Putri Jing terdiam membeku.
“Dia hanyalah putri dari keluarga kaya biasa, di hadapan putri-putri bangsawan itu paling hanya bisa disebut wanita sederhana. Alasan bisa menjadi selir pangeran sangat sederhana: Pangeran Jing menyukainya.
Alasan yang paling sederhana, namun juga paling sulit.
Untuk ini, Pangeran Jing rela menerima makian dari kaisar terdahulu, kehilangan restu sang kaisar.
Setelah mengalami semua ini, bagaimana mungkin dia menghalangi keinginan putranya untuk menikahi gadis pujaannya?
"Karena Shuo'er menyukainya, besok aku akan datang sendiri ke Istana Jenderal untuk mengetes pendapat mereka. Terakhir kali mengirim utusan melamar, Nyonya Lin belum menyetujui." Putri Jing mengerutkan alisnya kesal.
Putra sulungnya yang begitu sempurna, masa tidak dihargai!
Kesal sampai tak ingin pergi.
Tapi sang putra menyukainya——Putri Jing menelan dalam-dalam kekesalannya.
Pangeran benar, siapa suruh anak kita menyukainya.
Pasangan Pangeran Jing setelah makan malam, membersihkan diri dan berbaring berdampingan berdiskusi hingga larut malam baru tidur.
Keesokan paginya, cahaya musim semi menyinari sudut-sudut Ping'an Fang, kicau burung riang bersahutan. Putri Jing mengutus orang mengirim undangan ke Istana Jenderal.
Lin Shi terkejut menerima undangan kunjungan dari Putri Jing.
Meskipun kedua keluarga bertetangga, sebenarnya jarang berinteraksi. Mengapa tiba-tiba Putri Jing berkunjung?
Jangan-jangan datang menagih hadiah terima kasih?
Dugaan ini melintas, Lin Shi menggelengkan kepala.
Selama ini dia melihat Putri Jing sebagai orang yang menyenangkan, tidak mungkin sampai segitunya.
Lin Shi menjadi penasaran, menyambut Putri Jing dengan lebih antusias dari biasanya saat sang putri berkunjung.
Putri Jing seketika itu juga merasa keyakinannya bertambah.
Melihat sikap Nyonya Lin seperti ini, pernikahan pasti akan berhasil.
Seorang dayang yang cantik menyajikan teh lalu mundur, Lin Shi mempersilakan Putri Jing menikmati tehnya.
“Saya tadinya ingin hari ini mengunjungi keluarga istana dan menyampaikan terima kasih kepada Putra Mahkota.”
“Nyonya Lin membicarakan insiden kuda panik kemarin?” Putri Jing tersenyum sambil melambaikan tangan, “Ini tidak perlu diucapkan terima kasih. Siapapun yang melihat kejadian itu pasti akan membantu jika mampu, apalagi kita bertetangga.”
“Bagi Putra Mahkota mungkin ini hal sepele, tapi sangat membantu Istana Jenderal.” Lin Shi terus berbasa-basi sambil semakin penasaran.
Jika bukan terkait kejadian kemarin, untuk apa Putri Jing datang? Jangan-jangan hanya sekadar bersilaturahmi?
Setelah berbincang basa-basi cukup lama, tepat ketika rasa penasaran Lin Shi hampir tak terbendung, Putri Jing akhirnya menyampaikan maksud kedatangannya: “Kemarin Shuo'er mengantar Nona Kedua pulang, kebetulan saya melihatnya. Tiba-tiba saya menyadari kedua anak ini sangat cocok. Shuo'er berusia 20 tahun, Nona Kedua juga 17 tahun, sudah saatnya membicarakan pernikahan. Bagaimana jika kita menyatukan mereka, Nyonya Lin?”
Lin Shi tertegun.
Putri Jing datang untuk meminang A'hao bagi putranya??
Apakah ingatannya kacau? Bukankah keluarga Istana Jing pernah melamar sebelumnya dan sudah ditolaknya?
“Jadi ini kedua kalinya——” Lin Shi tiba-tiba merasa bangga sekaligus tersentuh.
Lihatlah Istana Jing, putra mereka yang begitu lemah fisiknya tak takut menikahi istri yang tangguh. Jauh lebih baik daripada keluarga-keluarga lain.
Sayangnya Putra Mahkota Jing lemah fisiknya.
Lin Shi segera teringat hal ini, diam-diam menjepit pahanya.
Tenang!
“Penampilan, latar belakang keluarga, dan usia kedua anak ini sangat cocok. Langka lagi saling mengenal akar-rumput. Ibu Lin juga melihat Shuo'er tumbuh besar, pasti tahu dia anak yang bisa diandalkan...”
Lin Shi mendengarkan Putri Jing merinci kelebihan putranya, dalam hati menghela napas: Sayang Putra Mahkota Jing lemah.
“Bagaimana pendapat Ibu Lin?” Putri Jing bertanya sambil menyeruput teh dari cangkirnya.
Segala yang perlu dikatakan sudah diutarakan, sikap juga sudah serendah mungkin. Jika keluarga Jenderal masih enggan, berarti putra mereka memang tak berjodoh dengan Nona Lin Er.
Lin Shi tidak langsung menolak: “Putra Mahkota memang bakat terkemuka di kalangan pemuda Beijing. Tapi untuk urusan sebesar ini, saya harus berdiskusi dulu dengan ibunda.”
Yang lebih penting adalah menanyakan pendapat putrinya.
Meski Putra Mahkota Jing punya seribu kelebihan, satu kelemahan "fisik lemah" saja sudah membuat Lin Shi tak berminat. Tapi dia tak akan memutuskan untuk putrinya, apalagi setelah menyadari putrinya lebih bijaksana darinya.
Dia tak pernah merasa orang tua pasti lebih tahu daripada anak-anaknya.
“Tentu saja. Saya tunggu kabar dari Ibu Lin.” Putri Jing meletakkan cangkir dan beranjak pamit.
“Lin Shi menunggu Putri Jing pergi, lalu segera pergi ke Nyonya besar, dengan gembira menceritakan kedatangan Putri Jing untuk melamar: ‘Aku khawatir tidak ada yang akan melamar lagi, tapi hari ini sudah ada yang datang.’”
Nyonya besar lebih bijak daripada Lin Shi: “Jangan cepat puas, mungkin dalam waktu dekat hanya keluarga Istana Jing.”
Senyum di sudut mulut Lin Shi menghilang: “Mengapa?”
“Jika ingatanku benar, ini kali kedua Istana Jing datang untuk melamar A'hao?”
Lin Shi mengangguk-angguk.
“Menurutmu, apakah Putri Jing benar-benar hanya mau A'hao sebagai menantu? Jika diganti yang lain, masakannya jadi tidak enak?”
“Tidak mungkin.” Lin Shi masih punya kesadaran diri.
Nyonya besar memandangi putrinya: “Kalau begitu, mengapa Istana Jing kembali melamar setelah kau tolak?”
“Iya, mengapa?” Lin Shi mulai kebingungan.
Nyonya besar kesal karena ketidakmatangan: “Karena Putra Mahkota Jing!”
Lin Shi masih bingung.
Nyonya besar pasrah, terpaksa menyinggung: “Kemungkinan terbesar adalah Putra Mahkota Jing menyukai A'hao. Putri Jing melakukan lamaran kedua ini demi putranya.”
Lin Shi tersadar: “Oh begitu rupanya.”
Ternyata begitu!
“Semua aspek cocok, yang lebih langka adalah benar-benar menyukai A'hao. Bisa dibilang ini pernikahan yang baik.” Nyonya besar berkata.
Lin Shi tak tahan mengingatkan: “Tapi kondisi kesehatan Putra Mahkota Jing tidak baik.”
Nyonya besar melotot padanya: “Jangan-jangan kau langsung menolak?”
“Tidak, harus berdiskusi dulu dengan Ibu, lalu tanya pendapat A'hao.”
Ekspresi keras Nyonya besar melunak.
“Gadis ini meski tidak peka, untung tidak sembarangan mengambil keputusan.”
Nyonya besar memanggil: “Duo Fu, jemput Nona Kedua ke sini.”
Pelayan utama Duo Fu segera tiba di Paviliun Luo Ying, menjemput Lin Hao datang.
“Nenek mencari aku ada urusan?” Lin Hao dalam hati sudah menduga, tapi raut wajahnya tetap tenang.
Nyonya besar melirik Lin Shi: “Hari ini Putri Jing datang, menyatakan ingin meminangmu untuk Putra Mahkota Jing. A'hao, bagaimana pendapatmu?”
Pemuda dan gadis seusia mereka, bukankah wajar jika ada benih cinta yang tumbuh? Mungkinkah hanya Putra Mahkota Jing yang berhasrat?
Nyonya besar tidak berpikir demikian.
Kesetaraan status, saling mencintai, barulah pernikahan yang sesungguhnya baik.
Di bawah tatapan Nyonya besar dan Lin Shi, pipi Lin Hao memerah tak terkendali: “Aku ikut nenek dan ibu.”
Lin Shi mengawasi putrinya dengan curiga.
Tidak seperti ini jawaban A'hao sebelumnya.
“A'hao, utarakan dulu pendapatmu. Ini kan urusan masa depanmu, jangan hanya ikut generasi tua.”
Nyonya besar melototi Lin Shi: “Ucapannya tadi sudah jelas dia setuju, cepatlah para orangtua tetapkan pernikahan ini.”
“Nenek, Ibu, aku mau menjenguk kakak pertama.” Lin Hao kabur terbirit-birit karena ucapan Nyonya besar.
Lin Shi menjepit tangannya sendiri, baru tersadar: “A'hao menyukai Putra Mahkota Jing?”
Sejak kapan?!
