"Bagus, seperti inilah. Biarkan aku melihat potensi apa yang tersembunyi dalam ragamu." Wei mengamati perubahan raga Han Sen, matanya berkilauan dengan cahaya tak biasa sambil bergumam lirih dengan suara yang hanya bisa didengarnya sendiri.
Otot-otot raga Han Sen berkontraksi, bahkan kulitnya menjadi kencang, berusaha keras melepaskan diri dari belenggu dua puluh delapan pancaran cahaya bintang yang menancap.
“Kamu benar, raga ini memang tidak bisa merasakan aturan dan keteraturan, ibarat sebongkah beban berat yang keras kepala, bisa dibilang sama sekali tak berguna.” Han Sen berkata sambil terus meronta-ronta. Karena terlalu keras berusaha, posisi yang ditancapi cahaya bintang membentuk cekungan di fisiknya, seolah ada paku tak kasat mata yang hendak menembus dagingnya.
“Tapi apa hubungannya? Sekalipun tak bisa merasakan aturan dan keteraturan, raga ini benar-benar ada. Baru saja kau katakan, segala ciptaan alam semesta adalah lengkap dan independen. Seekor semut, seekor singa, sebongkah batu—semuanya adalah alam semesta mini yang utuh.” Han Sen terus berusaha mengeluarkan kata-kata.
“Lalu bagaimana? Sebenarnya apa maksudmu?” Zi Wei menatap Han Sen dengan penuh minat.
"Jika demikian, pasti ada alam semesta di dalam raga ini. Hanya saja alam semesta ini masih dalam keadaan Kekacauan, tidak bisa dipahami oleh kita, atau lebih tepatnya tidak bisa kupahami sendiri." Han Sen berkata sambil menggerakkan lengan kanannya yang terus-menerus mengerahkan tenaga. Darah mulai memancar dari lengannya.
Karena tekanan yang terlalu keras, kulit di bagian lengan yang ditindik paku cahaya bintang mulai pecah. Darah segar mengalir keluar dari sana.
"Maksudmu, raga-mu seperti keadaan Kekacauan sebelum ledakan besar alam semesta?" Zi Wei bertanya sambil berpikir.
"Tepat sekali." Saat Han Sen menjawab, kulit di 28 titik tempat paku cahaya bintang menancap mulai retak. Darah mengalir deras dari celah-celahnya.
Han Sen sama sekali tidak menghiraukan luka-luka itu. Ia tetap mengerahkan tenaga sekuat mungkin untuk melepaskan diri dari belenggu paku cahaya bintang. Namun aksi ini justru membuat area luka semakin melebar, darah mengucur deras bagai tetesan air hujan.
“Kau benar-benar berani berimajinasi, menganggap raga sendiri sebagai alam semesta mini yang belum mengalami ledakan besar, seolah-olah memiliki kemungkinan tak terbatas.” Ungu perlahan menekan bibirnya, lalu melanjutkan: “Sayangnya kau melakukan kesalahan fatal. Sudah kukatakan setiap makhluk hidup bisa menganggap tubuhnya sebagai alam semesta mini, namun alam semesta mini ini dibandingkan dengan alam semesta sesungguhnya hanyalah sederhana dan kerdil, bahkan bisa dikatakan baru sebatas bentuk awal. Raga harus melalui evolusi tiada henti, memungkinkan bentuk awal alam semesta mini ini terus tumbuh dan menyempurnakan diri, akhirnya berkembang menjadi makhluk kuat setara alam semesta. Jika mengikuti logikamu, raga-mu adalah alam semesta kacau-balau pra-ledakan besar, maka statusmu setara dengan makhluk di dasar piramida, tingkat evolusimu jauh lebih ketinggalan zaman dibanding makhluk apapun.”
"Kau benar, bisa juga dipahami seperti itu. Kondisi raga saat ini dibandingkan makhluk hidup manapun di Alam Semesta Raya, tingkat evolusinya memang tertinggal..." Suara Han Sen terpotong ketika lengan kanannya tiba-tiba menggenggam erat. Cahaya bintang yang tertancap di telapak tangannya menembus daging tulangnya, meninggalkan lubang darah di telapak tangan.
"Tapi apa artinya itu? Tak ada yang lebih memahami raga ini daripada diriku. Meski kini terasa begitu kaku, tapi aku bisa merasakan - bukan tak ada kekuatan di sini. Bahkan bisa dikatakan tenaganya sudah sangat dahsyat. Hanya saja aku belum bisa memutus ikatannya, melepaskan kekuatan itu sepenuhnya. Asalkan bisa melangkah ke tahap itu, aku yakin alam semesta yang dimiliki raga ini akan menjadi yang terkuat di dunia."
Saat Han Sen berbicara, percikan darah terus memancar dari tubuhnya. Cahaya-cahaya bintang itu dipaksakannya lepas, menembus keluar dari daging tulangnya bagikan panah yang melesat.
Raga Han Sen melangkah ke depan, sementara cahaya bintang tetap di posisi semula, menembus raganya hingga bahkan kepalanya tertusuk, meninggalkan lubang darah di dahi dan bagian belakang kepala.
Penampilannya yang berlumuran darah itu membuat kulit kepala bergidik, namun akhirnya Han Sen berhasil melepaskan diri dari 28 ikatan cahaya bintang.
Otot-otot Han Sen menegang, sorot matanya berpijar terang bagaikan kobaran api yang terus mengawasi Wei tanpa berkedip. Langkah demi langkah ia mendekati Wei, sementara lubang darah mengerikan di tubuhnya secara ajaib menyembuh dengan sendirinya, pulih sempurna tanpa meninggalkan bekas luka.
Andai bukan karena noda darah yang masih tersisa di bajunya, mustahil orang percaya apa yang baru saja dialaminya.
Wei mengerutkan kening halus sambil mengamati Han Sen yang mendekat, bergumam dalam hati: "Sekeras inikah tubuhnya? Bahkan secuil kekuatan kosmik yang kumiliki tak sanggup membuka 'kunci'-nya?"
“Wei, terima kasih atas pertolonganmu. Sebagai balas jasa, terimalah pukulan ini dariku.” Han Sen mengangkat tinjunya dan langsung menghantam perut Wei.
Kini Han Sen sudah sangat yakin: Wei yang di hadapannya pasti adalah Yang Mulia dari Kuil Gen. Selain Dia, tak ada yang bisa memiliki pemahaman sedalam ini tentang alam semesta.
Dalam hal ini, bahkan Qin Xiu dan Taiyi sekalipun masih kalah dibanding penguasa kuil yang sekarang ini.
Tapi Han Sen juga paham, Wei jelas-jelas tidak berniat sungguhan bertarung. Kalau mau, Dia sudah bisa mengusirnya dari medan pertempuran berkali-kali, bukan sekadar mengobrol di sini.
Lagipula teori "raga adalah alam semesta" itu sengaja Dia sampaikan, agar Han Sen sendiri yang menyadari status tubuhnya saat ini.
Namun Zi Wei juga memberi tahu Han Sen bahwa teori alam semesta-nya belum tentu benar, kondisi raga Han Sen harus dinilai oleh dirinya sendiri.
"Ragamu masih berada dalam keadaan Kekacauan, dengan kondisi seperti ini mustahil melukai..." Zi Wei tak berniat menghindar, raganya bagaikan aura berkilau yang terkristalisasi, memancarkan kesan ketidaknyataan yang ekstrem.
Faktanya, di alam semesta memang tak banyak tenaga yang bisa melukai Zi Wei, bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada.
Sekalipun makhluk seperti Qin Xiu, jika belum melangkahkan kaki pamungkas, tetap akan sulit melukai Zi Wei.
Zi Wei sendiri hanya selangkah lagi mencapai level alam semesta. Ini bukan satu-satunya alasan, yang terpenting adalah statusnya sebagai Tuhan Kuil Gen masa kini - dimana Kuil Gen merupakan mesin pengelola Alam Semesta Raya, menjadikan Zi Wei penguasa segalanya di kosmos ini.
Di alam semesta ini, kecuali memiliki tenaga level alam semesta, mustahil melukainya.
Tapi saat tinju Han Sen menghantam perut Zi Wei, ucapan Zi Wei yang belum selesai tiba-tiba terhenti. Matanya membelalak lebar, pupilnya menyusut hingga titik terkecil.
Dor!
Berpusat pada tinju Han Sen, gelombang kasat mata bergelombang di tubuh Zi Wei, seolah-olah tubuhnya adalah agar-agar raksasa.
