Han Sen diam-diam mengutuk: "Kemampuan stabilisasi abadi Genetika Naratif tak mampu menahan invasi informasi genetik!"
Han Sen menemukan raganya mengalami transformasi mengerikan - bulu-bulu halus berwarna merah mulai tumbuh di kulitnya, mirip keringat yang terpapar zat aneh.
Tanpa ragu, dia langsung mengaktifkan tubuh Super God, dalam sekejap raganya berubah menjadi makhluk astral tak berbentuk.
Sensasi mendidih di dalam tubuh langsung menghilang, namun bisa dilihat titik-titik cahaya tak terhitung berkilauan dalam tubuh astral Han Sen. Karena kehilangan benda tempelan, titik-titik cahaya itu berhamburan lalu terkristal kembali menjadi tanda cahaya yang pernah disaksikan Han Sen sebelumnya.
Tanda cahaya yang kehilangan target hanya berkedip sesaat, kemudian kembali masuk ke dalam Prasasti Gen dan lenyap tanpa jejak.
Han Sen menghela nafas lega panjang, mengira persoalan ini sudah selesai. Tapi siapa sangka prasasti itu tiba-tiba memancarkan kilatan cahaya menyilaukan. Tiga karakter "Prasasti Gen" bersinar terang bagaikan matahari di langit, memancarkan cahaya gemilang.
Tubuh Super God Han Sen tiba-tiba seperti ditarik magnet kuat, secepat itu tersedot ke arah Prasasti Gen.
Han Sen meronta-ronta sekuat tenaga tapi sia-sia. Badannya menghantam keras prasasti itu dengan suara gedebuk.
Han Sen secara tidak sadar menggunakan kedua tangannya melindungi kepala untuk menyambut benturan mengerikan itu. Namun, yang terjadi berikutnya di luar dugaan - tubuhnya justru langsung menembus masuk ke dalam Prasasti Gen.
Sensasinya mirip terjatuh ke air, seolah yang ditabrak bukan prasasti batu melainkan permukaan danau. Seluruh raganya telah masuk ke dalam objek misterius tersebut.
Dengan mata terbelalak penuh keterkejutan, Han Sen menyaksikan alam semesta tak bertepi bagai lautan bintang. Jutaan bintang berkelap-kelip membentuk pusaran dan gelombang bintang yang memesona.
Namun setelah diamati lebih seksama, terlihat keanehan pada konstelasi bintang-bintang itu. Antara bintang yang satu dengan lain terhubung oleh benang sutra samar-samar, membentuk rantai bintang dengan pola ganjil.
Han Sen tiba-tiba tergetar hatinya: "Mungkinkah bintang-bintang itu sebenarnya adalah dasar dari rantai gen? Jika bintang-bintang di alam semesta raya dianggap sebagai satu cincin dasar dalam rantai gen, maka seluruh alam semesta raya bisa dianggap sebagai entitas kehidupan. Betapa luar biasanya kehidupan semacam itu?"
Pikiran ini hanya melesat di otak Han Sen. Kenyataannya, kemungkinan seperti ini terlalu kecil. Sekalipun Han Sen memiliki pemikiran seperti ini, itu hanyalah khayalan belaka. Bahkan dirinya sendiri tidak percaya akan ada hal seperti ini.
Sekalipun alam semesta raya benar-benar sebuah entitas kehidupan, itu pasti entitas kehidupan yang sama sekali berbeda dengan kehidupan biasa.
"Ini seharusnya bagian dalam Prasasti Gen? Untuk apa Prasasti Gen menarikku masuk?" kebingungan muncul di hati Han Sen. Raganya terus tertarik oleh aliran kekuatan itu, menembus lautan bintang yang megah, tak henti-hentinya bergerak menuju kedalaman lautan bintang.
Han Sen tidak tahu berapa lama dirinya telah terbang dalam hamparan langit berbintang yang tak bertepi ini. Sorot matanya hanya menangkap berbagai bintang dan garis-garis samar yang menghubungkannya.
Garis-garis itu menyatukan bintang menjadi bentuk aneh yang sama sekali berbeda. Di sini, bintang dan garis tampak tidak memiliki pola sama sekali, namun terlihat sangat harmonis.
Tiba-tiba, cahaya menyilaukan membuat Han Sen secara refleks menutupi matanya dengan tangan. Baru setelah matanya beradaptasi, ia perlahan menurunkan tangannya.
Pemandangan di hadapannya membuat Han Sen membelalakkan mata. Di pusat jutaan bintang itu, terdapat sebuah planet raksasa.
Planet aneh ini terbungkus membran kristal transparan seperti lautan. Melalui membran itu terlihat cairan di dalamnya, serta siluet samar yang tak jelas benar.
Yang lebih mencengangkan, planet ganjil ini secara teratur mengembang dan menyusut bagai jantung yang berdenyut.
"Permata raksasa ini memberi Han Sen perasaan seolah..." Jantung Han Sen berdebar kencang, tanpa sadar terucap, "Planet ini mirip sekali dengan embrio?"
Han Sen tiba di depan planet aneh itu, tarikan kuat akhirnya berhenti, namun tidak sepenuhnya hilang. Raga Han Sen mengapung di hadapan planet raksasa tersebut.
Entah ilusi atau tidak, Han Sen merasakan di dalam planet mengerikan itu, di balik membran kristal, di antara lautan cairan, ada sepasang mata yang mengawasinya ketat.
"Sayang sekali, kau bukan kehidupan yang kunanti." Sebuah suara menyusup ke otak Han Sen.
Benar, suara itu langsung bergema di kepalanya, bukan melalui telinga ke otak. Sensasi itu terasa sangat mengerikan.
"Siapa kau?" Han Sen menenangkan diri dan bertanya.
"Aku adalah aku. Kau boleh memanggilku Prasasti Gen." Suara itu kembali terdengar, lalu melanjutkan, "Kau entitas kehidupan ketiga yang tiba di sini, sayangnya tetap bukan yang kutunggu."
"Kamu sedang menunggu siapa?" Hati Han Sen berdebar, dia memancing pembicaraan.
"Tidak tahu." Suara itu menjawab.
"Apa maksud 'tidak tahu'?" Rasa penasaran Han Sen sangat besar, ini adalah kelebihan sekaligus kekurangannya.
"Tidak tahu cara memberitahumu siapa entitas kehidupan itu. Sekalipun kusebutkan semua informasi genetiknya, dengan tingkatan kehidupanmu saat ini, kamu tidak akan mampu membandingkan informasi genetik tersebut untuk memastikan siapa dia." Ucapan ini terdengar sombong, tapi sama sekali tidak terasa arogan, seolah yang diucapkannya hanyalah fakta objektif.
"Tapi setidaknya dia pasti punya nama, bukan?" Han Sen berpikir sejenak lalu berkata.
"Nama? Maksudmu nama julukan?" Suara itu bertanya.
"Ya." Han Sen mengangguk.
"Jika yang dimaksud adalah kode identitas, aku ingat dia menyebut dirinya 'Kekacauan'."
"Kekacauan?" Han Sen mengerutkan kening. Dia belum pernah mendengar nama ini, tapi karakter 'kekacauan' sendiri tidak asing baginya. Hatinya berdebar: "Kekacauan... Kekacauan... Jangan-jangan ini mantan Ketua Kekacauan?"
"Dia sepertinya memang menyebut diri sebagai Ketua Kekacauan." Suara itu tiba-tiba terdengar di kepala Han Sen, membuat Han Sen terkejut.
Karena sebelumnya dia hanya berpikir dalam hati, tidak berbicara, namun suara itu jelas-jelas mengetahui apa yang dipikirkannya.
"Jangan terkejut. Di sini, aku bisa melihat semua informasi genetik entitas kehidupan. Baik kau gunakan bahasa maupun pikiran, bagiku tidak ada bedanya." Suara itu berkata dengan tenang.
"Aku yang ketiga datang ke sini. Lalu siapa dua yang sebelumnya?" Han Sen tidak lagi terjebak dalam kebimbangan soal kemampuan Prasasti Gen membaca pikirannya.
"Jika maksudmu kode, entitas kehidupan pertama yang datang ke sini menyebut diri sebagai Tuhan." Prasasti Gen menjawab.
"Orang yang mengaku Tuhan, mungkinkah Pemimpin Kuil Gen? Apakah mantan pemimpin atau pemimpin sekarang? Kurasa kemungkinan besar mantan pemimpin." Pikiran Han Sen bergolak.
Kali ini Prasasti Gen tidak merespons pikiran Han Sen, hanya melanjutkan: "Yang kedua datang ke sini menyebut diri sebagai Biksu Wuwei."
Han Sen terkejut: "Wuwei Daoren... Jangan-jangan itu adalah Dao Zu Wuwei, pendiri Wuwei Dao Palace..."
"Sepertinya dia pernah bilang, berasal dari Wuwei Dao Palace," kata Prasasti Gen.
"Mereka datang ke sini untuk apa?" Han Sen berusaha meredam kegembiraan di hatinya dan melanjutkan bertanya.
