Pada hari pembukaan Tanah Pembasmi Iblis, itulah terakhir kalinya Shi Luoya melihat Qing Xuan.
Di sampingnya berdiri Ayao. Setelah lebih dari tujuh ratus tahun dalam ilusi, Ayao telah tumbuh besar mulai menunjukkan bentuk awal seorang gadis.
Ujian selama tujuh ratus tahun lebih telah membuat anggota Suku Chifen mengalami transformasi total. Dulu mereka hidup sebagai budak yang selalu ragu-ragu, kini seluruhnya menjadi prajurit tangguh yang berdiri tegak di belakang Qing Xuan.
Qing Xuan mengangkat pandangannya ke arah Shi Luoya dan Bian Lingyu.
Perubahan besar juga terjadi padanya. Kecantikan androgini yang ambigu dulu telah memudar. Kini Qing Xuan tak lagi membuat orang menyangka ia seorang wanita.
Shi Luoya masih ingat saat pertama kali terbangun di kehidupan ini, orang pertama yang dilihatnya adalah dia.
Saat itu Qing Xuan masih menjadi adik senior-nya, Shi Luoya yang membeku semalaman di salju, sensasi hangat pertama yang dirasakannya adalah saat Qing Xuan menyeka salju di bulu matanya dengan tangan hangat, menangis dalam dekapannya.
Pada masa itu, bahkan dengan semua imajinasi Shi Luoya, tak terbayangkan adik senior yang lemah lembut suatu hari akan bertransformasi menjadi jenderal ras dewa.
Posisi Qing Xuan secara alami bertolak belakang dengannya. Kematian Shi Luoya di kehidupan sebelumnya, meski tewas akibat luka parah di kuil runtuh, terkait erat dengan Pemimpin, Jiang Qi, dan Qing Xuan.
Shi Luoya mengetahui setelah Qing Xuan memasuki Tanah Pembasmi Iblis, ia justru terkurung abadi di situ hingga tetes darah terakhir mengering dari tubuhnya.
Shi Luoya pernah bertekad bulat untuk mengalahkannya, namun sebelum sempat bertindak, akhir yang lebih tragis dari bayangannya telah menyambut Qing Xuan.
Ia akan menghilang sepenuhnya dari kehidupan Shi Luoya.
Shi Huan di sisi Shi Luoya, tidak tahu apa yang telah dialami putrinya. Tapi mungkin karena ikatan darah antara ayah dan anak, ia menepuk lembut bahu Shi Luoya.
Shi Luoya mengangkat kepala, tersenyum pada ayahnya.
Senyumnya jernih dan cerah, menjadi warna paling hangat di tanah gersang utara.
Qing Xuan hanya meliriknya sebentar, lalu menarik kembali pandangannya dengan dingin. Ia mengerti, kini hal terpenting bagi Shi Luoya telah kembali. Bukan lagi gadis yang dulu ingin menangis dan berkelahi dengannya hanya karena sekuntum bunga peninggalan ibu.
Bagi Shi Luoya ini hanya setahun, tapi bagi Qing Xuan ini adalah pertemuan pertama dalam 300 tahun lebih - sekaligus perjumpaan terakhir seumur hidupnya.
Ia mengalihkan pandangan, memberi isyarat pada Yuewu di belakangnya untuk segera pergi.
Yuewu berlari dari arah anggota Suku Chifen. Qing Xuan mengangkat tangan, ilusi di belakangnya mulai runtuh. Tanpa perlu Bian Lingyu bertindak, dia sendiri yang menghancurkan ilusi yang dibangun dengan senjata sakti Mutiara Dewa.
Dia berkata pada Bian Lingyu: "Aku akan menunggumu di Tanah Pembasmi Iblis."
Qing Xuan berbalik, langkahnya lebar menuju Tanah Pembasmi Iblis, tanpa sekali pun menoleh kembali.
Utara adalah satu-satunya wilayah dingin di dunia dewa. Angin dingin menerpa baju merahnya yang berkibar-kibar, sementara Ayao berlari kecil mengikutinya.
"Putra Mahkota, apakah Tuan ingin meminta maaf pada kakak?" Gadis kecil itu mengangkat wajah mungilnya, bertanya lembut.
Dia tahu demi klan, sang Putra Mahkota pernah melakukan banyak hal buruk pada Shi Luoya. Takdir menjadikan mereka tak akan bertemu lagi seumur hidup. Jika sekarang Tuan meminta maaf, masih ada waktu.
Beberapa kata jika tak diucapkan sekarang, tak akan ada kesempatan lagi.
Qing Xuan mengenakan baju merah menyala seperti api, melintasi tanah utara yang sunyi sepi. Berjalan di depan anggota Suku Chifen, setelah lama terdiam tiba-tiba ia menyeringai: "Aku tidak bersalah, untuk apa minta maaf?"
Biar saja dia membenciku seumur hidup.
Lebih baik kebenciannya semakin dalam, atau bertahan lebih lama, sampai hari aku mati di Tanah Pembasmi Iblis nanti.
Mungkin saat itu, dia sudah lama menjadi Dewi, dikelilingi anak-anak bersama Bian Lingyu. Kabar kematianku di medan perang mungkin akan membuatnya tersenyum.
Xi Yao yang sudah mati rasa sejak dikurung di Tian Xing Jian, tiba-tiba melemparkan diri ke tepi kediamannya saat mendengar Bian Lingyu akan ke Tanah Pembasmi Iblis. Rantai pengikat tahanan Divine Realm menggesek pergelangan tangannya hingga berdarah, membuat penjaga kaget.
Setelah kematian Su Li, suku Shui Ling merosot. Dia sudah lama tidak bicara, kini suaranya parau: "Apa dia ingin mengambil air mata Mutiara Penghancur Jiwa? Tanyakan padanya - apakah masih bisa menemukan air mata Mutiara Penghancur Jiwa!"
Penjaga agak bingung, tapi akhirnya menyampaikan pertanyaan ini kepada Bian Lingyu.
Bian Lingyu memang ingin mencari Mutiara Air Mata Pemusnah yang tersisa setelah ayahnya hancur berantakan, tapi tak menyangka pertanyaan ini justru keluar dari mulut Xi Yao.
Tanah Pembasmi Iblis pada awalnya adalah kreasi klan Kirin yang hampir memusnahkan seluruh keluarganya, mampu menyerap segala kejahatan dan pikiran jahat di dunia, mencegah kelahiran Dewa Iblis, serta menjaga keseimbangan Langit dan Bumi.
Tapi setiap beberapa ribu tahun, harus ada dewa yang masuk untuk memberantas aura setan yang tertekan.
Mantan Dewa Utama sebenarnya tak perlu mati, tapi Mutiara Dewa-nya diambil oleh Xi Yao sebelum ia berangkat, memaksanya menggunakan nafas terakhir untuk memurnikan kekotoran dan aura setan di dunia, hingga akhirnya lenyap di Tanah Pembasmi Iblis.
Divine Realm yang kehilangan Dewa Utama menyebabkan roh-roh iblis yang disegel leluhur menjadi bergolak, dan karena kebodohan serta kejahatan Su Li, mereka mendapat kesempatan melarikan diri ke dunia manusia.
Mungkin saat itu, ketika Xi Yao sedang merapikan ranting bunga di Kuil Dewa, tidak terpikir olehnya bahwa suami yang begitu perkasa itu tidak akan kembali.
Mendengar kematiannya, klan Shui Ling bersukacita, dan dia pun mengira akan merasa senang. Namun, duduk sendirian di kuil sepanjang malam.
Belenggu telah hilang darinya, tapi sejak hari itu tak ada lagi yang memperlakukannya dengan baik di dunia. Dia menjadi alat klan Shui Ling untuk memusatkan kekuasaan, menjadi pasokan ambisi Su Li untuk menjadi kuat.
Tak ada lagi yang datang menemuinya di tengah malam di Divine Realm, membawa angin dingin dari luar, lalu memeluknya erat.
Hingga kini Xi Yao bahkan tidak tahu: Apa yang dipikirkan Dewa Utama saat mati di Tanah Pembasmi Iblis? Apakah pernah membencinya? Apakah sudah tidak mencintainya lagi?
Mungkin hingga kini, bahkan Xi Yao sendiri tak berani mengakui siapa yang benar-benar dia cintai.
Air Mata Mutiara Penghancur Jiwa adalah batu nisan para dewa, satu-satunya peninggalan mantan Dewa Utama di dunia ini.
Bian Lingyu tidak akan menyerahkan Miehun Zhulei kepada Xi Yao. Bahkan jika suatu hari Xi Yao tidak tahan dan bunuh diri, dia juga tidak akan menguburkan perempuan itu bersama ayahnya.
Xi Yao tidak tahu, ketika Dewa Utama menyerahkan Lambang Takdir Giok kepada Hou Mi, memintanya merawat Bian Lingyu dengan baik dan menemani anaknya tumbuh besar, saat itu Sang Dewa sudah melepaskannya.
Seperti semua leluhur suku Qilin yang telah tiada, dia menjalankan misi lalu lenyap dalam arus sejarah Divine Realm.
Mungkin ini siklus takdir. Dulu suku Chi Fen mengkhianati dewa hingga menyebabkan kehancuran, kini mereka memasuki Tanah Pembasmi Iblis untuk melindungi enam alam semesta, mencegah kelahiran siluman jahat yang akan mengacaukan para hadirin. Hari ketika dosa leluhur terlunasi, adalah saat kutukan terpecahkan.
Mungkin masih ada yang bisa keluar, mungkin mereka akan terkubur selamanya di dalam.
Sebelum membuka gerbang Tanah Pembasmi Iblis untuk anggota Suku Chifen, Bian Lingyu lebih dulu mengantar Shi Luoyi, Shi Huan, dan Yuewu kembali ke dunia manusia.
Sebelum menjadi "Dewi Kecil" Bian Lingyu, Shi Luoya ingin pulang ke rumah bersama Ayah terlebih dahulu.
Bian Lingyu tidak keberatan, para menteri Divine Realm juga sangat setuju: "Setuju! Setuju!"
Mereka masih berhutang "pernikahan Divine Realm" untuk sang Dewi Kecil. Pernikahan yang dimulai dari Gunung Bukan Malam adalah yang terbaik.
Meski pernikahan yang melintasi dua dunia terdengar mengejutkan, kini kultivasi Dewi Kecil selama setahun terakhir telah ditingkatkan oleh Dewa melalui "pemberian nutrisi" hingga mencapai level penerbangan ke surga, memungkinkannya hidup nyaman di Divine Realm.
Tentang cara "pemberian nutrisi" tersebut, Shi Luoya memilih untuk tidak berkomentar.
Sebelum kepulangannya, Bian Lingyu yang mengenakan baju perak merengkuhnya: "Saat aku menjemputmu nanti, ingatan masa lalu akan kembali."
Efek buah wuyou masih akan bertahan beberapa hari sebelum Lambang Takdir Giok bisa dibuka untuk memulihkan ingatan.
Shi Luoya juga menantikan hari itu. Meski Bian Lingyu yang sekarang pun sangat mencintainya, tetapi semua kenangan indah yang mereka lalui bersama, dia berharap bukan hanya dirinya yang mengingat.
Dia mengelus wajah tampan sang dewa junjungannya: "Kau harus cepat kembali dengan selamat, Bian Lingyu."
Tiga tahun telah berlalu di dunia manusia. Hari mereka kembali ke Gunung Bukan Malam, matahari bersinar cerah, tepat di akhir musim semi.
Sebelum kepergiannya dulu, Shi Luoya telah membubarkan semua makhluk halus di Gunung Bukan Malam. Pemimpin Sekte Hengwu yang telah jatuh nama kabur ke luar. Shi Luoya mengira akan melihat gunung itu dipenuhi rumput liar saat kembali.
Tak disangka, teratai es di Gunung Bukan Malam memang telah layu tanpa pasokan energi spiritual. Namun yang menggantikannya, adalah bunga-bunga liar yang bermekaran di seluruh lereng.
Saat dia dan Shi Huan berdiri di kaki gunung, seekor monster beruang besar berlari sambil menginjak-injak kelopak bunga yang bertebaran di tanah.
“Di belakang, bayangan kuning berteriak dengan suara melengking mengejarnya: ‘Itu pelajar adalah suamiku, brengsek beruang! Kalau tidak segera kembalikan dia atau berani menyakitinya, aku bakal bertarung mati-matian sama lo!’”
Makhluk-makhluk halus di lereng gunung menjulurkan kepala untuk menonton keramaian.
“Semangat, Rubah! Lari lebih cepat lagi, Rubah!”
Tapi mana mungkin rubah menyusul beruang? Beruang jahat ini sebelumnya menjalani hukuman kurungan, namun setelah Shi Luoya pergi, hukumannya secara otomatis terlepas.
Rubah hampir menangis marah: “Nanti ketika Nona Luoyi kembali, pasti akan kuminta dia mencincangmu delapan potong!”
Begitu kalimat itu terucap, seluruh makhluk halus di Gunung Bukan Malam membeku. Bahkan beruang hitam yang sengaja menggoda tadi, berhenti dengan raut wajah sedih.
Mereka semua tahu, Shi Luoya dan Shi Huan berada di dasar Laut Wangdu. Mungkin takkan pernah kembali.
Rubah juga tahu dirinya telah salah bicara, ia menundukkan kepala, lebih sedih daripada saat suaminya diculik, butir air mata besar berjatuhan.
Desah halus terdengar di sampingnya, tangan lembut mengusap mutiara air mata di ujung matanya: "Jangan menangis, aku akan menghajarnya dan mengembalikan suamimu, baik?"
Rubah yang biasanya licik itu mengangkat kepala, memandang gadis di depannya dengan bengong.
Rok emas Shi Luoya mengembang indah di antara bunga-bunga liar, angin Gunung Bukan Malam menggerakkan selendang panjangnya.
Di belakang Shi Luoya, Daojun tersenyum memandang mereka.
Rubah tiba-tiba meledak dalam tangisan, menerjang ke dalam dekapan Shi Luoya. Wujud Yuan-nya yang kecil berhasil ditangkap dengan ceria oleh Shi Luoya.
Makhluk halus bersorak sambil berlari memberitahu: "Daojun kembali! Nonaku kembali!"
Bahkan A Xiu yang sedang memasak di dapur mendengar kabar itu, dengan kegirangan meletakkan spatula dan menyambar ujung roknya berlari menuruni gunung.
Dunia manusia hampir menyambut musim panas, Gunung Bukan Malam dipenuhi daya hidup yang subur. Tiga tahun lalu makhluk-makhluk halus terpaksa pergi, tetapi Gunung Bukan Malam tetap menjadi rumah mereka. Sejauh apapun mereka mengembara, pasti akan kembali.
Kini, ketika Shi Huan kembali ke tanah ini, perlindungan gunung kembali terpasang. Rumah mereka akhirnya lengkap kembali.
Dua bulan kemudian, makhluk halus yang masih berada di luar pun berangsur-angsur kembali ke Gunung Bukan Malam. Saat Hui Xiang kembali dengan keranjang di lengannya, Shi Luoya sedang berbicara dengan Wei Changyuan.
Membicarakan pengalaman masing-masing selama tiga tahun ini.
Mereka berdiri di bawah pohon aprikot Gunung Bukan Malam. Wei Changyuan mengenakan mahkota giok dan jubah panjang hijau kebiruan. Sejak hilangnya Pemimpin Sekte Hengwu sebelumnya, Wei Changyuan resmi menjadi pemimpin baru Sekte Hengwu.
Belalang melompat di dekat kaki mereka. Senyum tipis mengembang di wajah Shi Luoya, sementara pandangan Wei Changyuan yang setengah tertunduk terlihat lebih lembut dari biasanya.
Hui Xiang tiba-tiba seolah melihat kembali bayangan dua pemuda kecil itu dari masa lalu.
Mereka duduk di bawah pohon, menyantap kue sambil mengeluh tentang sulitnya latihan, dua insan yang tulus tanpa kecurigaan, akrab tanpa sekat.
Kini mereka dewasa, menempuh jalan masing-masing. Ada yang melepaskan masa lalu, ada yang penuh penyesalan, namun ikatan persahabatan yang tak tersapu waktu tetap bertahan dalam bentuk lain.
Wei Changyuan tidak tinggal lama. Sebagai pemimpin baru Sekte Hengwu, dia sibuk dengan berbagai urusan. Setelah mengunjungi paman seperguruan dan adik senior, dia harus kembali ke Gunung Mingyou.
Saat melewati Hui Xiang, dia mengangguk tipis.
"Nona Hui Xiang."
Hui Xiang membalas salam. Ia menyaksikan sosok yang menjauh itu, pria itu bersikap tenang seolah telah melupakan segalanya, tapi kelak Wei Changyuan tak pernah menikah lagi seumur hidup.
Hui Xiang membuka keranjang: "Nonaku lihat, apa yang kubawa pulang?"
Shi Luoya mendekat dan melihat keranjang berisi daun teratai wangi, di tengahnya terselip kuncup bunga kecil.
Saat ini baru bulan Mei, bunga teratai belum mekar.
Shi Huan beberapa hari ini sibuk menanam Teratai Es, karena istri almarhumahnya menyukainya. Dia juga sekalian menggali kolam dan menanam akar teratai.
Shi Luoya mengeluarkan kuncup bunga: "Kita antar ini ke A Xiu."
Yuewu turun gunung mencari Cang Wu. A Xiu belakangan giat berlatih memasak, kini sudah menabung banyak uang dan berencana membuka warung makan kecil di kaki gunung.
Dua hari lalu dia masih merindukan nasi daun teratai almarhumah ibunya. Hari ini Shi Luoya dan Hui Xiang mengantarkan daun teratai, membuat A Xiu sangat senang.
Setelah masakan selesai, dia dengan antusias mengajak Shi Luoya dan Hui Xiang mencicipi bersama.
Sebagai makhluk halus dengan kultivasi rendah, Hui Xiang hanya mencicipi sedikit makanan dunia manusia lalu meletakkan sumpitnya. Tapi Shi Luoya tanpa sadar menghabiskan dua mangkuk sambil menikmati aroma daun teratai.
Hui Xiang memandangnya dengan heran: "Nonaku?"
“……Aku merasa sedikit lapar.” ujar Shi Luoyi.
Perlu diketahui, kini Shi Luoyi telah mencapai kultivasi menjadi dewa. Saat masih memiliki tubuh immortal dulu pun tak pernah merasa lapar, mengapa sekarang bisa?
A Xiu yang berhati tulus sebagai manusia biasa tak paham liku-liku para cultivator, bertanya: "Nona Luoyi mau tambah lagi?"
Shi Luoyi memandang mangkuk kosong, setelah beberapa saat ragu, akhirnya mengangguk.
Memang tidak ada cara lain, dia benar-benar lapar. Dua mangkuk habis ditelannya tapi rasanya seperti belum makan.
Namun seberapa banyak pun dimakannya, perutnya tetap tak kenyang.
Keanehan ini jelas bukan hal sepele, bahkan Shi Huan pun turun tangan. Setelah memeriksa denyut nadi anak perempuannya namun tak menemukan masalah, akhirnya dia mencari beberapa buah spiritual. Baru setelah itu Shi Luoyi merasa agak berkurang laparnya.
“Mungkinkah ras dewa tidak bisa hidup di dunia manusia?” tebak Hui Xiang.
“Sepertinya tidak.” Shi Luoyi mengunyah buah spiritual sambil menggeleng, “Dulu Bian Qingxuan dan Bian Lingyu juga tak pernah terlihat kelaparan.”
Dia punya tebakan berani, Shi Luoya mengusap perut yang rata.
Indra keenam ini sangat aneh, dia tidak bisa menjelaskannya.
Beberapa hari sebelumnya dia sudah merasakannya samar-samar, tapi selalu merasa ini mustahil. Alasan Wangsa Kirin hanya menyisakan Bian Lingyu sekarang, selain sifat dewa yang memang rendah hasrat, juga karena kesulitan memiliki keturunan.
Sebagai cultivator, Shi Luoya juga bisa memeriksa denyut nadi sendiri, tapi tidak menemukan apa-apa. Baru beberapa hari terakhir ini indra keenamnya semakin kuat.
Kirin kecil ini terlalu penurut. Ia terlahir sebagai dewa, kini baru mulai terbentuk dan membutuhkan kekuatan dewata tak terbatas untuk menyusuinya. Tapi mungkin ia juga tahu, ibunya yang sama-sama perlu dilindungi.
Orang yang bisa memberi kekuatan dewata untuk ibu dan anak ini, membantunya tumbuh dengan baik, Kini masih belum tahu keberadaannya.
Dia membelai makhluk kecil itu, mengangkat bibir.
Saat Bian Lingyu kembali lagi, dia pasti sudah memiliki ingatannya kembali. Dengan kejutan sebesar ini yang dia persiapkan, tidak tahu ekspresi seperti apa yang akan ditunjukkannya nanti.
Pertengahan bulan Mei, hujan terbesar mengguyur Gunung Bukan Malam. Daun-daun teratai mekar lebar, diterpa hujan hingga menetes-netes.
Bunga teratai yang seharusnya baru mekar di bulan Juni, tiba-tiba semuanya mekar dalam sekejap.
Para makhluk halus tertegun heran, energi spiritual Gunung Bukan Malam belum pernah sepekat ini sebelumnya!
Pepohonan yang sebelumnya mati di Gunung Bukan Malam pun mulai bertunas kembali. Shi Luoya yang tak menyadari perubahan langit dan bumi ini masih terlelap dalam tidur siangnya.
Dia tak bisa memberikan kekuatan dewata kepada dewa kecil dalam kandungannya, hanya bisa makan buah-buah spiritual dan lebih banyak beristirahat.
Cahaya keemasan perlahan mengkristal di dalam kamar. Seorang Dewa berjubah perak muncul di sampingnya.
Dengan kepala bertumpu pada lengannya, dia tertidur pulas.
Mata perak Bian Lingyu tertancap lama pada tubuhnya, tak bisa berpaling. Sebelum datang ke sini, dia telah membuka Lambang Takdir Giok dan mendapatkan kembali ingatannya.
Ketika dia menyadari Shi Luoya tertidur panjang di Laut Wangdu, dirinya malah membiarkan Qing Xuan membawanya pergi, rasa terkejut dan sakit bercampur jadi satu. Tenggorokannya terasa panas, hampir memuntahkan darah.
Sejak lama, sebenarnya dia tak pernah terpikir untuk menguasai Shi Luoya.
Jatuh ke dunia fana, bertahun-tahun menyendiri sambil pura-pura dingin melihatnya mengejar orang lain, dia hanya bisa berpura buta, tutup mata agar tak resah.
Selama dia tak mengganggunya, mereka bisa hidup damai dengan permukaan "saling tidak suka".
Tapi dia tahu, jika suatu hari dia mengulurkan tangan duluan, dia takkan pernah melepaskannya atau menyerahkannya pada siapapun.
Jika saat itu dia masih mencintai Shixiong-nya, cepat atau lambat dia pasti takkan tahan dan akan membunuh Wei Changyuan.
Maka Bian Lingyu berpikir, lebih baik dia tak pernah berinisiatif mendekatinya.
Selama dia tak mendekat, dia bisa menahan diri membiarkannya mencintai orang lain.
Bian Lingyu duduk di tepi tempat tidur, menatap Shi Luoya lama. Hanya dirinya yang tahu, selama bertahun-tahun ini betapa dalamnya perasaan diam-diam yang ia pendam untuk orang ini.
Ia duduk di samping Shi Luoya cukup lama, ingatan yang kembali membuat jiwanya tidak stabil dan kekuatan dewata terus bergolak, tapi untungnya masih bisa dikendalikan.
Kekuatan dewata itu menyuburkan segala makhluk di Gunung Bukan Malam, sekaligus memelihara makhluk kecil lain yang sedang menunggu dengan wajah memelas untuk diberi makan oleh dewa.
Awalnya pandangan Bian Lingyu tertancap pada wajah Shi Luoya, setelah lama akhirnya ia menyadari sesuatu yang tidak beres, sorot matanya perlahan turun ke area perutnya.
Rasa amis darah masih tersisa di tenggorokan Bian Lingyu, tapi otaknya tiba-tiba menjadi kosong sama sekali.
Kemampuan pengendalian diri yang tadinya "masih bisa bertahan" kini benar-benar lepas kendali. Di luar jendela, tanaman tiba-tiba tumbuh liar, energi spiritual Gunung Bukan Malam menjadi begitu pekat hingga menghirup beberapa kali saja bisa meningkatkan kultivasi puluhan tahun!
Shi Luoya membuka matanya, tepat melihat raut wajah Bian Lingyu saat itu.
Bian Lingyu menatap perutnya, ekspresinya persis seperti saat Shi Luoya mengajaknya menjadi pasangan terkasih dulu.
Ia menghela napas, menahan sudut bibir yang hendak melengkung, bertanya: "Aku tidak mampu membiayai. Bisa kan kamu yang membiayai?"
Suara Bian Lingyu parau: "Aku yang akan membiayai."
Mengambil setangkai bunga teratai yang mekar akibat kekuatan dewata di jendela, ia menyentuh bahunya: "Kalau begitu cepatlah bawa kami pulang!"
Bian Lingyu membungkuk memeluknya. Dalam dekapan itu, Shi Luoya mencium aroma darah dewata yang terasa familiar.
Hujan di luar jendela terus mengguyur. Tiba-tiba ia teringat masa lalu, ketika mengira Bian Lingyu memberinya racun di kegelapan.
Tak disadari, itu adalah cinta putus asa seorang dewa yang tak tahu harus meletakkan hatinya di mana.
Shi Luoya menutup matanya, dewa kecil dalam perutnya telah menyerap cukup kekuatan dewata. Tiba-tiba ia melihat masa lalu yang sangat lama, potongan kenangan yang tak pernah ia saksikan sebelumnya.
Bian Lingyu dengan tubuh sakitnya yang rapuh telah menunggunya seumur hidup.
Di musim panas yang sama ini, selama 60 tahun ia tak mau mengingatnya. Saat itu, sebagai monster tua renta, dia masuk ke kuil runtuh dan membawa pulang jasadnya yang sudah tak bernyawa.
Tapi Shi Luoya tahu, kali ini segalanya akan berbeda.
Bunga locust dari luar jendela beterbangan, mendarat di pundak dan rambut mereka, bagaikan sumpah cinta abadi untuk memutih bersama rambut-rambut ini.
【END】
Catatan penulis: Cerita utama selesai, berikutnya akan ada bab tambahan.
Pembaca bisa menyampaikan permintaan khusus yang ingin dilihat.
Beberapa ide yang sebelumnya ingin saya tulis kira-kira: 1, Fantasi kehidupan sebelumnya "Jika Luoyi membuka matanya di kuil runtuh dan mengetahui cinta Bian Lingyu". 2, Qing Xuan. 3, Cang Wu dan Yuewu. 4, Orang tua male lead (Semakin ditulis semakin merasa Xi Yao tidak kompeten!). 5, Kehidupan sehari-hari setelah pernikahan di Divine Realm, kelahiran kirin kecil yang dimanjakan.
Ide lain bisa kalian usulkan, tapi pasti tidak akan bisa menulis semuanya. Saya akan pilih beberapa yang ingin saya tulis, hasil akhir sesuai dengan yang benar-benar ditulis.
