Tikus putih itu menyusup ke tengah rumpulan sulur dewa jahat. Sulur-sulur di sekitarnya panik menyebar. Barulah Han Sen melihat ada lubang selebar tong air di antara sulur-sulur itu yang sebelumnya tertutup rapat sehingga tak terlihat.
Melihat tikus putih sudah menyusup masuk, sulur-sulur dewa jahat mulai menunjukkan kecenderungan menutup. Han Sen buru-buru mengikuti, tapi baru setengah badannya masuk ke mulut gua, sulur-sulur di samping langsung melilit dan mengikat kedua kakinya.
Han Sen tahu meronta-ronta percuma, lalu kembali menggunakan taktik pura-pura mati. Dia berencana menunggu sampai sulur-sulur itu mengendur sebelum menyusup masuk lagi.
Di dalam gua sepertinya tidak ada sulur dewa jahat, jadi tidak perlu khawatir.
Saat Han Sen sedang pura-pura mati, tiba-tiba merasa ada sesuatu menginjak kepalanya. Lalu terdengar lagi suara gemeretak itu - ternyata berasal dari tikus putih.
Begitu suara itu berbunyi, Han Sen langsung merasa kakinya longgar. Kebebasannya pulih seketika. Tanpa ragu lagi, dia segera menyelusup masuk ke dalam gua.
Tikus putih juga melompat turun dari atas kepalanya. Empat cakar kecilnya menari-nari, pantat mungilnya bergoyang-goyang sambil terus maju merangkak.
Han Sen mengikuti tikus putih berenang ke dalam. Gua ini sangat berliku-liku, terlihat seperti digali oleh hewan tertentu, sama sekali tidak menyerupai ruang buatan manusia.
Tiba-tiba, tikus putih yang berenang di depan menghilang tanpa jejak, seolah melakukan teleportasi instan.
Saat Han Sen masih kebingungan mencari ke mana tikus putih pergi, raganya tiba-tiba terasa berat dan langsung terjatuh.
Plung!
Han Sen hanya merasakan sesuatu yang tajam menusuk pantatnya, membuatnya melompat bangkit. Barulah ia menyadari ini adalah ruang rahasia perunggu dengan banyak tulang berserakan di dalamnya.
Tempat jatuhnya tepat mengarah ke sepotong tulang runcing yang kini menancap di pantatnya.
Han Sen mencabut tulang itu dan melemparnya ke lantai. Ia melihat tikus putih sedang berputar-putar mengelilingi dinding ruang perunggu, entah sedang melakukan apa.
Han Sen menatap ruang rahasia itu dengan seksama, menyadari sama sekali tidak ada pintu gerbang di sini. Hanya ada lubang di langit-langit atas kepalanya. Melihat keluar dari lubang itu, terlihat aliran air berombak di luar - tempat asal Han Sen sebelumnya.
Di dalam ruang rahasia, hanya ada tumpukan tulang belulang itu. Selain itu tak ada benda lain sama sekali.
Han Sen mengamati tumpukan tulang itu sambil bergumam: "Dilihat dari struktur tulangnya, ini pasti bukan makhluk humanoid. Sepertinya binatang berkaki empat. Mustahil ini mayat Ketua Kekacauan. Lalu kenapa dia bisa mati di sini?"
Ia mengambil sebatang tulang dan mulai mencungkil tumpukan tulang itu, berharap bisa menemukan barang berguna.
Setelah beberapa saat menggali, tiba-tiba terdengar suara 'ding' yang nyaring dari Han Sen, mirip bunyi logam yang sama sekali berbeda dengan suara benturan tulang.
Han Sen segera mengais beberapa kali lagi, dan benar-benar melihat sesuatu berbentuk logam yang tersembunyi di antara tulang-tulang itu, berwarna karat kemerahan, bagaikan batang besi yang telah berkarat tebal.
Han Sen mencabut batang berkarat itu, baru menyadari itu bukanlah batang besi, melainkan sarungan pedang besi. Hanya karena waktu yang terlalu lama, sarung itu telah berkarat parah hingga seluruh permukaannya berwarna karat merah, sehingga warna asli sarungan pedang sudah tidak terlihat lagi.
Namun sarungan pedang itu terasa cukup berat. Han Sen menggunakan sarungan pedang tersebut sebagai tongkat, lalu kembali mengais tumpukan tulang beberapa saat, tapi hasilnya sama sekali tidak menemukan apa-apa.
"Mengapa ada sarungan pedang di dalam tumpukan tulang ini? Tulang-tulang ini milik makhluk apa sebenarnya?" Saat kebingungan masih menyelimuti hati Han Sen, tiba-tiba terdengar lagi suara gemeretak.
Berbalik memandang, tikus percobaan kecil itu sedang menggigit sesuatu di sudut ruang rahasia perunggu sambil gemeretak, si pantat kecilnya terus-menerus bergetar.
Han Sen mendekati tikus itu dan mengintip ke dalam. Ternyata si tikus sedang menggigit pilar perunggu di pojok istana dengan giginya. Pilar tersebut terkuras sepotong sebesar apel, namun tikus itu masih terus menggerogoti.
Melalui lubang yang digigit tikus, barulah terlihat bahwa pilar perunggu itu ternyata berongga. Setelah tertembus, cairan hitam keunguan mulai bocor keluar, mirip minyak kotor yang menumpuk di kompor selama bertahun-tahun.
Ujung hidung Han Sen mencium bau busuk yang jelas berasal dari cairan hitam keunguan itu. Tikus kecil itu juga sepertinya tidak tahan dengan bau menyengat, berhenti menggigit pilar perunggu dan mundur ke jarak yang lebih aman sambil mengawasi ketat lubang yang telah digigitnya dengan mata kecilnya yang membelalak.
Lubang itu masih terus mengalirkan cairan berbau busuk. Han Sen yang menutupi hidungnya menyaksikan beberapa saat, tiba-tiba wajahnya berubah seolah telah menebak identitas cairan tersebut.
"Jangan-jangan ini adalah zat hasil dekomposisi mayat yang terfermentasi?" Raut wajah Han Sen penuh keanehan saat menatap cairan hitam keunguan itu, semakin dilihat semakin mirip.
Dalam istilah Alliance, cairan yang terbentuk dari penguraian mayat semacam ini disebut minyak mayat.
Hanya saja Han Sen tidak tahu makhluk hidup apa mayat yang menghasilkan minyak ini, dan bagaimana bisa mati di dalam pilar perunggu. Namun satu hal yang pasti, wilayah ini sangat berbahaya.
Dang!
Bersamaan dengan aliran cairan itu, seolah ada sesuatu yang ikut terbawa, tersangkut di bagian dalam pilar perunggu dan belum bisa segera keluar.
Han Sen mengambil sepotong tulang dan menusuknya beberapa kali ke dalam lubang. Tak lama kemudian, sebuah benda jatuh keluar mengikuti aliran cairan berbau busuk dari mulut gua.
Saat Han Sen menggeser benda itu keluar dari cairan hitam keunguan, sebelum sempat melihat jelas apa itu, pemberitahuan suara sudah bergema di pikirannya: "Gen Pemecah Batas telah ditemukan."
“Ternyata masih ada gen Pemecah Batas, berarti makhluk yang tewas di dalam pilar perunggu itu seharusnya adalah makhluk tingkat Pemecah Batas?” Han Sen dalam hati terkejut, mengambil barang itu dari cairan dan membersihkannya. Benar saja, yang terlihat adalah sebutir gen Pemecah Batas berbentuk air mata yang transparan seperti giok.
Han Sen menusuk-nusuk lubang itu dengan tulang beberapa kali lagi, membuat semua cairan hitam keunguan di dalamnya mengalir keluar. Tak ada lagi hasil lain yang didapat.
Saat tak ada lagi cairan yang mengalir keluar, tikus percobaan putih itu kembali mendekat. Malah menyelinap masuk melalui lubang yang rusak itu.
“Kakak, kamu bisa menyusup masuk, tapi aku tak mungkin masuk ke sana.” Han Sen mengawasi lubang seukuran tinju itu, berkata dengan nada frustasi.
Awalnya Han Sen mengira tikus putih kecil itu tidak akan mengerti ucapannya, tapi siapa sangka kepala tikus itu segera muncul kembali dari lubang, melototkan sepasang mata lebar ke arahnya. Dari pupil matanya tiba-tiba menyembur dua sinar cahaya yang menimpa tubuh Han Sen.
Seketika itu pula, Han Sen merasakan lubang di hadapannya mulai membesar dengan cepat. Tak berapa lama, lubang itu telah berubah menjadi gua besar setinggi satu orang.
Namun ketika Han Sen melirik sekeliling, semua benda di ruang rahasia perunggu tampak membesar. Ia segera tersadar: bukan lubang yang membesar, melainkan sinar dari mata tikus itu yang mengecilkan tubuhnya. Hatinya dipenuhi keheranan yang semakin menjadi-jadi.
Tikus putih kecil itu berbalik dan merangkak masuk kembali ke dalam lubang. Kali ini Han Sen tidak banyak cakap lagi. Ia mengikuti dari belakang sambil menjepit hidung erat-erat karena bau busuk menyengat di dalam pilar perunggu.
Di dalam pilar perunggu ternyata terdapat pola spiral internal yang melingkar. Manusia dan tikus merangkak naik mengikuti alur spiral itu, membuat tubuh Han Sen penuh noda cairan hitam keunguan.
Saat mencapai puncak pilar perunggu, Han Sen baru menyadari bahwa semua pilar dan balok perunggu di ruang rahasia ini ternyata terhubung di bagian tengah, membentuk jaringan rumit yang menjalar ke segala penjuru. Entah ke mana saja ini bisa mengantarkan mereka.
