"Yang Mulia, mohon panggil dulu benih gen pelindung sebelum mencabut pedang." Baili Tianya dan Jia Sizhen sama-sama tak berani sembrono, berdiri mengapit kiri-kanan di sisi Qin Bai, siaga setiap saat untuk memberikan bantuan.
"Tidak perlu." Qin Bai mendatangi pedang besar itu dan mengulurkan tangan untuk memegang gagangnya. Tapi pedang itu terlalu tinggi, setelah berhasil memegang gagangnya, ia kesulitan mengerahkan tenaga.
Melihat pedang itu tidak bermata tajam, Qin Bai langsung memeluk bilah pedang dengan kedua tangan, lalu menariknya sekuat tenaga.
Baili Tianya dan Jia Sizhen hampir mati ketakutan. Cara mencabut seperti ini, bagaimana jika pedang besar itu tidak mengakui Qin Bai? Serangan langsung akan menghantam tubuh Qin Bai tanpa sempat memberi waktu bereaksi sedikitpun.
Keduanya ingin menghentikan, namun Qin Bai sudah berhasil mencabut pedang berlian besar itu. Bzzzt! Sinar pedang berkilauan tiba-tiba melesat dari bilahnya, dalam sekejap merobek zirah Qin Bai hingga darah segera membasahi sebagian besar baju perangnya.
Jia Sizhen bereaksi secepat kilat. Kilatan pedangnya melesat menghantam pedang berlian itu hingga terlempar jauh.
Baili Tianya langsung terbang memeluk Qin Bai, segera memeriksa luka Qin Bai. Untungnya refleks Jia Sizhen cukup cepat, pedang besar belum sempat membelah tulang dada Qin Bai, hanya melukai daging saja.
Jia Sizhen kembali mengeluarkan sinar pedang, langsung membelah pedang berlian menjadi dua bagian. Pedang berlian yang patah itu langsung meledak, menjulang membentuk awan jamur yang berubah menjadi debu beterbangan.
Seandainya tadi Jia Sizhen langsung memotong pedang besar saat masih dalam pelukan Qin Bai, ledakan ini mungkin sudah membuat tubuh Qin Bai hancur berkeping-keping.
Qin Bai membelalakkan matanya melihat luka di dadanya yang mengucurkan darah segar, baru menyadari rasa sakitnya lalu menjerit: "Aduh... sakit sekali..."
Qin Bai mana pernah mengalami kerugian dan penderitaan seperti ini, jeritannya sampai mengeluarkan air mata dan ingus.
Baili Tianya memanggil benih gen dengan kemampuan penyembuhan untuk mengobati luka di tubuh Qin Bai.
"Yang Mulia Putra Mahkota, luka kecil begini tak perlu diteriaki sedramatis ini kan?" Han Sen berjongkok di sebelah Qin Bai sambil tersenyum lebar.
"Yang terluka bukan kamu, tentu saja tidak sakit." Qin Bai menjawab sambil mengalirkan air mata.
Han Sen tersenyum tanpa bicara. Luka yang pernah dialaminya melebihi semua luka yang pernah Qin Bai lihat seumur hidup. Luka sekecil ini benar-benar tak ada artinya.
Tapi tentu Han Sen takkan membahas hal itu, hanya berkata sambil tersenyum manis: "Benar juga, andai aku, pasti tak asal mencabut pedang-pedang itu, apalagi tanpa menggunakan benih gen. Yang Mulia ini memang terlalu Tegas."
"Kamu... kamu... masih berani menggodaku dengan ucapan sinis!" Qin Bai membentak marah.
Han Sen tertawa. Bao'er di sampingnya menambahkan: "Tegas memang tegas, sayangnya terlalu lemah. Bahkan sebilah pedang pun tak bisa ditaklukkan, benar-benar terlampau kalah."
“Siapa bilang aku tidak bisa menaklukkannya? Hanya saja tadi sempat kehilangan kendali.” Qin Bai langsung kesal. Awalnya ingin marah, tapi begitu melihat yang berbicara adalah Bao'er, aura menekannya langsung melemah.
“Kehilangan kendali tadi? Kalau begitu, coba cabut beberapa pedang lagi.” Bao'er memandangi Qin Bai dengan penuh minat.
“Cabut ya cabut.” Meski hatinya agak ciut, karena sifatnya yang suka menjaga muka, Qin Bai langsung bersikap keras kepala.
Bao'er enggan melepaskannya, tersenyum manis: “Bagus. Kalau berani cabut, takut nanti malah ngompol ketakutan.”
Luka di tubuh Qin Bai sudah disembuhkan Baili Tianya. Mendengar ucapan Bao'er, wajahnya langsung memerah karena malu: “Hmph! Bao'er lihat baik-baik, Putra Mahkota ini akan mencabutnya untukmu!”
Baili Tianya menatap Han Sen, berharap dia menghentikan situasi ini. Tapi Han Sen pura-pura tidak melihat, asyik mengobrol dengan Jian Bugu di samping.
Qin Bai retorikanya garang, tapi kakinya tak bergerak sama sekali. Tatapan minta tolongnya tertuju pada Han Sen, namun menyadari sang legenda sama sekali tak mempedulikan, sedang asyik mengobrol dengan Jian Bugu.
"Ada apa? Kamu benar-benar tak berani ya?" ucap Bao'er sambil memelintir bibirnya.
"Tak ada hal di Tianxia yang tak berani Putra Mahkota ini lakukan!" Qin Bai mengatupkan gigi, sorot matanya menyapu area sekeliling sebelum melangkah menuju batang pendek berkarat tembaga yang terlihat kuno dan tak berbahaya.
Trauma akan insiden sebelumnya, kali ini Qin Bai menghindari senjata-senjata mengilap yang terang-terangan mematikan. Batang tembaga itu terkesan lebih aman, dengan daya pukau pasti kecil.
Belajar dari kesalahan sebelumnya, Qin Bai terlebih dulu memanggil benih gen terkuat dalam tubuhnya. Setelah proses penggabungan selesai, barulah ia mendekati objek tembaga itu.
Meski masih ada banyak Bibit Gen Tingkat Dewa di tubuhnya, tapi karena kemampuannya sendiri terbatas dan tidak banyak berlatih dengan baik, dia terpaksa hanya bisa bergabung dengan satu gen species gabungan, tidak bisa melakukan fusi berganda.
Dengan hati-hati Qin Bai mendekati tongkat tembaga, mengumpulkan tenaga gen species gabungan dengan serius hingga kilatan keemasan menyelubungi raga dan kedua tangannya, barulah dia mencabut tongkat itu sekuat tenaga.
Tongkat tembaga langsung tercabut, namun gemetar tak henti di genggamannya, seolah berusaha melepaskan diri dari cengkeraman telapak tangannya.
"Kau milikku!" Qin Bai mencengkeram erat sambil berteriak lantang.
Tak bisa kabur, tongkat itu pun meledakkan diri. Meski tenaganya jauh kalah dengan gen species gabungan di tubuh Bai, ledakan dahsyat dari penghancuran diri itu tetap berhasil melontarkan Qin Bai hingga terjatuh ke tanah. Meski tak terluka, kedua tangannya gemetar hebat akibat getaran ledakan.
"Memang masih terlalu rapuh, bahkan sebilah tongkat pendek reyot pun tak bisa ditaklukkan." Bao'er menggelengkan kepala sambil berkesedihan.
Qin Bai langsung memerah padam, bangkit tanpa sepatah kata pun lalu menyambar senjata lain di dekatnya.
Kini dia sadar, dengan benih gen tingkat dewa yang melindungi tubuh, senjata-senjata itu tak semenyeramkan itu. Rasa sakit yang ditimbulkan masih bisa ditahan asal dipaksakan.
Namun nasib Qin Xiu jelas tak beruntung. Tujuh senjata berturut-turut dicabutnya, tapi tak satu pun yang mau mengakuinya. Semua memilih meledakkan diri.
Untungnya dia Qin Bai, Putra Mahkota Kekaisaran Qin Besar. Benih gen di tubuhnya sangat perkasa, ledakan senjata biasa sulit benar-benar melukainya.
Tapi pukulan psikologis seperti ini sulit diterima Qin Bai.
"Bao'er bisa mencabut dengan mudah, bahkan banyak pedang batu permata hijau kecil yang mengakuinya. Kenapa setelah mencabut sebanyak ini, tak satu pun yang mau memilihku? Apa aku memang tak berguna?" Kondisi hati Qin Bai benar-benar terpuruk.
"Han Sen, apakah aku benar-benar tidak berguna? Kenapa semua senjata itu tidak mengakuiku?" Qin Bai mulai meragukan makna hidupnya.
Baili Tianya dan Jia Sizhen sama-sama berkesedihan di hati. Seperti hati manusia, senjata-senjata itu mustahil mengakui Qin Bai yang masih suka bermain-main dan belum memiliki keteguhan hati.
Han Sen tersenyum: "Yang Mulia hanya belum menguasai metode khusus saja. Dengan teknik yang tepat, mendapatkan pengakuan dari senjata-senjata itu sama sekali tidak sulit."
Mata Qin Bai langsung berbinar: "Oh begitu! Metode seperti apa yang harus kugunakan?"
"Bao'er, pinjamkan pedang kayumu kepada Yang Mulia." Han Sen berkata pada Bao'er yang berdiri di samping.
Bao'er mengeluarkan pedang kayu kecilnya dan menyodorkannya ke Qin Bai. Han Sen melanjutkan: "Bawa pedang ini dan coba cabut salah satu pedang di sana."
Dengan setengah percaya setengah ragu, Qin Bai membawa pedang kayu itu mendekati pedang besar berlian yang ditunjuk Han Sen.
“Benar-Benar Bisa?” Qin Bai memandang Han Sen dengan ragu.
“Coba saja, pasti tahu jawabannya.” Han Sen tersenyum.
Qin Bai mengatupkan giginya, setelah menggunakan tenaga benih gen untuk melindungi raganya, ia memeluk erat pedang besar itu dan menariknya sekuat tenaga. Pedang besar berlian itu langsung tercabut dari sarangnya.
Anehnya, pedang besar berlian ini sama sekali tidak menyerangnya. Malah patuh berada dalam genggamannya, memancarkan cahaya ilahi yang berkilauan. “Benar-Benar Bisa!” seru Qin Bai sambil terkagum-kagum.
