Wajah Qin Wenyuan berubah muram: "Kenapa tidak bisa?"
Qingyan deg-degan: "Banyak petugas pemerintah berpatroli di jalanan. Jika mereka menangkap para pengangguran itu dan menyebut nama Tuan—"
Qin Wenyuan tersenyum acuh: "Suruh mereka jangan berlama-lama. Pergi sebelum petugas datang. Festival lentera ramai orang, saat petugas dengar keributan, mereka sudah punya waktu cukup untuk 'mengobrol'."
Melihat tekad Qin Wenyuan tak tergoyahkan, Qingyan tak berani membantah lagi.
Di area yang kurang penerangan, beberapa pengangguran memandangi pengunjung festival dengan tatapan menyala.
Mereka mencari target yang cocok untuk dibunuh.
Festival Qixi membawa sukacita, juga bahaya laten.
Orang ceroboh bisa kehilangan kantong uang, perempuan lajang atau anak yang terpisah dari orang tua bisa jadi mangsa pedagang manusia.
Para pengangguran itu mencari orang berpenampilan rapi, mengambil kesempatan di kerumunan untuk mengambil domba secara mudah.
Pengunjung festival pasti membawa dompet berisi uang.
"Saudara-saudara—"
Qingyan tiba-tiba menyapa, membuat beberapa pengangguran itu kaget.
Mereka belum mulai beraksi, jangan-jahuan sudah ketahuan?
Melihat Qingyan berpakaian pelayan, kewaspadaan mereka meningkat.
"Ada perlu apa?"
"Ada urusan yang butuh bantuan kalian."
"Urusan apa?"
Qingyan mendekat dan berbisik pada pemimpin mereka.
Si pemimpin mengerutkan kening.
Qingyan buru-buru berkata: "Kami bayar 5 tael perak."
“Kalau ini gagal bisa bikin masalah——” Pemimpin preman itu mulai tertarik.
Lima tael perak sebenarnya sudah cukup, tapi masih bisa nego lebih banyak.
“Cuma ngobrol sebentar dengan beberapa gadis, pasti gampang buat para Kakak.”
“Nanti kalau petugas datang, kami bisa celaka. Lima tael perakmu ini susah didapat.”
“Para Kakak tak perlu berlama-lama, cukup sampai orang sekitar lihat saja.” Qingyan tersenyum kecut, “Mungkin tadi belum jelas, ini lima tael perak per orang.”
“Lima tael per orang?” Para preman serentak bersuara.
“Kakak——” Seorang preman tak tahan berteriak.
Cuma goda sedikit si nona-nona, habis itu kabur, langsung dapat lima tael perak per orang! Mana ada rejeki semudah ini!
Pemimpin preman langsung mengangguk: “Oke, tapi kau harus kasih lima tael perak sebagai uang muka.”
“Uang muka cuma dua tael. Tapi tenang, nanti setelah kutunjukkan dua gadis itu, aku akan nunggu di dekat pohon osmanthus sebelah toko kue Wang Ji. Kalau urusan kalian beres, langsung ambil uangnya.”
Pemimpin preman berpikir sejenak, lalu mengangguk: “Baiklah. Ingat, wajahmu sudah kuhafal. Kalau cuma boong, nanti kutemui kau!”
“Masa berani? Aku minta bantuan Kakak-Kakak supaya urusan lancar, bukan cari masalah.”
“Ayo pergi.”
Qingyan melirik ke arah Qin Wenyuan, lalu bergegas menuju area yang terang lampu.
Qin Wenyuan mengikuti mereka dari belakang dengan ketat.
“Jalanan ramai dan dipadati orang, sebenarnya sulit menemukan seseorang. Qing Yan, setelah diingatkan oleh Qin Wenyuan, langsung menuju ke tepi sungai.”
“Festival Qixi juga disebut Festival Putri. Para gadis akan menaruh perahu kecil berisi kue biji-bijian dan bunga melon ke air untuk mendoakan pernikahan yang bahagia.”
“Menurut aturan tak tertulis, area sungai tempat gadis keluarga kaya dan anak perempuan rakyat biasa melepaskan perahu dibedakan sedikit.”
“Saat itu tepi sungai sudah penuh sesak gadis-gadis. Mata Qing Yan berkunang-kunang, akhirnya menemukan orang yang dicari.”
“Lihat dua nona yang berdiri bersama itu? Yang satu pakai rok delima, satunya baju kuning angsa. Mereka itu targetnya.”
Si penganggur mengangguk-angguk.
“Lalu, kami serahkan pada para kakak.” Setelah memberi instruksi, Qing Yan diam-diam kembali ke Qin Wenyuan.
“Sudah beres?”
Qing Yan yang awalnya tegang kini tersenyum: “Tuan tenang, sudah selesai. Para penganggur itu langsung setuju begitu dengar bayarannya 5 tael perak per orang.”
“Bagus.” Senyum puas mengembang di wajah Qin Wenyuan.
Untuk menghindari kecurigaan, tuan dan pelayan ini menjaga jarak dari sungai. Pandangan Qin Wenyuan ke tepi sungai terhalang kerumunan orang, tapi matanya tetap tak berhenti menatap ke sana.
Ekspektasi dalam matanya menggantikan amarah yang sebelumnya membara.
Sekali pun mulut mereka tajam, bagaimana para nyonya bangsawan ini akan menyikapi pelecehan di jalan umum? Ia ingin menyaksikan sendiri!
“Qing Yan, tunggu mereka di bawah pohon osmanthus. Selesaikan urusan bayar-membayar agar tak ada masalah nanti.”
“Tuan akan tetap di sini?”
Qin Wenyuan tersenyum ringan: "Pertunjukan menarik seperti ini tak boleh terlewat. Aku akan melihat awalnya lalu langsung kembali ke istana. Setelah urusanmu selesai, kembalilah juga."
Qing Yan mengiyakan, lalu bergegas menuju tempat perjanjian.
Beberapa pemalas berjalan menuju Lin Hao. Tiba-tiba bahu pemimpin mereka ditepuk seseorang.
"Siapa?" teriak pemalas itu kaget, segera menoleh penasaran.
Yang terlihat adalah seorang pemuda tampan luar biasa.
Sudut bibir pemuda itu mengerek senyum tanpa kehangatan, suaranya rendah: "Bantu aku mengurus sesuatu, bagaimana?"
Para pemalas itu merasa aneh.
Hari ini kenapa? Satu demi satu orang datang menyuruh mereka bekerja.
"Aku tahu, seseorang memberi kalian masing-masing 5 tael perak untuk mengganggu dua nona—"
Pemimpin pemalas itu terkejut: "Kau siapa? Mau apa?"
Para pemalas itu segera mengepung pemuda tersebut.
“Jangan panik, dengarkan aku sampai selesai.” Pemuda itu tetap tenang meski dikelilingi.
Beberapa pemalas mengawasinya dengan ketat.
Pemuda itu tersenyum, tiba-tiba menunjuk ke suatu arah: “Lihat pria muda berbaju panjang biru mutiara itu? Dialah yang membayarmu.”
Penasaran, para pemalas mengintip melalui celah keramaian dan memang melihat seorang pria muda berbaju panjang biru mutiara.
“Mungkinkah dia menyewa kami dan juga menyewamu?” Pemimpin pemalas meragukan meski melihat sikap sang pemuda, tapi bingung mencari alasan kedatangannya.
“Mengganggu gadis hanya merusak reputasi.” Suara pemuda itu lembut namun perkataannya mengguncang, “Aku bayar sepuluh kali lipat, 50 tael untuk masing-masing. Sekarang ganggu pria berbaju biru itu.”
“Apa?”
“Beberapa pemalas mengira salah dengar.”
“Kamu mau kami menggoda suamiku?”
“50 tael.” Suara pemuda itu datar.
Beberapa pemalas saling bertukar tatapan.
Lima puluh tael, 50 tael per orang!
Lakukan!
“Kamu harus bayar dulu.” Pemimpin pemalas menahan detak jantung bruk-bruk, raut wajahnya tanpa sadar menampakkan keganasan.
Ini 50 tael per orang, total 200 tael untuk empat orang.
Dengan 200 tael ini, mereka bisa berhenti dari kehidupan kriminal.
Pemuda itu menepuk setumpuk uang kertas di tangan pemimpin pemalas.
Pemalas itu cepat-cepat menunjuk menghitung: uang kertas 10 tael sebanyak 20 lembar, persis 200 tael.
Ia memandangi pemuda itu dengan keheranan.
Benarkah diberikan semua?
“Aku benci repot, malas nunggu kalian di bawah pohon osmanthus nanti. Percaya kalian juga orang yang tak suka repot, bukan?”
Pemuda itu bertanya dengan tenang, namun beberapa orang menangkap ancaman dalam suaranya.
"Tentu saja, kami menerima uang dan mengerjakan tugas. Tuan tak perlu khawatir." Kata pemalas yang memimpin sambil tertawa.
Ternyata pemuda ini mendengar jelas seluruh percakapan tadi, sementara mereka tak ada yang menyadarinya. Orang seperti ini tentu tak boleh dibuat berselisih.
Lagipula, si pelit yang hanya memberi 5 tael perak pada satu orang, mana mungkin mengeluarkan lebih banyak uang untuk membujuk mereka.
"Saudara-saudara, mari pergi."
