Han Sen memaksakan diri merobek hukum alam semesta, dalam waktu terbatas berhasil memanggil mantra.
Penampilan mantra tidak banyak berubah – baju zirah putih, rambut panjang putih dan pupil putih, indah bak patung giok Venus.
Tak ada banyak waktu untuk mengamati penampilan mantra. Dalam status seperti ini, Han Sen hanya bisa bertahan sebentar. Dengan konsentrasi penuh, tenaga Sutra Saraf Darah dan Nyawa mulai mengalir dalam raga mantra.
Namun baru sebentar mengalir, aura itu langsung menghilang tanpa sempat mengkristalkan tenaga.
Hati Han Sen menjadi dingin, ia tahu eksperimennya gagal. Setelah mengoperasikan sekali lagi dan memastikan Hidup Darah Sutra Saraf tidak bisa berfungsi otomatis di tubuh Mantra, ia terpaksa menarik kembali tenaganya dan kembali dikenakan penindasan hukum alam semesta.
"Tampaknya tanpa raga-ku sebagai penyangga, bahkan Mantra pun tak bisa menggunakan Hidup Darah Sutra Saraf. Renacanaku benar-benar meleset." Ada sedikit frustasi di hati Han Sen.
Yang mengejutkan Han Sen adalah, meski ia sudah tidak menggunakan tenaga untuk merobek hukum alam semesta, Mantra yang dikira akan otomatis kembali ke tubuhnya akibat penindasan aturan dunia ternyata—
—masih berdiri di sana tanpa bergerak. Bahkan lebih mengejutkan, tubuhnya sama sekali tidak mengalami penolakan aturan dunia ini.
"Bagaimana mungkin? Dia kan produk Genetika Naratif, seharusnya hasil kekuatan alam semesta genetik. Kok bisa..." Han Sen tiba-tiba membeku, teringat temuan sebelumnya tentang teks klasik Genetika Naratif.
Dengan konsentrasi penuh, Han Sen mencoba membuat mantra menggunakan tenaganya. Dengan cepat Han Sen menemukan bahwa mantra ternyata bisa bebas menggunakan tenaganya sendiri tanpa diredam aturan alam semesta.
Tapi jika Han Sen sendiri menggunakan kekuatan Genetika Naratif, ia akan diredam aturan alam semesta. Hal ini membuat Han Sen frustasi dan sulit memahami prinsip apa yang sebenarnya terjadi.
Padahal mantra diciptakan dari raganya sendiri, tapi kekuatan yang bisa digunakan mantra justru tak bisa ia pakai.
Tapi justru karena ini, Han Sen menyadari satu hal baik: Karena mantra bisa bebas menggunakan kekuatan Genetika Naratif, ia hanya perlu mempelajari Genetika Naratif Terbalik untuk bergabung dengan mantra dan langsung masuk ke status pemecah batas.
Dengan cara ini, baik Genetika Naratif normal maupun terbalik tidak akan mengalami penolakan dari dunia ini.
"Ingin mempelajari Genetika Naratif Terbalik bukanlah hal yang mudah, tapi jika kucing tua saja bisa meneliti Sutra Saraf Darah dan Nyawa Terbalik, tidak ada alasan aku tidak bisa." Han Sen bertekad untuk fokus meneliti Genetika Naratif Terbalik terlebih dahulu.
Namun mempelajari teknik gen baru, meski berdasar pada pendahulu, bukan urusan satu dua hari. Rencana awal menyelesaikan penelitian Kekuatan Pemecah Batas sebelum Pertempuran di Hadapan Tuhan, kini jelas mustahil.
Ternyata penelitian Genetika Naratif tidak berjalan mulus, menyangkut banyak aspek kompleks - tidak sekadar memutar balik teknik gen.
Hingga Pertempuran di Hadapan Tuhan dimulai, penelitian Genetika Naratif Han Sen baru sebatas tahap permulaan.
Meski terbiasa dengan Suasana Besar, Han Sen tetap terkejut menyaksikan skala epik pembukaan Pertempuran di Hadapan Tuhan.
Di hamparan bidang bintang yang tak bertepi, satu per satu sinar bagaikan pilar langit menyambungkan langit dan bumi. Semua sinar itu berasal dari kuil-kuil, yang paling gemilang dan menyilaukan adalah dua belas sinar dari Kuil Penghancuran.
Seluruh langit berbintang seakan berubah menjadi hutan sinar. Dua belas sinar dari Kuil Penghancuran bagaikan dua belas pohon besar yang menembus langit paling mencolok di hutan itu. Meski sinar-sinar lain lebih redup, mereka tetap memiliki kecemerlangan yang menyatukan langit-bumi.
"Lho, dari mana asal sinar ilahi itu?" Rakyat biasa dan bangsawan dari Tujuh Kekaisaran tiba-tiba menyadari, ternyata ada satu sinar yang mampu menyaingi dua belas sinar Kuil Penghancuran.
Setiap sinar Kuil Penghancuran memiliki karakteristik berbeda, membawa sifat alami kuil masing-masing dan Kewibawaan Ilahi dari dewa-dewanya.
Sementara sinar setara tingkat kehancuran ini, seluruh tubuhnya keemasan bagaikan pilar emas raksasa yang menyangga langit-bumi. Kilau keemasannya yang memukau, penuh dengan aura orang baru kaya.
Cahaya ilahi hanya bertahan sebentar sebelum menyembunyikan diri. Para petarung kuat hanya bisa menilai bahwa cahaya emas ilahi tersebut berasal dari Bidang Bintang Kristal Emas, namun posisi konkretnya tetap misterius.
Saat Han Sen bersama Feng Yinyin dan Bao'er berteleportasi kembali ke Kuil Dewa Kekayaan, mereka menemukan tirai cahaya baru di depan patung dewa. Dalam tirai itu terpantau langit berbintang dengan pola yang aneh.
Meski Feng Yinyin baru memperoleh Darah Dewa yang sangat kuat - memungkinkannya menggunakan benih gen tingkat tinggi - Phoenix Suara Surgawi hasil evolusi tangan Feng Feifei memiliki kecocokan terlalu sempurna dengan sang pencipta. Yin Yin harus melatih benih gennya sendiri dari awal.
Feng Feifei memberinya satu Bibit Gen Tingkat Dewa. Sayangnya makhluk itu masih dalam fase bayi dan belum menunjukkan kekuatan berarti.
Awalnya Feng Feifei melarang Feng Yinyin mengambil risiko ikut Pertempuran di Hadapan Tuhan, tapi Feng Yinyin sangat ingin nimbrung, akhirnya berjanji tidak akan masuk ke medan pertempuran secara fisik, hanya mengontrol benih gen-nya untuk bertarung.
Pertempuran di Hadapan Tuhan bisa diikuti secara fisik atau hanya menggunakan benih gen. Selama tidak bertemu musuh yang terlalu perkasa, orang biasa biasanya memilih menghadapi musuh dengan benih gen dulu.
Han Sen juga berencana seperti itu. Namun sebagai sang diri asli dewa, Han Sen tidak bisa mendaftar kompetisi. Baru setelah melepas Mahkota Tian Shen, dia berhasil mendaftarkan diri.
Han Sen mendaftar dengan kode "Koin Emas". Melihat ayahnya pakai kode, Bao'er juga membuat kode "Yuan Bao", bahkan nekat ikut bertarung bersama.
Feng Yinyin merasa tertarik, setelah berpikir, saat mendaftar dia membuat kode "Zhao Cai".
Hari ini hanya waktu pendaftaran. Pertempuran di Hadapan Tuhan yang sesungguhnya baru akan dimulai tiga hari kemudian, saat itu lawan mereka baru akan diundi.
"Bao'er, kukupinjamkan Raja Merak Tiansayap Emas untukmu?" Han Sen melihat Bao'er juga ikut kompetisi, tahu sepertinya tidak ada benih gen kuat di tubuhnya, lalu berkata demikian.
Bao'er memeluk kucing kecil sambil menggoda main dengannya: "Tak perlu. Aku punya ikan Feiyu kecil dan kucing ini."
"Mereka bisa mewakilimu di perang para dewa?" Han Sen tertegun sejenak. Tadinya ia mengira hanya benih gen yang sudah dijinakkan bisa bertempur, sedangkan ikan Feiyu dan kucing ini statusnya liar.
"Seharusnya bisa." Bao'er tidak sepenuhnya yakin, tapi ia santai saja, ikut kompetisi semata-mata untuk bersenang-senang.
"Nanti kita lihat saja saat waktunya tiba." Han Sen berpikir sejenak, lalu memindahkan Raja Merak Tiansayap Emas-nya ke Feng Yinyin: "Yin Yin, benih genmu meski dasarnya bagus, tapi masih fase bayi. Sulit bertahan lama. Raja Merak Tiansayap Emas ini untuk sementara kupinjamkan padamu."
“Bagus.” Feng Yinyin tidak menolak, menerima Raja Merak Tiansayap Emas.
Bagi orang biasa, sekalipun penerus dewa tingkat kehancuran lainnya, mustahil bisa menjinakkan Raja Merak Tiansayap Emas dalam waktu singkat. Mengingat raja merak ini sudah memiliki jejak semangat Han Sen, butuh waktu lama bagi orang lain untuk melatihnya kembali.
Namun Feng Yinyin berbeda. Sebagai penerus Han Sen yang memiliki secuil energi spiritualnya, ditambah otoritas ganda dewa kehancuran, barulah bisa menahan diri untuk mengendalikan raja merak tersebut.
Alasan Han Sen meminjamkan raja merak itu karena Naga Darah Suci telah menyelesaikan evolusi. Dengan hadirnya makhluk ini, raja merak tanpa garis darah bangsawan menjadi tidak signifikan.
