Shi Luoya melangkah keluar dari pondok bambu menuju rumpun bambu. Di langit tergantung sebentuk bulan.
Kunang-kunang beterbangan, dia tidak memiliki sepatu sehingga terpaksa berjalan bertelanjang kaki. Shi Luoya tidak melihat seorang pun. Yue Wu juga tidak ada, entah pergi ke mana untuk berlatih. Shi Luoya berjalan menuju sisi lain ilusi berdasarkan cerita-cerita yang didengarnya dari Yue Wu.
Yue Wu mengatakan, seluruh anggota Suku Chifen berada di tempat itu, dan kunci untuk keluar dari ilusi juga mungkin terletak di sana.
Tak ada yang menyadari bahwa dia telah terbangun, di dalam ilusi pun tidak ada penjaga.
Sampai di ujung rumpun bambu, Shi Luoya benar-benar melihat tembok tinggi. Mungkin karena meremehkan dirinya yang "tertidur panjang" dan "monster lumpur" Yue Wu, tembok itu dibangun sangat kekanak-kanakan, pantas saja Yue Wu bisa memanjatnya setiap kali.
Shi Luoya mengangkat gaunnya dan memanjat ke sisi lain tembok.
Di sana pemandangannya sama sekali berbeda dengan rumpun bambu.
Jika tidak mengetahui sebelumnya bahwa ini adalah ilusi, Shi Luoya pasti akan sangat terkejut.
“Di seberang tembok tinggi, aura setan mengerikan, udara dipenuhi warna Ungu pekat, sisa-sisa tubuh terkoyak, aroma darah menyengat hingga memuakkan.”
“Tapi ada satu hal yang berbeda dari deskripsi Yuewu, Shi Luoya tidak melihat anggota Suku Chifen di medan uji coba ajaib, juga tak ada penjaga.”
“Dengan keraguan, dia turun dari tembok, tak berani memasuki pusaran aura setan yang pekat, hanya berjalan menyusur tepi ilusi.”
“Tak berjalan jauh, akhirnya terdengar suara manusia. Shi Luoya segera menahan napas dan bersembunyi.”
“Penampilan mereka terlihat muda, suara penuh kecemasan.”
“Tuan Zhonghao sudah pulang dengan luka parah. Setelah pemilihan permaisuri Dewa selesai, benarkah mereka akan menyerang Utara? Bisakah Putra Mahkota mempertahankan tempat ini?”
“Jangan khawatir, Putra Mahkota sangat tangguh.”
“Tapi sehebat apapun, tetap bukan tandingan Dewa.”
“Untuk sesaat, keduanya terdiam.”
“Sebenarnya... bukankah Dewa sedang memilih permaisuri? Tuan Houmi mengatakan semua wanita berparas cantik dan berbudi luhur di Divine Realm boleh ikut serta. Klan kita juga punya banyak kecantikan, mengapa Putra Mahkota tidak mengirim...”
“Ssst!” Wanita itu menghentikannya, sorot matanya tajam menatap ke arah persembunyian Shi Luoya, “Siapa di sana?”
Shi Luoya tidak menyangka meski terlihat muda, mereka begitu waspada. Padahal dia sudah bersembunyi dengan hati-hati, tapi hanya dalam sekejap langsung ketahuan.
Dia cepat ditemukan. Shi Luoya memandang mereka dengan kewaspadaan, akhirnya mengerti mengapa Yue Wu selalu gagal melarikan diri.
Shi Luoya tidak tahu apakah mereka musuh atau sekutu, tangannya siap memanggil Golok Shenyun kapan saja.
Namun kedua gadis itu tidak berniat bertindak. Mereka terkejut, “Oh kau rupanya, gadis dari rumpun bambu sebelah.”
Shi Luoya bertanya, “Kalian mengenalku?”
Kedua gadis mengangguk lalu menggeleng. Mereka hanya pernah melihat Shi Luoya di luar ilusi, tapi tidak tahu asal-usulnya.
Seorang gadis dari Suku Chifen berkata dengan kejutan: "Akhirnya kamu bangun, Putra Mahkota tidak perlu lagi setiap tiga bulan mempertaruhkan bahaya ke ujung sana untuk mencari embun spiritual bagimu. Ini sungguh kabar baik."
Yang lain juga menambahkan: "Benar, jika Putra Mahkota kembali dan melihatmu sudah sadar, pasti sangat senang."
Shi Luoya diam-diam berpikir: Tidak mungkin, dia malah ingin mencincangku dan melemparkan ke Bian Lingyu.
Dia harus segera menemukan Yuewu dan pergi dari tempat sialan ini sebelum pria itu kembali.
Dua gadis itu tidak bermusuhan dengannya. Shi Luoya samar-samar tahu wanita Suku Chi Fen hidup sulit. Jika bisa tidak bertarung lebih baik. Ia mundur ke dinding: "Aku akan kembali dulu, tunggu saja Putra Mahkota kalian. Jangan pedulikan aku."
Shi Luoya tersenyum sopan pada mereka, lalu melompat ke atas tembok. Rencananya menghindari mereka dan lari melalui arah lain.
Para gadis itu mudah ditipu, tidak menyangka dia ingin kabur. Mereka hanya mengangguk.
Shi Luoya baru saja memanjat ke sisi lain tembok, belum sempat melompat turun, pergelangan kakinya direngkuh oleh tangan dingin yang menggigil.
Dari balik aura setan yang mencekam, suara ejekan rendah terdengar: "Tak perlu menunggu, aku sudah kembali."
Hatinya serasa membeku, ia menoleh ke belakang.
Di depan matanya berdiri seorang pria asing.
Rambut hitamnya yang pekat diikat tinggi, kulit pucatnya memutih dingin, dihiasi bercak darah sporadis. Pria itu mengenakan baju merah menyala seperti api, dilapisi baju zirah hitam yang membeku.
Shi Luoya pernah mendengar suaranya dalam mimpi, tahu dia adalah Qing Xuan, Putra Mahkota klan Chi Fen.
Meski tak pernah bertatap muka, dari balik cahaya api yang berloncatan di kejauhan, sorot matanya terasa familiar secara misterius.
Mengingat percakapannya dengan Bian Lingyu tentang Divine Realm, ia bertanya ragu: "Bian Qingxuan?"
Pria itu menatapnya, melepaskan genggaman. Tak menjawab setuju maupun bantahan, hanya berbisik pada dua gadis di belakangnya: "Ikat."
Beberapa saat kemudian, Shi Luoya yang terikat erat duduk di dekat cahaya api, dipaksa menyaksikannya membersihkan pedang.
Tak lama kemudian, seorang gadis juga ditangkap. Dia menggerutu sepanjang jalan, membuat Shi Luoya menduga itu adalah Yue Wu.
Yue Wu yang melihatnya langsung berseru girang: "Nomor Dua, akhirnya kau sadar?"
Shi Luoya mengangguk, mengetahui gadis ini selalu merawatnya. Dengan senyuman dia menyapa: "Nona Yue Wu."
Berbeda dengan mereka, wajah anggota Suku Chifen tampak muram. Qing Xuan yang kembali ke ilusi langsung dikerumuni seluruh anggota klan yang keluar dari medan uji.
Uji coba ajaib seratus tahun dalam ilusi telah mengubah banyak anggota klan. Dari penampilan kurus dan penakut dulu, kini mata mereka berbinar tegas menampakkan bentuk awal prajurit. Kebanyakan memperhatikan Shi Luoya dengan rasa ingin tahu, tak mengetahui status gadis ini.
Pandangan mereka beralih ke botol giok emas berisi embun ajaib di pinggang Qingxuan. Hari ini seharusnya sudah masuk Bulan Ketiga lagi.
Tetapi karena Shi Luoya sudah sadar, Qing Xuan tidak melanjutkan lagi.
Mengikuti pandangan mereka, Shi Luoya juga melihat botol giok itu. Qing Xuan yang sedang membersihkan pedang berhenti sejenak, lalu melemparkan botol giok kepada A Yao di sampingnya.
A Yao yang dulu baru bisa berjalan, kini telah tumbuh menjadi gadis kecil berusia 7-8 tahun. Sebagai yatim piatu - banyak anak seperti ini di Suku Chifen yang kelaparan dan ditindas. Meski masih kecil, A Yao tahu ramuan spiritual adalah barang berharga. Gadis itu menggenggam botol giok dengan gugup: "Putra Mahkota, bukannya ini untuk kakak..."
"Diam, terima saja!"
A Yao menggumam "Oh" dengan gagap, mengedipkan mata besar ke arah Shi Luoya. Botol giok di tangannya tidak berani diminumnya.
Sesekali ada yang melapor pada Qing Xuan tentang hasil masuk ke medan uji coba kali ini. Kebanyakan dia hanya menjawab dingin. Jika ada yang terlalu lemah sampai terbunuh dalam ilusi, dia akan mengerutkan alis setelah mendengarnya.
Shi Luoya tidak tahu apa arti ini. Yue Wu yang sudah lama di sini justru paham, sering kali memandang anggota klan itu dengan rasa iba.
Kalau di ilusi saja tidak bisa bertahan, mungkin di tanah roh iblis yang sesungguhnya nanti juga tidak akan lama umurnya.
Mereka yang gagal pun tampaknya sudah menerima takdir. Tanpa menengok kembali, mereka segera masuk lagi ke medan uji coba.
Shi Luoya juga diam-diam mengamati mereka.
Qing Xuan sibuk sampai larut malam di ilusi. Anggota klan bubar satu per satu. Saat itu A Yao sudah tertidur bersandar padanya. Qing Xuan yang kelelahan tidak langsung melemparkan A Yao ke medan uji coba. Lukanya tampak belum sempat diobati. Dia memejamkan mata sebentar untuk memulihkan kekuatan dewata, alhasil tidak sempat mengurus Yue Wu dan Shi Luoya.
Shi Luoya menatap Yue Wu di sebelahnya. Yue Wu mengedipkan mata dan menggelengkan kepala. Saat manusia menjadi golok dan kita menjadi ikan, lebih baik ikan tetap rendah profil.
Di dunia ilusi terdapat siklus siang dan malam.
Menjelang fajar, keramaian kembali menyelimuti ilusi. Anggota klan yang seluruh tubuhnya lebam ungu dibawa masuk setelah diselamatkan.
Seorang anggota klan panik melapor ke Qing Xuan: "Zhong Hao telah kembali ke kuil untuk meminta perintah. Setelah gagal menaklukkan selama dua tahun, Dewa pasti akan turun tangan langsung setelah dia mengaku bersalah. Putra Mahkota, bagaimana ini?"
Mendengar kabar ini, seluruh klan dilanda kepanikan dan kebingungan.
Mereka membutuhkan tempat pengujian untuk berkembang. Jika langsung masuk ke Tanah Pembasmi Iblis dan berubah menjadi penjaga sukarela, tak satu pun klan selain Qing Xuan yang akan bertahan. Anak-anak seperti Ayao bahkan tak sempat dewasa.
Tapi mereka tak bisa menghentikan Dewa mengerahkan pasukan.
Semua tahu Qing Xuan tak akan bertahan lama meski bertempur.
Qing Xuan mendengar, hanya berkata dingin: "Setuju, kalian lakukan urusan masing-masing. Ilusi tidak akan dihancurkan, aku akan mencari cara."
Ia menyeringai dingin: "Bukankah Houmi masih memilih permaisuri untuknya? Manusia belum lengkap, untuk apa dia menyerang wilayah utara."
Usai bicara, matanya melirik ke arah Shi Luoya.
Para anggota klan tampak khawatir, namun karena Qing Xuan sudah berjanji, mereka hanya bisa mempercayai Putra Mahkota dan bubar satu per satu.
Qing Xuan menyimpan pedangnya, melemparkan A Yao yang masih mengantuk kembali ke uji coba ajaib, baru kemudian mendekati Shi Luoya.
Shi Luoya belum bereaksi, Yue Wu sudah berteriak: "Hei, jangan sentuh nomor dua milikku!"
Setelah berteriak baru sadar dirinya sekarang sudah menyerah menjadi peri lumpur, sementara "nomor dua"-nya sudah bangun dan tidak bisa lagi menyediakan tubuh.
Ia canggung menutup mulut, tapi masih penasaran. Hingga kini Yue Wu belum mengerti rencana Qing Xuan sebenarnya.
Bicara soal menyakiti Shi Luoya, setiap tiga bulan satu botol embun spiritual, aku sendiri sampai ngiler. Bicara soal berbuat baik untuk Shi Luoya, tapi sejak awal seharusnya tidak mengambil Mutiara Dewa, perlu diketahui, kalau bukan karena Nomor Dua yang gigih, punya keinginan bertahan hidup yang kuat, mungkin tidak akan pernah bangun lagi...
Shi Luoya melihatnya berjalan mendekati dirinya, hatinya juga berdebar kencang.
Qing Xuan mengabaikan Yue Wu, membawanya kembali ke rumah bambu. Shi Luoya terus menerka-nerka apa yang akan dilakukan Qing Xuan, dia diseret berjalan, pria di depannya tidak menoleh. Saat menyadari Qing Xuan adalah Bian Qingxuan, Shi Luoya tak tahan bertanya: "Kau akan menukarku dengan Bian Lingyu untuk mendapatkan Mutiara Dewa lainnya, menyelamatkan klanmu?"
Langkah pria itu terhenti.
Di rumpun bambu, matahari pagi baru saja terbit. Qing Xuan menoleh sambil menyeringai: "Berani juga menebak, benar. Coba tebak, apakah dia akan rela?"
Shi Luoya hampir mati marah. Demi menyerahkan Bian Lingyu hidup dengan wajar, ia bahkan rela tenggelam ke Laut Wangdu. Tentu Bian Lingyu akan setuju, tapi bukan ini yang ingin ia lihat.
Raut wajahnya menjadi dingin.
Ia jelas tak percaya soal pemilihan permaisuri. Pasti ini ulah si penipu di depan mata yang mengarang cerita.
Tali yang digunakan Chi Fen untuk mengikat Shi Luoya adalah artefak magis pengunci ras dewa. Qing Xuan menariknya, namun gadis itu bersikeras tak mau bergerak.
Qing Xuan berkata dingin: "Jika tak bergerak lagi, Bunuh kau."
Shi Luoya menjawab: "Silakan kau bertindak."
Sinar matahari pagi menyelinap di sela rumpun bambu. Tiba-tiba ia tersenyum: "Atas dasar apa kau pikir bisa menguasai segalanya? Sekalipun aku mati, takkan kubiarkanmu tenang. Jika kau membunuhku, saat Bian Lingyu menghancurkan ilusi, seluruh ras dewa akan menjadi barang kuburanku. Terdengar cukup menguntungkan."
Qing Xuan memandangnya. Senyum nakal di wajah gadis itu terasa menusuk.
Sejak dulu, Qing Xuan tahu bahwa Shi Luoya yang terlihat lembut dan cerah tak pernah rapuh.
Andai dia tak mengikatnya, kini Shi Luoya pasti sudah mengayunkan golok ke arahnya. Menang atau kalah, Shi Luoya takkan pernah belajar takut, apalagi mundur tanpa bertarung.
Dia harus mencoba: menyelamatkan Yue Wu, dirinya sendiri, Bian Lingyu... Kesombongan dalam darah Qing Xuan yang menganggap semua orang bagai serangga sehari, justru terus terkalahkan olehnya sejak awal.
Qing Xuan juga tak banyak bicara, mendekat untuk menyambar Shi Luoya.
Shi Luoya tak bisa bergerak, diam membisu. Tapi saat tangan Qing Xuan menggapai, dia menggigit pergelangan tangannya.
Seratus tahun meneguk embun suci ternyata bukan percuma. Kini Shi Luoya jauh lebih kuat dibanding saat tertidur panjang di Laut Wangdu - setidaknya gigitan kali ini berhasil melukai pergelangan tangan Qing Xuan.
Qing Xuan menatapnya tanpa ekspresi. Gigitan Shi Luoya sangat keras, hingga darah dari pergelangan tangan Dijatuhkan ke tanah.
Qing Xuan merasakan sedikit rasa sakit, tak bisa membedakan sumbernya.
Ia terpaksa menjepit pipi Shi Luoya untuk melepaskan pergelangan tangan dari mulutnya.
Darah masih menetes dari pergelangan tangan. Setelah melirik lukanya, kali ini ia lebih hati-hati membawa Shi Luoya ke rumah bambu.
Shi Luoya kini mengerti kenapa Yue Wu ingin memaki. Bahkan dengan marah ia berpikir bagaimana cara untuk tidak kooperatif.
Tapi saat melihat sosok di rumpun bambu, semua umpatannya seketika ditelan: "Ayah!"
Di atas ranjang bambu, Shi Huan terbaring diam. Shi Luoya tak menyangka bisa melihat ayahnya di sini!
Dari Laut Wangdu ke Divine Realm - Shi Luoya ditempatkan di ilusi untuk pengasuhan jiwa, sementara Shi Huan disegel oleh Qing Xuan.
Shi Luoya bertanya, "Apa yang kau lakukan pada ayahku?"
Qing Xuan meliriknya, mengejek, "Bukannya mau bunuh diri bersama? Shi Huan juga ada di sini, biar genap. Dia memang ayah yang baik, di Laut Wangdu, sisa jiwanya hancur tapi tetap melindungimu, kalau tidak dia seharusnya sudah bangun sejak lama."
“……”
Ia merasakan sakit di pergelangan tangannya: "Sudah selesai melihat? Ayahmu masih hidup, cepat pergi! Kalau tidak, nanti ketika Bian Lingyu benar-benar menyerbu wilayah utara dan ilusi ini hancur, ayahmu yang pertama mati. Laut Wangdu sudah tidak ada formasi perlindungan maupun Mutiara Dewa. Untuk memelihara jiwa ayahmu, hanya tersisa tempat ini. Selama klanku bisa bertahan, dia masih bisa tinggal di sini. Mengerti?"
Setelah mendengar itu, Shi Luoya tidak berkata-kata. Wajahnya dingin, menatap Qing Xuan.
Jika ini terjadi bertahun-tahun lalu, Qing Xuan pasti akan mengabaikannya. Tapi kini, terhadap dirinya, dia sudah kalah berkali-kali.
Saat dia masih menjadi Adik Senior, Qing Xuan sudah sering merasa pusing karena ulahnya.
Qing Xuan menahan diri, hampir ingin mengutuk dalam hati.
Dia adalah Shi Luoya, jadi tidak aneh jika dia melakukan apapun. Bahkan saat dia menggunakan ayahnya sebagai ancaman.
Tapi seberapa berani Shi Huan menghadapi kematian, sekeras kepala itulah Shi Luoya. Mereka takkan mau mengorbankan dewa terakhir hanya untuk menyelamatkan nyawa sendiri.
Takut gadis di hadapannya tiba-tiba melakukan aksi nekat hancur bersama, dia diam sejenak lalu berkata: "Sudah, dari awal aku memang tak berniat mengambil Mutiara Dewa-nya. Kau ini sangat mampu, siapa yang benar-benar bisa menukarmu dengan Mutiara Dewa? Aku hanya butuh waktu dua tahun di Divine Realm, atau setahun saja. Satu tahun tak berarti bagi Bian Lingyu maupun Shi Huan. Setahun kemudian, aku sendiri akan pergi ke Tanah Pembasmi Iblis. Dulu aku ingin mencelakainya, sekarang tidak. Kepergianku ke sana juga menguntungkan Bian Lingyu. Jika kau ingin balas dendam, datanglah saat itu."
Shi Luoya mengerutkan bibir, langka terlihat terkejut. Sebenarnya dia memang sedang merencanakan cara membunuh Qing Xuan.
Qing Xuan memalingkan pandangan, berkata dingin: "Rumor di luar memang benar, Bian Lingyu sedang memilih permaisuri. Tapi itu urusan Hou Mi yang mengaturnya. Ikatan pertunanganmu dengannya di dunia bawah tidak diakui oleh Divine Realm. Selama setahun ini dia tidak mencarimu, aku menduga kemungkinan besar Hou Mi dan yang lain melakukan sesuatu. Aku akan mengantarmu kembali ke Utara. Bisakah membuatnya mengingatmu, berapa lama Utara bisa bertahan, membiarkan ayahmu melakukan pengasuhan jiwa, semua tergantung kemampuanmu."
"Kau ingin mengirimku ke Bian Lingyu?"
"Kenapa? Tidak rela meninggalkan Utara?" dia menyindir, "Utara-ku tidak memelihara pengangguran."
Shi Luoya selalu merasa ucapan Qing Xuan penuh dengan tusukan.
Qing Xuan bersandar di pintu, berkata datar: "Besok akan kuantarkan kau kembali ke sisinya."
