Istana Jenderal memiliki banyak aset. Toko alat kecantikan di Jalan Wanqing hanyalah satu dari sekian banyak ruko yang tak mencolok. Lin Hao bahkan tak tahu ada properti keluarga mereka di situ.
Hari itu dia mengajak Bao Zhu ke Jalan Wanqing untuk mengobservasi kondisi toko.
Ruko-ruko tidak besar, seperti kebanyakan toko yang menghadap jalan, dengan tata letak toko di depan dan halaman di belakang. Total hanya ada satu manajer dan satu pegawai.
Manajernya adalah seorang perempuan berusia tiga puluhan. Saat Lin Hao masuk, dia sedang bersandar di konter hampir tertidur, sementara pegawai sedang membersihkan rak barang.
Bao Zhu sengaja batuk.
Manajer langsung membuka mata lebar-lebar, matanya berbinar melihat Lin Hao dan pelayannya: "Nona mau beli bedak? Toko kami punya stok lengkap. Merah peach, merah jingga, merah koral - semua warna bedak yang ada di pasaran tersedia di sini..."
Mendengar penjelasan panjang lebar dari manajer, Lin Hao diam-diam merasa heran.
Kok bisa toko sepengunjung ini padahal manajernya begitu pandai bicara?
"Kalau begitu, boleh lihat semuanya."
Manajer buru-buru mengambilkan tumpukan botol dan kendi untuk sampel uji coba.
Lin Hao mengambil sekotak bedak, mengorek sedikit dengan kelingkingnya untuk diperiksa. Kualitasnya tidak buruk, tapi juga tidak istimewa. Persis di seberang toko ini ada toko bedak yang lebih besar, dengan orang yang terus keluar-masuk pintu.
"Berapa harga sekotak bedak ini?"
Setelah menanyakan harga dan membelinya, Lin Hao langsung pergi ke toko seberang.
Seperti dugaan, toko seberang punya barang lebih banyak dan lengkap. Selain berbagai warna bedak, ada air bunga, sabun wangi, bola aroma... Semua mainan yang dibutuhkan perempuan bisa dibeli sekaligus. Saat ditanya harga, bedak dengan merek yang sama di toko keluarganya harganya persis sama.
Setelah keluar dari toko, sebelum Lin Hao sempat berbicara, Bao Zhu sudah menghela napas: "Tak heran bisnis toko kita sepi, tidak punya keunggulan sama sekali. Nona lihat, bahkan nama toko kita kalah dibanding milik orang. Toko mereka bernama 'Rindu Rupa Bunga', sementara kita cuma 'Toko Bedak Wangi Keluarga Lin'. Jika hamba jadi pelanggan pun pasti memilih 'Rindu Rupa Bunga'."
Sudah kalah dari papan nama saja!
Lin Hao menaikkan pandangan menyapu papan nama tokonya, tersenyum tipis: "Yang penting barangnya bagus."
Perempuan pecinta kecantikan punya mata elang untuk barang seperti air bunga. Keunggulan sekecil apapun bisa mereka bedakan. Barang bagus tak akan sulit dijual.
"Nona, kapan toko kita bisa dibuka?" Tatap Bao Zhu yang penuh semangak melihat lalu lalang orang di jalan, "Jalan Wan Qing ini jarang kita kunjungi, tak disangka cukup ramai."
"Harus meneliti langkah-langkah penyulingan air bunga, memesan berbagai peralatan, membeli bunga segar... Banyak sekali yang harus dikerjakan. Tak mungkin cepat selesai." Lin Hao justru merasa mantap memikirkan kesibukan yang akan datang.
Bao Zhu tiba-tiba menunjuk: "Nona, lihat! Di sana banyak orang berkumpul."
Lin Hao juga melihat kerumunan ramai di depan gedung teh.
"Ayo, kita lihat."
Tuan dan pelayan segera berjalan mendekat. Belum sampai dekat sudah mendengar perbincangan dua orang.
"Keterlaluan! Negara kecil seperti peluru ini berani bersikap angkuh di Kabupaten Zhou!"
"Benar! Zhou punya segudang cendekiawan. Apalagi Beijing sebagai pusat berkumpulnya para berbakat dari empat penjuru. Masak takut sama orang Yu Liu!"
“Ada apa, Saudara?” tanya seseorang yang baru datang penasaran.
Seorang pria dengan wajah memerah karena emosi menunjuk ke gedung teh: “Ada beberapa orang Yuliu sedang minum teh, mereka terus-menerus bilang kalau para cendekiawan Zhou tidak ada apa-apanya dibanding orang Yuliu dalam membuat puisi berpasangan. Kebetulan ada beberapa pelajar di situ, tidak terima lalu berdebat dan akhirnya mengadakan perlombaan.”
“Menang tidak?” tanya pendatang baru.
Pria lain menghela napas: “Kalah.”
Pendatang baru gusar: “Bagaimana bisa kalah?”
Yang pertama berbicara semakin geram: “Orang Yuliu itu licik! Pelajar kita cuma mahasiswa biasa, sementara di pihak mereka ada tiga orang yang katanya adalah cendekiawan muda terbaik Yuliu, mana mungkin menang!”
“Lalu... kita kalah dari Yuliu?”
Pria lain tiba-tiba bersemangat: “Tidak mungkin! Baru saja beberapa cendekiawan kita masuk, mereka adalah jinshi lulusan tahun lalu.”
Pendatang baru lega: “Syukurlah, syukurlah.”
Biasanya santai melihat keramaian, tapi menghadapi orang Yuliu, Kabupaten Zhou sama sekali tidak boleh kalah!
Lin Hao menyimak diam-diam, mulai paham situasi.
Cendekiawan saling meremehkan, apalagi yang berbeda negara.
Tiba-tiba kerumunan gempar: “Ada yang keluar!”
Beberapa pria muda berbaju biru lurus berlari keluar, ada yang mengangkat lengan baju untuk menutupi wajah, ada yang wajahnya merah padam, kabur terbirit-birit di bawah tatapan ratusan pasang mata.
Penonton saling pandang bingung.
Ini... kalah lagi?
Penemuan ini seperti disiram air dingin, suasana mencekam ketika tawa riang dari dalam kedai teh semakin menusuk telinga.
“Hahaha, katanya Kabupaten Zhou punya dasar budaya yang dalam, melahirkan banyak orang berbakat luar biasa. Tapi sekarang terlihat biasa saja, bahkan teka-teki sederhana pun tidak bisa dipecahkan.” Seorang pemuda berbusana Yuliu keluar dari kedai teh, mengibas-ibaskan kipas sambil tersenyum menatap kerumunan.
Pemuda Yuliu lainnya menggelengkan kepala dan menghela napas: "Pertemuan langsung tak sehebat reputasinya, para cendekiawan Kabupaten Zhou benar-benar mengecewakan."
Ucapan ini membuat para penonton yang menikmati keramaian memerah wajahnya.
"Jangan kalian keterlaluan!" Beberapa pemuda dengan tatapan marah keluar dari kedai teh.
Pemuda Yuliu penggemar kipas menampakkan raut wajah ketakutan yang berlebihan: "Jangan-jangan Kabupaten Zhou ini kalah dalam debat sastra, lalu mau main fisik?"
Perkataan ini membuat beberapa pemuda yang memang tidak tebal muka itu terbungkam lama.
Masyarakat yang menyaksikan juga merasa tidak enak di hati.
Memang wajar merasa takut menghadapi orang Qi yang kasar dalam hal kekuatan fisik. Tapi kalah dalam hal bakat dengan orang Yuliu? Ini benar-benar sulit diterima.
Apakah Kabupaten Zhou sudah terpuruk sampai level seperti ini?
Keheningan yang membisu membuat para terpelajar yang hadir merasa terhina.
Memalukan sampai ke negara asing! Bagaimana mungkin ini ditahan?
Seorang pemuda berkata dingin: "Jangan terlalu sombong. Kami dengar kalian adalah cendekiawan ternama Yuliu. Sedangkan yang baru saja bertanding dengan kalian hanyalah terpelajar biasa dari Kabupaten Zhou kami——"
“Biasa?” pria Yuliu memotong dengan nada mengejek, “Baru saja kudengar orang Kabupaten Zhou kalian bilang, beberapa orang itu adalah jinshi lulusan baru tahun lalu. Negara Anda mengadakan Ujian Juren setiap tiga tahun sekali. Pesertanya ribuan, yang lulus cuma sepuluh persen. Ribuan peserta itu sendiri dipilih dari puluhan ribu juren yang lulus Ujian Musim Gugur. Kalau jinshi baru saja dianggap sekadar terpelajar biasa, berarti standar negara Anda untuk kaum terpelajar terlalu tinggi.”
Begitu kata-kata ini meluncur, orang-orang Yuliu lainnya tertawa terbahak-bahak. Suara tawa yang menggema itu seperti tamparan tak kasat mata yang menghantam muka orang-orang Kabupaten Zhou yang hadir.
Seorang pria melangkah keluar dari kerumunan, berdiri tegak di depan beberapa pria Yuliu. Kipas lipat berhias emas di tangannya dibuka dengan gemerisik, “Cuma menang bikin pantun melawan beberapa orang, pantas ditertawakan seperti babi? Sebutkan saja bait pertamanya, bahkan temanku bisa menjawabnya pakai jempol kaki.”
Saat mendengar kata-kata awal pria itu, hati semua orang berdesir kagum. Tapi bagian akhirnya hampir membuat mereka tersedak.
Jadi ini cuma omong kosong pujian palsu buat teman tanpa tanggung jawab!
