Han Sen bergumam dalam hati: "Kenapa tidak pernah dengar kalau Zhao Ning'er ternyata punya saudari kembar? Meski wajah mereka sama, yang perlu kuperhatikan adalah Zhao Ning'er, bukan adik kembarnya ini."
Gadis itu sudah membawa Han Sen ke dalam kamar, menerjang ke ranjang sambil kedua tangan menggenggam patung lumpur Han Sen. Sambil menggeleng-gelengkan patung itu, ia bergumam lirih: "Kakak benar-benar hebat, bahkan Pendekar Pedang Nomor Satu Qin bisa ditangkap dengan mudah. Apakah jiwa benar sekuat itu?"
Orang biasa yang diubah menjadi patung lumpur memang tak berbeda dengan patung asli, kehilangan tujuh indra. Sayangnya Han Sen tidak benar-benar menjadi patung lumpur, sehingga setiap kata gadis itu terdengar jelas di telinganya.
Dan Han Sen juga melihat ekspresi cemas memenuhi wajah gadis itu. Ia melanjutkan, "Kakak hanya lahir beberapa menit lebih awal dariku, tapi selalu merawatku hingga sekarang. Meski tak pernah mengeluh, aku tahu betapa lelahnya dia setiap hari harus bertahan di antara para pejabat penting itu. Demi melindungiku, tak terhitung upaya yang telah dikorbankannya. Andai bukan untuk mencegahku diganggu, pasti dia tak akan mengambil risiko menerima jiwa itu."
Pikiran Han Sen tetap tenang. Terlalu banyak hal menyedihkan di dunia ini. Setiap orang punya alasan sulitnya masing-masing. Han Sen bukanlah Yang Mulia di Kuil Gen, tentu tak mungkin memenuhi semua keinginan manusia.
Hanya saja Han Sen merasa agak aneh, untuk apa gadis ini mengatakan semua itu kepada boneka lumpur?
Gadis itu meletakkan boneka tanah di meja samping tempat tidur, menyatukan kedua telapak tangan dan bersujud ke arah boneka tanah itu dengan wajahnya yang begitu khusyuk sambil terus bergumam: "Aku tahu kamu polos, Kakak sama sekali tak ada permusuhan denganmu, seharusnya tidak mengincar nyawamu. Tapi kakakku juga bukan benar-benar berniat jahat padamu, semua ini demi aku. Kalau kau menyimpan dendam, nanti setelah jadi hantu datanglah menghantuiku saja, jangan ganggu kakakku..."
Gadis itu memohon ke arah boneka tanah dengan raut wajah penuh ketulusan.
Han Sen juga yakin setiap kata gadis ini tulus dari hati. Orang-orang yang menjadi korban Zhao Ning'er sama seperti boneka tanah, sama sekali tak bisa mendengar ucapannya maupun melihat tindakannya. Seharusnya tak perlu ada pertunjukan yang dibuat-buat.
Dengan konsentrasi penuh, tiba-tiba Han Sen bersuara: "Jika benar-benar berniat baik, lebih baik diam-diam melepaskanku. Pasti kubicarakan kebaikanmu seumur hidup."
Gadis itu terkejut, lalu memandang Han Sen yang masih berwujud patung tanah liat dengan heran: "Bagaimana mungkin kau masih bisa bicara? Makhluk hidup yang telah dijadikan patung tanah liat oleh kakakku, seharusnya sama sekali tak berbeda dengan orang mati."
"Tenagaku agak khusus, masih bisa menopang untuk berbicara, tapi tak bisa melepaskan diri. Jika benar kau punya belas kasihan, tolonglah tunjukkan kebaikan hatimu dengan membebaskan aku." Han Sen ingin menguji apakah gadis ini benar-benar baik hati.
"Tapi jika kubebaskan kau, kakakku pasti sangat marah." Gadis itu ragu-ragu.
"Jika kau tak membebaskanku, aku pasti mati. Sungguhkah tega melihatku dibunuh oleh kakakmu? Tolong, bebaskan aku." Han Sen memohon dengan nada memelas.
Gadis itu tampak sangat bimbang, baru setelah beberapa lama mengatupkan gigi berkata: "Aku bisa membebaskanmu, tapi kau harus berjanji padaku satu hal: Jangan benci kakakku, juga jangan cari-cari masalah dengannya. Dia terpaksa melakukan ini, bukan bermaksud jahat."
“Baik, asalkan kamu mau memohon padaku, aku bisa berjanji. Selama kakakmu tidak datang membunuhku, aku tidak akan membunuhnya.” Han Sen saat ini masih belum yakin apakah gadis ini benar-benar baik hati atau berpura-pura baik.
“Baiklah, bagaimana caranya aku bisa menyelamatkanmu?” Gadis itu mengangkat patung lumpur dengan kedua tangannya sambil bertanya.
“Bisakah kau membawaku ke Qin?” ujar Han Sen mencoba-coba.
Gadis itu menggelengkan kepala: “Aku belum pernah meninggalkan Sistem Bintang Yudu, beberapa tahun terakhir bahkan tidak pernah keluar dari Ning’er. Aku sama sekali tidak tahu cara pergi ke Qin. Sekalipun aku tahu jalannya, kakakku pasti tidak akan mengizinkanku pergi dari Ning’er.”
Han Sen berpura-pura pasrah: “Kalau begitu hanya ada satu cara, tapi metode ini cukup merepotkan dan membutuhkan kerjasamamu untuk membebaskanku.”
“Selama bisa kulakukan, aku pasti akan menyelamatkanmu,” jawab gadis itu.
Han Sen terdiam sejenak lalu melanjutkan, "Untuk menyelamatkanku, pertama-tama kita harus memecahkan segel yang ditinggalkan kakakmu di tubuhku. Tahukah kamu bagaimana cara membatalkan segel itu?"
Gadis itu menggelengkan kepala, "Aliran roh suci kakak dan aku berbeda. Benih gen yang kami gunakan juga tidak sama. Apalagi sejak mendapatkan jiwa, dia sudah menjadi petarung pemecah batas. Aku tidak bisa membuka segelnya."
"Aku punya metode khusus. Kamu hanya perlu mengoperasikan tenagamu sesuai petunjukku, lalu menyalurkannya ke dalam tubuhku. Dengan itu, segel di tubuhku akan terurai," jelas Han Sen.
"Baik, apa yang harus kulakukan?" Gadis itu mengangguk penuh tekad.
Han Sen berpikir sejenak lalu berkata, "Setelah menyatu dengan benih gen, konsentrasikan tenaga pada sepuluh jarimu. Tekan titik-titik berikut di..."
Secara mengejutkan, gadis itu benar-benar mengikuti instruksi Han Sen. Sayap cahaya putih mulai bermunculan di punggungnya, sementara cahaya suci berkilauan menyelimuti seluruh tubuhnya.
"Hanya dengan melihat aura ini, sudah tahu benih gen-nya bukan main, pasti bukan benda biasa."
Gadis itu menggunakan kedua tangan mengangkat patung tanah liat, jarinya menekan tubuh Han Sen, menuangkan tenaganya tanpa henti ke dalam patung.
Han Sen melihat gadis ini benar-benar polos, ternyata betul-betul memindahkan seluruh tenaganya ke dalam raganya, mulai mempercayainya sedikit namun belum sepenuhnya yakin.
"Sekarang langkah krusial. Kumpulkan aura di dada, tempelkan bibirmu di dahiku, lalu transfer napas. Hanya sebentar, segel di tubuhku akan terlepas." Han Sen berniat menguji lagi.
Tak disangka gadis itu tanpa ragu, mengikuti instruksi Han Sen. Aura terkumpul di dadanya, bibir harumnya menempel di posisi dahi patung tanah liat.
Han Sen langsung merasakan tenaga murni membanjiri tubuhnya, semakin deras alirannya. Sementara wajah gadis itu memucat, dahinya sudah basah oleh butiran keringat.
"Sama-sama lahir dari ibu yang sama, bahkan kembar, kenapa perbedaan antara saudari begitu besar?" Han Sen mulai percaya gadis ini benar-benar polos.
Melihat patung lumpur masih tak bergerak, gadis itu mengira transfer auranya kurang, lalu memaksakan lebih banyak aura.
Han Sen merasa agak malu. Menipu orang licik, dia bisa lebih kejam. Tapi menipu gadis polos ini membuatnya tak nyaman.
"Cukup, segel sudah terlepas." Begitu kata Han Sen, wujud aslinya langsung pulih.
Gadis itu gembira melihat Han Sen berubah jadi manusia hidup, tapi segera cemas: "Kamu janji akan maafkan kakakku, jangan balas dendam!"
"Tenang, janjiku tak pernah ingkar. Selama dia tak menggangguku, aku tak berminat padanya." Han Sen mengangguk tegas.
“Kalau begitu cepatlah kabur, jangan sampai kakakku melihatmu lagi. Lain kali aku tidak bisa menyelamatkanmu.” kata gadis itu.
“Kalau begitu aku pergi.” Han Sen berdiri dan melangkah dua langkah, lalu berpura-pura limbung hingga nyaris terjatuh ke tanah.
Gadis itu buru-buru memeluk Han Sen dan bertanya cemas: “Kamu tidak apa-apa?”
“Memecahkan segel telah menghabiskan seluruh tenagaku. Sekarang aku benar-benar lemas, bahkan tidak sanggup berdiri.” Han Sen bersandar pada gadis itu sambil terengah-engah.
