Kesadarannya seperti pulih sedikit. Di kedalaman sungai yang gelap, cahaya bayangan mulai terlihat, memperlihatkan kemegahan kuil yang megah berkilauan emas.
Ribuan zhang air sungai di sekelilingnya terhalau oleh kuil, membentuk zona lingkaran vakum raksasa. Tali berdarah itu memanjang dari depan kuil, ujung lainnya digenggam oleh Permaisuri Kepala Terpenggal.
Di tangan satunya lagi sang permaisuri, tergendong anaknya.
"Ahem... Du Rulan bersujud mengucapkan terima kasih atas pertolongan Yang Mulia... Kebaikan besar ini takkan mampu kubalas..." Wanita itu terjatuh di alun-alun depan kuil, buru-buru bangkit sambil batuk mengeluarkan air dan bersujud ke arah Permaisuri Kepala Terpenggal.
"Ikutlah aku." Sang permaisuri hanya berkata dingin, lalu melanjutkan langkahnya membawa anak menuju aula utama kuil.
Du Rulan membaca tiga aksara 'Kuil Dewa Kekayaan' di gapura, tertegun sejenak. Permaisuri dengan penampilan mengerikan seperti ini ternyata adalah Dewa Kekayaan, membuatnya terkejut bukan main.
Tapi ketika dia masuk ke dalam kuil, barulah tahu Ratu Kepala Terpenggal bukanlah Dewa Kekayaan. Di atas altar dewa yang menjulang tinggi, masih ada patung dewa berkarisma megah.
Ratu Kepala Terpenggal tak berani menatap langsung patung itu, lalu bersujud dengan satu lutut: "Yang Mulia, manusia ini sudah kubawa."
Du Rulan baru menyadari Ratu Kepala Terpenggal yang mirip dewa sekaligus hantu ini ternyata hanya bawahan dewa kuil. Dengan gemetar, dia ikut bersujud sambil berterima kasih atas pertolongan menyelamatkan nyawanya.
"Dewa ini punya ikatan spesial dengan anak ini. Maukah kau menjadikannya murid di bawah singgasana suci-Ku?" Patung Dewa Kekayaan tiba-tiba bersuara.
