Setelah mendengar kabar bahwa Qin Bai telah bermain catur lompat di Kastil Kuno Keluarga Phoenix selama dua hari berturut-turut tanpa meninggalkan kursinya sama sekali, bahkan tidak menyentuh pedang sekalipun, kecemasan Jia Yizhen mencapai puncaknya.
Kekaisaran lain memiliki banyak pewaris dan ruang untuk seleksi, tapi Kekaisaran Qin Besar hanya memiliki satu Putra Mahkota. Takhta kekaisaran pasti akan jatuh ke tangannya. Jika Qin Bai masih tetap absurd seperti ini, Kekaisaran Qin Besar yang sedang di puncak kejayaan bisa runtuh dalam sekejap.
"Orang jahat meruntuhkan negara!" Empat karakter ini tiba-tiba muncul dalam pikiran Jia Sizhen. Para pangeran dan menteri sering menyebut-nyebut kalimat ini.
Sejak kembali ke Qin, kata-kata yang paling sering didengar Jia Sizhen adalah empat karakter ini. Dan hampir setiap kali mendengarnya, selalu dikaitkan dengan dua kata "Han Sen".
Pada permulaannya Jia Sizhen masih bersikap tidak sepenuhnya percaya pada kabar burung. Tapi pengalaman langsung kali ini membuatnya yakin: Han Sen adalah penjahat, penjahat kelas kakap.
"Akan kulihat, bagaimana seorang pengecut tanpa jabatan dan gelar ini bisa menyesatkan Yang Mulia Putra Mahkota." Jia Sizhen memutuskan untuk mengunjungi Kastil Kuno Keluarga Phoenix menemui si penjahat besar yang tersohor di istana ini.
Saat Han Sen kembali ke Kastil Kuno Keluarga Phoenix, ia melihat Bao'er masih asyik bermain catur dengan Qin Bai. Wajah Bao'er berseri-seri, sementara raut Qin Bai tampak masam.
Feng Yinyin menyaksikan pertarungan dengan penuh minat. Sebenarnya selama dua hari ini dia dan Bao'er bergantian menemani Qin Bai bermain. Baru belajar permainan catur lompat, gadis ini menunjukkan antusiasme yang luar biasa.
"Dia masih mengira Qin Bai sama dengannya, sehingga bahkan mengorbankan waktu istirahat, terus bermain catur dengan mereka di sini."
"Entah dari mana, saat ini Qin Bai paling membenci permainan catur. Seumur hidupnya dia tak ingin lagi bermain catur lompat. Di masa depan, siapa pun yang berani menyebut dua kata 'catur lompat' di depannya, pasti akan dimuntahkan."
"Melihat sosok itu muncul di taman, Qin Bai langsung melontarkan pandangan minta tolong ke Han Sen. Sorot matanya lebih polos dan malang daripada seekor domba tak berdosa."
"'Yang Mulia Putra Mahkota, apakah bermain dengan Bao'er menyenangkan?' Han Sen berpura-pura tidak tahu, mendatangi Qin Bai dan bertanya."
"Qin Bai merasakan raganya melemas, akhirnya memulihkan kebebasan, langsung terjatuh dari kursi."
"Han Sen cepat-cepat memapahnya berdiri, terkejut bertanya: 'Yang Mulia Putra Mahkota, Anda tidak apa-apa?'"
Qin Bai merasa amarahnya hampir meledak. Awalnya ingin marah besar pada Han Sen, tapi setelah melirik Bao'er yang duduk di samping, langsung menyembunyikan delapan bagian kemarahannya. Dengan suara rendah penuh kebencian ia berkata, "Han Sen, Putra Mahkota ini menganggapmu teman. Bukankah aku sudah memperlakukanmu dengan baik? Kenapa kau tega mengkhianatiku seperti ini?"
"Yang Mulia Putra Mahkota, ucapan apa ini? Bagaimana mungkin hamba berani mengkhianati Paduka?" Han Sen berpura-pura terkejut sambil menatap Qin Bai.
"Kalau bukan pengkhianatan, kenapa kau mengizinkan...DIA memperlakukanku seperti ini?" Qin Bai melirik ke arah Bao'er sambil berkata, aura intimidasinya melemah beberapa tingkat.
Seumur hidupnya, banyak orang yang ditakutinya. Tapi bahkan Jia Sizhen Sang Guru Agung tak pernah membuatnya merasa segelepan ini. Kini ia tiba-tiba menyadari: Sang Guru Agung ternyata begitu baik hati, sementara wajah cantik Bao'er semakin dilihat semakin mirip iblis kecil.
Han Sen seolah tersadar: "Bukankah Yang Mulia sendiri yang ingin berlatih pedang? Aku menyuruh Bao'er menemani Yang Mulia berlatih. Ada masalah apa dengannya?"
"Dia..." Qin Bai sejenak terbata-bata.
Tanpa menunggu pertimbangannya, Han Sen langsung bertanya: "Apakah Yang Mulia terus-menerus bermain catur dengan Bao'er?"
"Tak henti-hentinya bermain catur... Dua hari dua malam..." Suara gemeretak gigi Qin Bai terdengar jelas.
Han Sen memotong dengan wajah terkejut: "Keyakinan Yang Mulia sekuat baja, pantas disebut pria 'sejati', sungguh layak sebagai Putra Mahkota Kekaisaran Qin Besar yang akan menyatukan Tianxia. Orang biasa dengan kehendak lemah sudah retak parau hanya dengan satu ronde catur. Tapi Yang Mulia ternyata bisa bertahan dua hari dua malam bersama Bao'er. Kuat, sungguh kuat! Dalam hidupku, aku Han Sen belum pernah mengagumi siapapun, tapi kali ini tidak bisa tidak mengakui kehebatan Yang Mulia."
Qin Bai membeku. Pada dasarnya dia masih anak kecil yang suka bermain-main. Meski merasa ada yang tidak beres, tapi melihat ekspresi Han Sen yang penuh kekaguman dan ketidakpercayaan, hatinya pun mulai melambung.
"Ahem, biasa saja. Hanya beberapa permainan catur. Bagi Putra Mahkota, ini sama sekali tidak berarti," kata Qin Bai dengan suara menggantung seperti orang mabuk.
"Bao'er, bukankah sudah kuperintahkan untuk mengkombinasikan kerja dan istirahat? Kenapa kau biarkan Yang Mulia terus menemanimu bermain catur? Sungguh tidak tahu tata krama!" Wajah Han Sen berubah masam saat menegur Bao'er.
Bao'er berkata dengan polos: "Awalnya memang begitu rencanaku. Tapi Yang Mulia bersikeras ingin bertarung 300 ronde denganku. Beliau kan Putra Mahkota. Mana berani kuabaikan perintahnya? Sekarang malah disalahkan?"
Ekspresi polos penuh ketersinggungan di wajah mungil Bao'er membuat Qin Bai sendiri jadi tidak tega melihatnya.
Setelah memikirkannya lebih dalam, sepertinya dia memang pernah mengatakan hal seperti itu kepada Bao'er sebelumnya. Tiba-tiba dia sangat ingin menampar mulutnya sendiri dua kali. Andai saja tahu akan seperti ini, ngapain dia ngomong sembarangan.
"Kalau tidak kuhukum berat kali ini, di kemudian hari kamu pasti akan terus bertindak semaunya dan menimbulkan bencana besar." Wajah Han Sen langsung masam, seolah ingin memberi pelajaran pada Bao'er, tapi diam-diam mengedipkan mata padanya.
Tangan Han Sen bahkan belum menyentuhnya, Bao'er sudah menangis histeris sambil terisak: "Ini semua perintah Yang Mulia Putra Mahkota! Ngapain menghukum aku tapi tidak menghukum dia?"
"Sudahlah, ini juga salahku yang bicara sembarangan tanpa klarifikasi. Han Sen, jangan persulit Bao'er lagi." Qin Bai mulai lemah hati.
"Cepat berterima kasih pada Yang Mulia! Lain kali jangan berani-berani begini lagi." Han Sen segera melepaskan Bao'er.
"Maafkan hamba, Yang Mulia. Lain kali jika kita bermain catur lagi, hamba janji setiap 10 ronde pasti memberi Yang Mulia istirahat 1 ronde." Bao'er berkata dengan penuh keyakinan.
Qin Bai mendengar kakinya gemetar, hampir saja terjatuh ke tanah, sambil terus menggelengkan kepala berkata: "Tidak lagi, tidak lagi main catur selamanya."
Han Sen melihatnya merasa lucu, hendak membantah, tiba-tiba terdengar laporan dari luar: "Tuan Han, Guru Agung Jia San memohon bertemu."
Ucapan orang itu baru saja selesai, terlihat seorang wanita berwajah dingin masuk. Qin Bai yang melihatnya langsung gemetar, buru-buru mendekat dan memberi hormat ala murid: "Qin Bai menghadap Guru Agung Jia."
"Terlalu formal, Yang Mulia." Kata Jia Sizhen, namun matanya tidak memandang Qin Bai melainkan menatap Han Sen.
Agak berbeda dari kabar yang didengarnya. Tak seperti legenda yang menyebutnya berwajah monyet, justru tampan dengan garis rahang tegas. Sulit ditebak usia sebenarnya, dari penampilan sekitar 20-30 tahun.
Tapi Jia Sizhen bukan tipe yang menilai orang dari rupa. Jadi kesannya terhadap Han Sen tak berubah meski wajahnya tampan.
“Yang Mulia Putra Mahkota, apa yang Kanda lakukan di sini?” Jia Sizhen tidak langsung berbicara dengan Han Sen. Dalam pandangannya, berbicara dengan seorang |Sang Kekasih Istana tanpa jabatan resmi seperti Han Sen sama saja mencemari mulutnya.
