Feng Feifei dan Feng Yinyin menemani Bao'er. Mereka sengaja tidak memberi tahu Bao'er tentang kabar menghilangnya Han Sen karena khawatir gadis kecil itu akan sedih nestapa.
Melihat Bao'er asyik menyantap camilan sambil menonton film komedi dengan wajah sangat antusias, Feng Feifei berkesedihan dalam hati: "Jika benar terjadi sesuatu pada Han Sen, entah bagaimana cara memberitahukan hal ini pada Bao'er."
"Ayah!" teriak Bao'er yang sedang asyik menonton, tiba-tiba melempar camilan di pelukannya lalu melompat bangkit menerjang ke arah langit-langit seolah Han Sen berdiri di sana.
Namun Feng Feifei dan Feng Yinyin sama sekali tidak melihat apa-apa. Mereka hanya menyaksikan Bao'er gagal mengejar lalu terjatuh dari udara.
“Bao'er, kamu tidak apa-apa?” Feng Feifei cepat berlari ke sana menggendong Bao'er, agak menyayangi sambil bertanya.
“Aku tidak apa-apa.” Mulut Bao'er berbicara pada Feng Feifei, mata tetap menatap ke arah tempat yang tadi kosong, lalu berkata: “Ayah, sedang apa kau?”
Han Sen berseri-seri tak bisa menyembunyikan kegembiraannya, meski Bao'er juga tidak bisa menyentuh tubuhnya, tapi Bao'er bisa melihatnya. Akhirnya ada yang bisa melihatnya, kehadiran seperti ini lebih membuat Han Sen gembira daripada memenangkan lotre.
“Ayah tidak melakukan apa-apa. Tubuh entah kenapa berubah menjadi seperti ini. Selain kamu, tidak ada yang bisa melihatku, dan tidak ada barang apapun yang bisa menyentuhku.” Han Sen menceritakan pengalamannya pada Bao'er.
“Bagaimana mungkin ini terjadi?” Bao'er penasaran mengulurkan tangan kecilnya untuk mencoba menangkap tubuh Han Sen. Seperti yang dikatakan Han Sen, tangannya menembus langsung melalui tubuh Han Sen.
“Bao'er, kamu kenapa?” Feng Feifei khawatir mengamati Bao'er. Di matanya, Bao'er seperti kesurupan sambil bergumam sendiri, seolah sedang bicara dengan hantu.
“Aku sedang ngobrol sama Ayah. Kalian nggak melihatnya?” Bao'er beralih ke Feng Feifei dan Feng Yinyin sambil bertanya.
Kedua saudari itu saling memandang, lalu sama-sama menggelengkan kepala. Sorot mata mereka ke arah Bao'er semakin penuh keanehan.
Bao'er terus berbincang dengan Han Sen sambil melompat-lompat berusaha menyentuhnya, namun tetap gagal. Dia memang bisa melihat Han Sen, tapi sama sekali tak bisa menjangkaunya.
Tingkah laku Bao'er ini membuat hati Feng Feifei dan adiknya semakin tersayat. Mereka mengira ini halusinasi akibat kerinduan berlebihan Bao'er pada Han Sen.
Han Sen sendiri merasa lebih lega. Meski tetap tak bisa disentuh, setidaknya masih ada yang menyadari eksistensinya di dunia ini - tak sepenuhnya menjadi hantu sesungguhnya.
"Bao'er, Ayah perlu pergi beberapa waktu. Untuk sementara tinggallah di Kastil Kuno Keluarga Phoenix. Oh ya, sebentar lagi Zhao Ning'er dan Zhao Qiuyi akan datang ke sini. Tolong simpan barang-barang yang mereka bawa. Khusus pedang Cun Hui itu, jangan sekali-kali kau cabut. Ada juga Gen Pemecah Batas, simpanlah dengan baik khusus." Han Sen berkata pada Bao'er.
"Ayah, mau ke mana?" tanya Bao'er sambil berkedip-kedip.
"Mencari cara untuk memulihkan tubuh." Han Sen melirik Kuil Gen di tengah kehampaan. Jika sekarang masih ada yang bisa membantunya, mungkin hanya Yang Mulia Dewa Kuil Gen dan Dewi Bulan.
Para Tuhan sendiri adalah ras makhluk astral. Yang Mulia itu adalah penguasa segalanya para dewa. Tentang masalah entitas spiritual, pasti Dia yang paling paham. Mungkin bisa menjelaskan kondisiku sekarang.
Sedangkan Dewi Bulan pernah menggunakan Cermin Bulan, seharusnya tahu beberapa hal tentang Cermin Bulan. Hal ini juga membantu Han Sen memahami kondisinya sendiri, karena kondisi raga Han Sen saat ini memiliki hubungan langsung dengan Cermin Bulan.
Sayangnya Han Sen sama sekali tidak tahu di mana Dewi Bulan berada, sehingga terpaksa pergi ke Kuil Gen untuk mencoba hoki.
Setelah menyuruh Bao'er menunggu saudari Zhao di Kastil Kuno Keluarga Phoenix, dengan konsentrasi penuh Han Sen segera menuju Kuil Gen di alam kosong.
Kuil Gen berdiri di tengah kehampaan, bukan bagian mana pun dari langit berbintang. Sekalipun terbang sejauh apapun di angkasa, mustahil menyentuh Kuil Gen.
Tapi hanya dengan sekali pikiran, Han Sen sudah tiba di depan gerbang Kuil Gen.
Han Sen sebenarnya tidak asing dengan Kuil Gen. Saat berada di Alam Semesta Genetik Raya, dia sudah berkali-kali melihat kuil ini.
Namun kini terlihat berbeda, memunculkan persepsi baru yang bertolak belakang.
Dahulu Han Sen melihat Kuil Gen hanyalah sebuah kuil raksasa yang berdiri di puncak sekumpulan kuil.
Tapi sekarang terlihat berbeda, berbagai kuil tidak menampakkan diri. Di bawah kuil, terdapat pusaran seperti lubang hitam yang berputar.
Makhluk astral yang terbang dari seluruh penjuru alam semesta masuk satu per satu ke dalam pusaran dan menghilang. Seluruh Kuil Gen bagaikan monster purba raksasa yang terus menelan jiwa-jiwa bagaikan lautan luas.
Berdiri di depan Kuil Gen, menyaksikan jiwa-jiwa di bawah kaki seperti air pasang tersedot ke dalam pusaran, perasaan itu tak bisa diungkapkan.
Di hati Han Sen tiba-tiba muncul pikiran aneh: "Manusia Perlindungan bisa merampas kemampuan roh binatang, ini seharusnya adalah metode merebut roh. Ini juga arah penelitian Raja Dimensi dan Qin Xiu. Lalu sekarang aku yang merupakan makhluk astral murni, apakah bisa dianggap sebagai roh binatang atau entitas seperti Jiwa Suci Tuhan?"
Beralih subjek, kebingungan di hati Han Sen semakin menjadi: "Bagaimana roh-roh yang masuk ke Kuil Gen ini bersiklus antara dua alam semesta? Apakah Kuil Gen benar-benar hanya stasiun transit? Ataukah ada rahasia lain di dalamnya yang belum kuketahui?"
Saat Han Sen sedang berpikir, terdengar suara "kres" - gerbang Kuil Gen perlahan terbuka. Dari celah pintu yang merekah, memancarlah cahaya ilahi gemilang.
Cahaya ilahi semacam ini sudah sering disaksikan Han Sen. Hanya saja sebelumnya kekuatan nyatanya kurang, membuatnya tak bisa melihat jelas apa yang sebenarnya ada di balik kecemerlangan itu.
Namun kini, berdiri di depan gerbang besar, Han Sen sama sekali tidak terpengaruh oleh cahaya tersebut. Melalui pintu yang semakin terbuka, sorot matanya menembus kilauan itu dan bisa menyaksikan dengan gamblang pemandangan di dalam kuil.
Pada saat pintu terbuka, makhluk-makhluk astral yang mengambang di sekitarnya tiba-tiba seperti menerima panggilan gaib. Sorot mata mereka yang sebelumnya ragu kini berubah menjadi gila-gilaan, berusaha mati-matian melepaskan diri dari tarikan pusaran, lalu berlomba-lomba menerjang ke arah gerbang Kuil Gen.
Makhluk astral yang lemah sama sekali tak mampu melawan daya tarik pusaran. Setelah beberapa kali meronta-ronta, akhirnya mereka tetap tersedot masuk ke dalam pusaran.
Sebagian makhluk astral yang kuat memaksakan diri melepaskan cengkeraman pusaran. Dengan ganas mereka menerobos hingga depan gerbang Kuil Gen, berusaha mati-matian untuk masuk ke dalam.
Namun saat tubuh astral mereka tersentuh cahaya ilahi yang memancar dari dalam gerbang, kejadiannya bagaikan salju jatuh ke bara api. Seluruh wujud mereka menguap seketika.
Meski demikian, para makhluk astral perkasa itu tetap berebutan menerjang gerbang Kuil Gen. Sayangnya tak satu pun yang berhasil masuk, seluruhnya lenyap ditelan cahaya ilahi yang suci.
Hanya dalam sekejap, ribuan roh telah dibersihkan secara total, membuat Han Sen tak bisa menahan alisnya yang berkerut.
"Bukankah tugas Kuil Gen adalah memelihara keseimbangan alam semesta raya, membuat roh terus bereinkarnasi? Kenapa mereka membunuh roh?" Kecurigaan mulai muncul dalam pemahaman Han Sen sebelumnya.
"Akhirnya kamu datang." Suara seorang wanita terdengar dari balik gerbang yang memancarkan cahaya ilahi berkilauan.
