Dari samping, Han Sen tertegun seperti patung. Han Sen benar-benar 'mati' dalam sekejap. Tubuhnya membeku kaku, lebih mirip mayat daripada mayat sungguhan.
"Tinggi aktingnya, matinya terlihat nyata, bahkan aktor sekelas Chao Wei-Lao Luo pun takkan mampu menyaingi. Han Sen selaku sumber informasi pun tak bisa membedakan apakah Dia benar-benar mati atau hanya pura-pura."
Anehnya, setelah kematian Kuno Iblis ini, tentakel dewa jahat yang melilit tubuhnya mulai mengendur. Meski belum sepenuhnya lepas, setidaknya tak lagi terus mengencang.
"Cuma pura-pura mati? Aku juga bisa!" Han Sen mengatupkan gigi, memaksakan diri mengendalikan fungsi raganya. Segala aura dan respons ditahan, bahkan detak jantungnya hampir berhenti total.
Meski berbagai kemampuan terhambat oleh tekanan Alam Fana, naluri mengendalikan diri ini murni mekanisme alami raga—bukan tenaga khusus. Dalam hal ini, Han Sen memang ahli kelas dunia.
Benar saja. Tentakel dewa jahat yang semula berkontraksi ganas mulai mengendur begitu aura tubuh dan suhu Han Sen hilang total, bahkan menunjukkan kelonggaran.
“Ternyata efektif, tapi tidak bisa terus-terusan pura-pura mati di sini kan? Sekarang kita cuma fisik manusia biasa, kalau terus pura-pura mati di sini, stamina juga bakal limbung.” Han Sen ingin bertanya pada Kuno Iblis, tapi takut kalau bergerak malah menarik perhatian tentakel dewa jahat lagi, terpaksa bersabar sambil menunggu langkah pertama dari Kuno Iblis.
Han Sen tahu Kuno Iblis pasti datang dengan persiapan matang. Kalau dia sudah tahu tentang tentakel dewa jahat tapi tetap datang ke sini, pasti sudah punya strategi. Han Sen tinggal menunggu dan melihat taktik apa yang akan digunakan Kuno Iblis.
Keduanya diam tak bergerak pura-pura jadi mayat tak berdaya. Ajaibnya, tentakel dewa jahat perlahan melepaskan mereka. Keduanya jatuh ke bagian dasar prasasti perunggu. Han Sen merasa perih saat terhempas, tapi tetap tak berani bereaksi sedikitpun.
Setelah sekitar lebih dari dua jam, semua sulur dewa jahat di sekitarnya sepertinya telah menyusut ke bagian dasar prasasti perunggu. Namun karena Han Sen saat ini menyembunyikan aura-nya, kemampuan persepsinya menjadi sangat lemah. Entah apakah masih ada sulur dewa jahat di sekitar mereka.
Tiba-tiba, Han Sen mendengar suara dari arah Kuno Iblis. Jelas terdengar seseorang sedang bangkit. Selain Kuno Iblis, tidak mungkin ada orang lain.
Han Sen tidak berani bergerak langsung. Matanya hanya membuka celah tipis untuk mengamati Kuno Iblis. Terlihat bahwa Kuno Iblis memang telah duduk tegak. Ia duduk bersila layaknya Buddha kuno yang masuk meditasi, tangan membentuk mudra, bibirnya bergerak halus tanpa mengeluarkan suara.
Anehnya, meski Kuno Iblis melakukan gerakan tersebut, sulur-sulur dewa jahat di sekitarnya tidak mendekatinya. Justru di sisi Han Sen yang hanya membuka celah mata tipis, sulur-sulur ular laut mistis itu mulai memperhatikannya. Satu per satu sulur dewa jahat yang menyerupai ular laut itu beralih ke arahnya.
Han Sen menyadari dalam hati bahwa Kuno Iblis memang sudah mempersiapkan segalanya, namun tetap tidak memahami bagaimana cara Kuno Iblis melakukannya.
Kuno Iblis perlahan bangkit dari tanah dengan sikap santai seperti biasa, namun sulur-sulur dewa jahat itu tak lagi menyerangnya.
Dengan senyum, Kuno Iblis berkata kepada Han Sen: "Tuan Han, hamba akan pergi lebih dulu. Bila ada jodoh, kita akan bertemu lagi."
Setelah berkata demikian, Kuno Iblis berjalan memutar ke belakang prasasti perunggu dan segera menghilang.
Han Sen ingin mengikutinya, namun sulur-sulur dewa jahat di sekelilingnya terus mengarah ke dirinya. Dengan menahan dorongan hatinya, ia menyembunyikan aura dan terus pura-pura mati.
"Metode Kuno Iblis tadi mungkin tak bisa kupelajari. Bagaimana cara melepaskan diri dari gangguan sulur dewa jahat ini? Ada apa di balik prasasti perunggu? Mungkinkah itu pintu masuk makam Ketua lama Serikat Kekacauan Ilahi?" Berjuta kemungkinan melintas dalam pikiran Han Sen.
Meski sangat berharap ingin tahu di mana Kuno Iblis sekarang pergi dan apa yang ditemukannya, Han Sen sadar tak ada gunanya terburu-buru. Dia terpaksa fokus sepenuhnya mencari cara menyelamatkan diri.
Creek! Creek!
Saat Han Sen sedang memikirkan cara melepaskan diri dari tentakel dewa jahat untuk mengejar Kuno Iblis, tiba-tiba mendengar suara aneh dari kejauhan, mirip suara orang menggesekkan gigi saat tidur.
"Apa itu?" Han Sen menyembunyikan aura dan panca indranya, berpura-pura menjadi orang mati. Dia sama sekali tidak bisa merasakan sumber suara itu, namun jika tidak menyembunyikan energinya, tentakel dewa jahat pasti akan bereaksi.
Han Sen ragu-ragu, tidak tahu apakah harus membuka mata untuk melihat sumber suara itu. Tiba-tiba suara itu semakin dekat, dan segera terdengar seolah berasal tepat di sisinya.
Suara gemeretak sudah terdengar di telinganya, seolah ada sesuatu yang menyentuh rambutnya. Han Sen tak bisa menahan diri lagi, membuka mata dan terkejut.
Di hadapannya, berjongkok bayangan putih bersinar - makhluk kecil putih yang mirip tikus percobaan sekaligus musang kuning. Saat ini ia sedang menggesekkan giginya dengan perlahan, mengeluarkan suara gemeretak itu.
Yang lebih mengejutkan, meski "tikus percobaan" itu terus mengasah gigi dan mengayunkan cakar di sekitarnya, tentakel dewa jahat tetap berputar-putar liar di kejauhan tanpa berani mendekat, seolah waspada terhadap kehadiran makhluk kecil itu.
Meskipun Han Sen membuka matanya dan tidak lagi berpura-pura menjadi mayat, tentakel dewa jahat hanya mengawasinya dengan tajam tanpa menyerbu seperti sebelumnya, membuatnya terkejut dalam hati: "Tikus percobaan putih ini memang luar biasa."
Melihat Han Sen membuka mata, tikus percobaan putih itu langsung merangkak ke sisi prasasti perunggu, arah tujuannya ternyata sama persis dengan Kuno Iblis.
Han Sen segera bangkit dan mengikuti tikus putih itu sambil berlari ke depan.
Tentakel dewa jahat yang merasakan aura Han Sen mulai gelisah, seolah tidak bisa menahan diri untuk menyerbu. Namun setelah mendekat beberapa langkah, mereka tiba-tiba berhenti seolah takut mendekati tikus putih itu.
Han Sen berseri-seri dalam hati dan mempercepat langkahnya untuk mengikuti sang tikus percobaan.
Kecepatan tikus percobaan jauh melampaui Han Sen. Dengan gesit ia telah berputar ke belakang prasasti perunggu. Han Sen yang mengejar-ngejar sampai ke sana justru menemukan bahwa di balik prasasti itu tidak ada jejak Kuno Iblis, juga tidak ada pintu masuk gua seperti yang dia bayangkan. Prasasti perunggu itu utuh tanpa celah sedikit pun.
"Aneh, prasasti ini tidak punya pintu masuk. Ke mana perginya Kuno Iblis?" Han Sen mengerutkan kening diam-diam.
Saat Han Sen masih berpikir, tikus kecil itu sudah melompat dari dasar prasasti perunggu dan mendarat di permukaan air hitam legam di bawahnya. Di antara riak air yang dipenuhi tentakel dewa jahat yang bergeliat, tikus itu menyelam. Begitu tubuhnya menyentuh air, semua tentakel langsung menyebar mundur tak ada yang berani menyentuhnya.
Tanpa pilihan lain, Han Sen pun mengatupkan gigi dan mengikuti lompatan tikus itu. Dari dalam air, dia menyaksikan si tikus mengangkat pantat kecilnya lalu menyelam lebih dalam.
Han Sen ikut menyelam ke bawah, langsung melihat sulur-sulur dewa jahat itu ternyata tumbuh di dasar prasasti perunggu. Seperti rumput laut berakar di dasar prasasti, atau seperti ular berbisa yang separuh tubuhnya bersembunyi di lubang. Di bawah sana, sulur-sulur dewa jahat yang berjejal rapat itu tak terhitung jumlahnya sebagai parasit.
Tikus putih menyelam sekitar tujuh hingga delapan meter ke bawah. Sepanjang jalurnya, hanya dasar-dasar yang ditumbuhi sulur dewa jahat yang terlihat berjejalan sangat rapat, hingga bentuk asli dasar prasasti perunggu tak lagi terlihat.
