Sebelum menemui Nona Chen Da, Lin Hao memutuskan untuk menyelidiki Zhao Jincai, putra Marquis Pingjia.
Terhadap pria yang pernah menjadi kakak iparnya ini, pengetahuannya sangat terbatas.
Di kehidupan sebelumnya yang kelam, dia hanya bertemu Zhao Jincai dua kali. Pertama saat pernikahan kakak perempuannya, kedua saat kunjungan tiga hari setelah pernikahan.
Tak lama kemudian dia melarikan diri dari Kediaman Wen, hingga tiga tahun kemudian kembali ke ibukota dan mendengar kabar kematian kakaknya.
Lin Hao menuju ke halaman depan.
Di depan gudang kayu, seorang lelaki paruh baya awal 40-an sedang membelah kayu.
Postur tubuhnya agak gemuk, wajahnya ramah, sesekali mengambil sebatang kayu pendek dengan gerakan yang terlihat malas.
"Liu Bo." Lin Hao memanggil dan mendekat.
Liu Bo meletakkan kapaknya di tanah, tersenyum bertanya: "Tempat ini kotor, mengapa Nona Kedua datang kemari?"
Lin Hao menarik bangku kecil dan duduk sambil bertumpu di telapak tangan: "Datang melihat Liu Bo membelah kayu."
Liu Bo tertawa: "Kalau begitu Nona Kedua perhatikan baik-baik."
Sebatang kayu pendek ditaruh di depan, kapak diputar di tangan, angkat kapak dan tebas - kayu itu terbelah menjadi potongan-potongan rapi.
Lin Hao bertepuk tangan: "Kepiawaian Liu Bo luar biasa!"
Liu Bo menatapi serpihan kayu yang berhamburan, dalam hati menghela nafas.
Sekarang dia hanya bisa membelah-belah kayu.
"Nona Kedua mau mencoba?" Liu Bo tiba-tiba menyodorkan kapaknya.
Lin Hao tersenyum manis mengiyakan, menerima kapak itu lalu menirukan gerakan Liu Bo: memutar kapak dan mengayunkannya ke kayu pendek.
"Kretek-kretek!" Beberapa potong kayu pendek terbelah menjadi beberapa bagian dengan lebar yang seragam.
Liu Bo mengangguk-angguk penuh persetujuan: "Nona Er belum melupakan kemampuan yang diajarkan almarhum Jenderal."
"Ajaran kakek, tentu tidak boleh dilupakan." Lin Hao meletakkan kapak, memandang Liu Bo dengan penuh harap, "Liu Bo, aku ingin meminta bantuanmu untuk sesuatu."
Liu Bo tersenyum: "Apa itu?"
Tentu saja kedatangan Nona Er bukan sekedar untuk melihatnya membelah kayu.
"Aku ingin memastikan identitas seorang perempuan."
Mendengar itu, senyum Liu Bo langsung menghilang: "Siapa yang ingin Nona selidiki?"
Apakah anjing-anjing Wen Ruguí masih memiliki urusan kotor lainnya?
Begitu mendengar nama Wen Ruguí, seluruh anggota keluarga Jenderal langsung menggeretakkan gigi mereka.
"Yang kuketahui perempuan itu bernama Hanfang, orang yang disukai oleh Pingjiahou Shizi."
"Siapa?" Liu Bo mengira salah dengar.
Bukan Wen Ruguí?
"Pingjiahou Shizi."
Tatapan Liu Bo tiba-tiba berubah aneh: "Pingjiahou Shizi... Kedengarannya masih muda."
"Mmm, baru saja bertunangan dengan Nona Tertua dari Keluarga Huaianbo."
Ekspresi Liu Bo semakin tidak karuan.
Bertunangan dengan gadis Keluarga Huaianbo?
Apa hubungannya dengan Nona Er?
"Aku berteman dengan Nona Tertua Huaianbo. Secara tidak sengaja kudengar Pingjiahou Shizi menyukai seorang perempuan bernama Hanfang. Khawatir temanku akan dirugikan di kemudian hari, jadi kumohon Liu Bo untuk menyelidikinya." Lin Hao menjelaskan.
Ekspresi Liu Bo sedikit melunak: "Ternyata begitu."
Yang penting Nona Er tidak terlibat urusan kacau-balau.
"Hanfang ini nama panggilan, atau marga 'Han'?"
“Lin Hao menggelengkan kepala: “Kalau begitu aku tidak tahu, hanya kebetulan tahu nama ini.”
Saat kakak perempuan kembali tiga hari setelah pernikahan, senyumnya merekah, kebahagiaan terpancar dari ujung alis hingga sudut matanya. Zhao Jincai bersikap sopan dan penuh perhatian, menunjukkan perhatiannya pada kakak di setiap kesempatan.
Kebahagiaannya untuk kakak hanya bertahan hingga saat kakak dan Zhao Jincai bersiap pergi.
Kakak menggenggam tangannya dengan haru, Zhao Jincai menunggu sambil tersenyum. Tiba-tiba dia mendengar suara dalam hati Zhao Jincai: “Sungguh menyebalkan, Hanfang pasti sudah tidak sabar menunggu.”
Matanya langsung menatap tajam ke arahnya, tapi tak ada secercah ketidaksabaran terlihat dari wajah yang masih tersenyum tipis itu.
Saat itu juga, tubuhnya menggigil kedinginan, tangannya mencengkeram tangan kakak sampai sakit.
Dia menarik-narik tangan kakak tak rela melepas, tapi tak bisa mengucapkan sepatah kata pun, hanya menangis karena gelisah.
Saat itu apa yang dikatakan Nyonya Chang?
Sampai sekarang dia masih ingat lengkung senyum di sudut mulutnya, sorot mata yang penuh makna.
“Ahao benar-benar masih seperti gadis kecil, tak tega berpisah dengan kakak sampai menitikkan air mata emas.”
Mendengar perkataan Nyonya Chang, kakak khawatir dia akan dianggap kekanak-kanakan di depan orang luar, lalu melepaskan genggamannya.
Lepasan tangan itu menjadi perpisahan abadi.
Amarah menyembur di dada, ditelan kembali oleh Lin Hao dalam-dalam.
Tanpa jabatan tinggi dan kekayaan berlimpah, rumah mewah dan pakaian indah, hidup Nyonya Chang bersama ayah pasti sulit. Sementara Pangeran Pingjiahou yang menyebabkan kakaknya tewas tragis masih belum mendapat balasan.
“Nona kedua jangan khawatir, saya akan segera mencarikan informasi untukmu.” Melihat raut wajah murung Lin Hao, Paman Liu segera menyanggupi.
“Terima kasih, Paman Liu.”
Liu Bo tertawa hehe: "Hanya tidak berani menjanjikan bisa menemukan sesuatu."
Lin Hao melambaikan tangan: "Kalau Liu Bo saja tidak bisa menemukan, aku akan menyerah."
Liu Bo pernah menjadi pengintai di bawah kakek, baru pensiun ke Istana Jenderal setelah terluka. Lin Hao tidak punya sumber daya yang memadai. Mencari orang hanya dengan nama dalam beberapa hari sama sulitnya dengan mencari jarum dalam jerami. Meminta bantuan Liu Bo mungkin memberi hasil.
Langkah Lin Hao ternyata tepat. Sehari sebelum pesta ulang tahun Putri Qi Qiong, Liu Bo membawa kabar.
"Nona Er yakin nama yang dicari adalah 'Han Fang'?" Raut wajah Liu Bo terlihat aneh.
Lin Hao menegaskan: "Yakin."
Dia tidak mungkin salah ingat.
"Putra Mahkota Marquis Pingjia memang mengenal seseorang bernama Han Fang, tapi Han Fang ini... bukan perempuan."
Mata Lin Hao membelalak tak percaya: "Bukan perempuan?"
Liu Bo mengangguk: "Seorang pria."
Pria...
Hasil ini membuat Lin Hao pusing.
"Apakah--" Setelah lama terdiam, Lin Hao baru tersadar, "Putra Mahkota Marquis Pingjia menyukai pria?"
Liu Bo terdiam.
Dia masih berpikir bagaimana menyampaikan temuan ini ke Nona Er, tapi bagaimana caranya Nona Er bisa mengatakannya tanpa malu?
"Liu Bo, benarkah begitu?"
Liu Bo mengangguk dengan berat: "Sepertinya begitu."
Lin Hao tak menerima: "Liu Bo, ini menyangkut masa depan temanku, tidak bisa pakai kata 'sepertinya'."
"Melihat Lin Hao sama sekali tidak canggung, Liu Bo berbicara dengan tegas: 'Orang ini bermarga Miao, bernama Miao Hanfang, pemilik sebuah rumah buku. Putra Pingjia Hou sering mengunjungi rumah buku itu. Kemarin saya melihat langsung mereka berperilaku agak... mesra.'"
Saat mengatakannya, Liu Bo menghela napas dalam: "Nona Kedua, jika temanmu menikah ke sana, kehidupannya mungkin akan sulit."
Mengingat masa lalu saat di kamp militer, seekor lalat betina masuk saja bisa membuat para pejabat tinggi melirik berkali-kali. Sekarang para pria borjuis ini malah tidak tertarik pada gadis manis, tapi menyukai pria.
Dunia seperti apa ini.
"Memang sulit..." Lin Hao mengatupkan bibir, wajahnya dingin seperti embun beku.
Pantas saja Lian Xiang bilang setelah kakaknya keguguran, Zhao Jin baru mulai menjauhinya. Pantas pula seorang suami tega menjadikan istrinya sebagai mainan untuk dipersembahkan ke pria lain.
Dia tak pernah menganggap kakaknya sebagai istri, tapi hanya alat untuk meneruskan marga Keluarga Pingjia Hou.
Jika putra mereka demikian, sudah pasti Pasangan Pingjia Hou sangat memahami situasi ini.
Lebih masuk akal mengapa di kehidupan sebelumnya dia melamar kakakku, sekarang melamar Nona Chen - karena melihat mereka tak punya ibu yang melindungi. Saat kebenaran terungkap, mereka hanya bisa memaksakan diri menelan gigi yang patah dan darah.
Ia tak berani membayangkan seperti apa kehidupan kakaknya di Kediaman Pingjia Hou.
"Liu Bo." Lin Hao memanggil.
Liu Bo menatapnya.
Mata gadis muda itu berkilau dalam, suaranya tenang: "Saya ingin menghancurkan reputasi Putra Pingjia Hou. Tolong bantu saya."
