Han Sen tidak lagi menghiraukan pedang tembaga ungu itu, mengoperasikan aura Dongxuan untuk menyebar ke sekeliling, ingin menemukan makhluk-makhluk asli yang disebutkan pedang tembaga ungu.
Dengan tenaganya yang kuat, memaksakan diri untuk mengendalikan seorang penduduk asli datang ke sini mencabut pedang, seharusnya bukan hal yang sulit.
Tetapi saat aura Dongxuan mulai menyebar, Han Sen baru menyadari persoalannya tidak sesederhana yang pernah dia bayangkan. Hutan senjata di sekitarnya memancarkan aura kuat, setiap bilah senjata memiliki medan gaya mereka sendiri.
Aura Dongxuan melemah tingkat demi tingkat oleh medan-medan gaya ini, hanya bisa memanjang kurang dari sepuluh li sebelum terhenti. Ini baru sebatas kemampuan pengamatan, jika ingin memanfaatkannya untuk mengendalikan makhluk asli, jangkauannya pasti akan semakin pendek.
Sepertinya merasakan aura Dongxuan Han Sen, Pedang Tembaga Ungu kembali berbicara: "Jangan sia-sia usahamu. Pupus sudah kekuatanmu menembus hutan senjata ini. Sekalipun bisa menembus, mustahil kau mengendalikan penduduk asli. Mereka dilindungi Langit Senjata. Jika kau usik mereka, aturan Langit Senjata akan meredammu."
Han Sen mengerutkan kening: "Jika tak bisa mengontrol mereka dengan tenaga, bagaimana cara membuat mereka mendekat dan mencabut kita?"
Pedang Tembaga Ungu hendak menyahut, tapi tiba-tiba bergetar halus dengan suara gemerincing lembut dari bilahnya.
Kenyataannya, Han Sen lebih awal mempersepsikannya. Ini membuatnya terkejut. Di wilayah tak sampai 500 li dari mereka, seorang gadis kecil berusia tujuh-delapan tahun berbaju zirah sedang melangkah di antara hutan senjata.
"Apakah itu penduduk asli Tiga Puluh Tiga Langit? Bagaimana bisa terlihat seperti gadis manusia biasa?" Han Sen merasakan keanehan dalam hatinya.
Sebelum Tiga Puluh Tiga Langit kembali ke status awal, dia sama sekali tidak melihat siluet manusia di dalamnya. Tapi sekarang ternyata muncul gadis kecil yang diduga manusia, hal ini secara alami membuatnya terkejut.
Jika manusia bisa bertahan hidup di sini, seharusnya dia juga bisa mempertahankan wujud manusia. Namun kenyataannya dirinya justru berubah menjadi sebuah tongkat.
Pedang Tembaga Ungu menggemetarkan bilahnya mati-matian, mengeluarkan gemuruh halus. Jelas-jelas ingin menarik perhatian gadis kecil itu mendekat.
Dengan konsentrasi penuh, Han Sen segera menyelimuti gadis itu dengan aura Dongxuan. Dia berusaha merekrut gadis tersebut mendekat.
Dor!
Tapi saat aura Dongxuan menyentuh gadis itu sekejap, Han Sen merasakan raganya seakan terkena sengatan listrik. Aura Dongxuan langsung menghilang secara perlahan, sementara tubuhnya gemetar. Andai masih punya mulut, pasti dia akan meraung kesakitan.
Pedang Tembaga Ungu berkata dengan gembira: "Haha! Udah dari dulu kuperingatkan, tak dengarkan nasihat senior pasti akan dirugikan. Sekarang baru tahu kehebatannya ya?"
Han Sen tidak kesal, berkata dengan datar: "Sepertinya kamu juga pernah melakukan hal serupa, kalau tidak bagaimana bisa tahu?"
Pedang Tembaga Ungu mengeluarkan suara "Hmph!" dan tidak berbicara lagi, hanya terus mengguncang bilahnya untuk menghasilkan gemuruh yang memikat gadis kecil itu mendekat.
Han Sen tahu maksud tersembunyi si pedang, tapi tidak menirunya dengan menggoyangkan tubuh. Dia hanya mengawasi dari samping.
"Beku buat apa? Lebih baik cepat-cepat buat suara untuk mengalihkan perhatiannya dan memancingnya datang!" seru Pedang Tembaga Ungu sambil terus menggemetarkan bilahnya pada Han Sen.
“Denganmu yang menarik perhatiannya, bukankah itu sudah cukup?” kata Han Sen.
Pedang Ungu Tembaga mendengus kesal, "Suara lebih banyak akan memperbesar peluang menariknya. Kalau kau tak mau membantu, jangan berebut loot nanti!"
"Mana mungkin aku berebut? Tapi kalau dia mendekat ke sini sendiri, itu bukan salahku." Han Sen tersenyum.
"Dasar kau... Tak mau membantu tapi mau makan gratis! Di Tianxia mana ada hal baik kayak gini? Bapak juga ogah lanjut!" Pedang itu berhenti menggemetarkan bilahnya.
"Sesukamu." Han Sen tetap tenang.
Pedang itu mendengus keras lalu sunyi. Gadis kecil yang tadinya mendengar suara pedang mulai mendekat.
Tapi setelah getaran berhenti, gadis itu kehilangan arah. Langkahnya makin menjauh dari posisi mereka.
“Aku peringatkan, penduduk asli di sekitar tidak banyak，10-15 hari pun belum tentu bisa bertemu satu. Kalau lewatkan kesempatan ini，entah harus menunggu berapa lama lagi. Kamu sudah pertimbangkan baik-baik...” Suara Pedang Ungu Tembaga jelas-jelas mulai panik.
Han Sen diam seribu bahasa，hanya mengamati gadis kecil itu dengan aura Dongxuan-nya.
Melihat Han Sen tak bereaksi，Pedang Ungu Tembaga kembali bersuara: “Bekerja sama denganku，pancing si gadis mendekat. Nanti semua dapat keuntungan. Tapi kalau cuma mau makan gratis，Raja Langit ini takkan setuju!”
“Jawabanku tetap sama：Terserah kamu.” Han Sen menjawab dingin.
Pedang Ungu Tembaga gemetar ketakutan. Tapi melihat gadis itu semakin menjauh sementara Han Sen tetap tak bereaksi，ia mengatupkan gigi: “Akan kupancing dia mendekat. Jangan coba-coba merebut!”
Tanpa menunggu jawaban Han Sen，pedang itu mati-matian menggemetarkan bilah pedang hingga mengeluarkan gemuruh nyaring，khawatir si gadis sudah terlalu jauh untuk mendengar suaranya.
Untungnya si gadis kecil tidak pergi terlalu jauh. Setelah mendengar gemuruh pedang, ia menyenderkan telinga mendengarkan sejenak, lalu meraba-raba mendekati arah ini.
Tak lama kemudian, gadis kecil itu tiba di sekitar Han Sen dan pedang ungu tembaga. Matanya yang lebar menyapu sekeliling, jelas sedang mencari sumber suara gemuruh pedang.
"Kamu tunggulah dengan tenang. Setelah Raja Langit ini memulihkan kebebasan, bisa kubantu kamu." Pedang Ungu Tembaga itu menggoyang-goyangkan bilahnya sambil berkata.
Namun Han Sen mengabaikannya. Ia pun mulai menggerakkan tubuhnya sendiri, mengeluarkan gemuruh senjata Jian.
Mendengar suara gemuruh Jian, gadis kecil itu berbalik memandang Han Sen dengan ekspresi terkejut, seolah bingung menentukan harus mendekati pihak mana terlebih dahulu.
"Kamu... Tidak bermoral...!" Pedang Ungu Tembaga itu gemetar karena amarah, bahkan suara gemuruh pedangnya semakin keras.
"Kamu juga tak kalah. Jika tebakanku benar, penduduk asli sini pun tak bisa asal mencabut senjata? Kau terburu-buru begitu, jangan-jangan mereka hanya boleh mencabut satu senjata saja?" kata Han Sen.
"Omong kosong apa itu? Aku tak tahu hal seperti ini." Pedang tembaga ungu terdiam sejenak sebelum melanjutkan.
Melihat reaksinya, Han Sen semakin yakin bahwa tebakannya tepat.
"Kalau memang bukan begitu, siapa yang dicabut duluan sama saja. Jika aku yang pertama lepas, nanti akan kubantu kamu bebas." Han Sen menggoyangkan jiannya hingga gemuruhnya semakin keras.
"Dia datang karena kupancing, sudah sepantasnya dia mencabutku dulu!" Pedang tembaga ungu juga mengerahkan seluruh tenaga, suara gemuruh pedangnya menggema lebih dahsyat.
"Ini tergantung siapa yang disukainya. Kalau dia tak menyukaimu, jangan dipaksa." Han Sen semakin giat menggetarkan senjatanya.
Awalnya tenaga Han Sen memang sudah kuat, ditambah sebelumnya Pedang Ungu Tembaga telah mengalihkan perhatian gadis kecil itu sehingga banyak tenaga terbuang, suara Jian Hitam langsung menenggelamkan suara Pedang Ungu Tembaga.
Melihat gadis kecil itu mulai tertarik pada getaran keras dari badan Jian, sepertinya ingin mendekati Han Sen, Pedang Ungu Tembaga mengaum keras: "Bapak akan bertarung habis-habisan denganmu!"
Gemuruh pedang kembali meledak, memaksa menenggelamkan suara Jian Han Sen. Han Sen tak mau kalah, kembali meningkatkan volume suara Jian-nya.
"Aduh!" Keduanya saling tak mau mengalah, tapi tiba-tiba gadis itu menjerit sambil menutupi telinganya dengan kedua tangan seperti kesakitan, lalu berbalik dan kabur.
"Ja... Jangan lari..." Han Sen dan Pedang Ungu Tembaga serentak berteriak, sayangnya gadis kecil itu sama sekali tak bisa mendengar suara pikiran mereka.
