Segera tinta dan kertas tersedia di hadapan Qi Shuo.
Qi Shuo memilih pena halus, memberi isyarat pada pegawai untuk mulai bercerita.
“Tamu itu kira-kira tiga puluh tahun, kurus, alis hitam lebat, mata...”
Qi Shuo menggambar sambil bertanya: “Matanya mirip?”
Pegawai mengamati dengan teliti, ragu-ragu: “Sepertinya perlu lebih sipit sedikit.”
Qi Shuo mengangguk, beberapa goresan menciptakan sepasang mata baru: “Bagaimana ini?”
“Ya! Persis seperti ini!” Pegawai bersemangat.
“Hidungnya seperti apa?”
“Hidungnya...”
Tanya jawab berlanjut, waktu pun berlalu tak terasa.
Komandan Jia tak sempat mengalihkan pandangan dari kertas gambar, gelisah namun tak berani mengganggu.
Lin Hao jauh lebih tenang, duduk di samping menyaksikan pemuda yang asyik melukis dengan penanya.
Tak disangka A-Shuo juga mahir melukis potret manusia.
“Tidak tahu berapa lama waktu berlalu, Qi Shuo tiba-tiba berhenti menulis. Tinta di ujung pena mengeras, menetes ke kertas putih dan membentuk noda tinta.”
“Putra Mahkota kenapa berhenti menggambar?” Komandan Jia bertanya heran.
Qi Shuo tiba-tiba melempar kertas gambar ke samping.
Komandan Jia terkejut.
Mengapa dibuang setelah menggambar begitu lama?
Saat hendak mengambil kertas itu, dia melihat Qi Shuo membentang kertas baru dan mulai menggambar dengan cepat, hampir tanpa jeda. Kurang dari setengah jam, sebuah potret telah selesai.
Pemuda dengan jari-jari putih bernoda tinta itu menatap tajam pada potret, sedikit mengerutkan alis: "A'hao, lihatlah."
Lin Hao melihat potret yang hidup itu, hawa dingin merayap dari dalam hatinya.
Itu Chen Mu!
Meski ada sedikit perbedaan dengan wajah Chen Mu yang sebenarnya, orang dalam gambar itu tetap bisa langsung dikenali sebagai dirinya.
Penemuan ini membuat raut wajah Lin Hao tegang. Dia mengatupkan bibir tanpa bersuara.
Kelompok yang dipimpin Chen Mu berniat meledakkan Jalan Jinxiu. Anggota lain sudah ditangkap Jinlinwei, hanya Chen Mu yang masih kabur. Tak disangka kejadian berikutnya adalah pembunuhan besar terhadap Putri Yu Liu.
“Apakah orang ini?” Qi Shuo meletakkan pena dan bertanya pada pegawai.
Pegawai itu mengangguk-angguk tak henti: “Benar, dialah!”
Dia jelas terkesima dengan keahlian melukis Qi Shuo: “Sangat mirip! Luar biasa mirip!”
Komandan Jia menahan kekaguman, mengetuk-ngetuk meja dengan jari: “Yang lain juga lihat, pernahkah melihat orang ini?”
Seorang pegawai lain mengenali: “Saya yang melayani orang ini saat masuk gedung teh.”
“Apakah dia masuk sebelum kedua putri atau sesudahnya?” Komandan Jia bertanya.
“Setelah kedua putri,” jawab pegawai tanpa ragu.
“Bisa dipastikan?”
“Saat kedua putri masuk, hamba tak bisa menahan diri untuk melongok beberapa kali. Karena tak memperhatikan tamu di belakang, orang ini malah batuk untuk mengingatkan hamba…” Pegawai itu menjelaskan.
Komandan Jia diam-diam lega.
Terlepas dari bisa tidaknya menemukan orang ini, kehadirannya setidaknya memberi penjelasan untuk atasan.
“Hari ini berkat Putra Mahkota.” Komandan Jia berterima kasih pada Qi Shuo dengan tulus.
Qi Shuo tersenyum: “Asal bisa membantu Tuan Jia, itu sudah cukup.”
Komandan Jia mengangkat gambar dengan hati-hati: “Gambar ini akan hamba bawa. Setelah melapor ke atasan, kita perlu menggunakan gambar ini untuk perburuan.”
Komandan Jia paham sikap atasan: memposting gambar dan mengumumkan perburuan adalah keharusan. Hanya dengan cara ini kabar bahwa pembunuh Putri Lingque adalah orang lain bisa tersebar cepat, membersihkan nama Putri Yi'an.
“Suatu hari pasti hamba akan mengundur Putra Mahkota minum teh.” Komandan Jia merapatkan tangan lalu pergi tergesa-gesa.
Qi Shuo menoleh ke Lin Hao: “Kami juga pulang yuk.”
Begitu mereka pergi, para pegawai langsung ramai berdiskusi.
“Jangan asal ngomong, nanti menimbulkan masalah!” Manajer memperingatkan.
“Bukannya pejabat tadi bilang akan segera pasang pengumuman perburuan? Nanti juga semua orang tahu, ngobrol sedikit tak apa kan.”
Manajer berpikir sebentar lalu mengangguk, hanya menghukum pegawai yang sembarangan mengizinkan orang ke area belakang.
Orang-orang di gedung teh yang mengetahui rahasia mengejutkan ini tidak bisa menahan mulut, kabar pun menyebar bak api menjalar.
Lin Hao dan Qi Shuo kembali ke toko wewangian, membahas potret sambil menghindari orang lain.
"Orang itu adalah Chen Mu." Suara Lin Hao penuh keyakinan.
Qi Shuo yang pernah mengawasi Chen Mu di kesempatan lain: "Tak disangka hasil lukisannya adalah dia. Benarlah, orang yang lolos akan menjadi masalah di kemudian hari."
Jika Yuliu memilih bersatu dengan Qi karena kematian Putri Lingque, peperangan yang pecah akan membuat masyarakat Kabupaten Zhou paling menderita.
“A Shuo, apa rencanamu?” Lin Hao teringat wajah dingin anyir Chen Mu, hati terasa berat.
“Aku akan menemui Cheng Maoming.” Qi Shuo ragu-ragu, memperhatikan reaksi Lin Hao, “Mungkin bisa mencoba bertanya pada Du Qing tentang tempat persembunyian Chen Mu.”
“Apakah Du Qing masih di Jilinwei?”
“Mmm.”
Lin Hao berpikir sejenak, membuat keputusan: “Aku akan menemuinya.”
Qi Shuo sedikit ragu, akhirnya mengangguk: “Baiklah.”
Setelah berembuk, mereka langsung menuju kantor Jilinwei.
Cheng Maoming tersentak bersemangat saat bawahan melaporkan kedatangan Putra Mahkota Pangeran Jing.
Putra Mahkota Pangeran Jing ini selalu membawa keuntungan setiap bertemu, kali ini apa lagi alasannya datang?
“Silakan masuk.”
Cheng Maoming menunggu dengan harapan yang tak jelas kedatangan Pangeran Jing dan——menatap Lin Hao dengan tajam, Cheng Maoming terkejut.
Kemampuan menilai karakternya cukup akurat, ini pasti seorang gadis yang menyamar sebagai pria? Setelah mengamati lebih seksama, ia mengenali: Putri Kedua Istana Jenderal, tunangan Pangeran Jing yang belum resmi!
Cheng Maoming dengan kebingungan melirik ke luar.
Langit masih terang, ini bukan mimpi.
Kok sekarang trennya bawa calon istri yang belum dinikahi jalan-jalan ke Jilinwei?
"Ini Nona Lin Er." Qi Shuo menjelaskan identitas Lin Hao dengan sikap terbuka.
Cheng Maoming menyapa, semakin bingung: Apa ini dilakukan secara terang-terangan?
Setelah basa-basi, Qi Shuo menyampaikan maksudnya: "Kasus pembunuhan Putri Lingque, sudahkah Komandan Cheng mendengarnya?"
Topik ini langsung membuat Cheng Maoming lupa hal lain: "Tentu saja Cheng sudah dengar."
Meski Kaisar menyerahkan kasus ini ke Kementerian Hukuman untuk diselidiki, Jilinwei juga tidak santai, kami diam-diam mengawasi penginapan tamu.
"Sebelum ke gedung teh, kedua putri sempat mampir ke toko parfum bunga milik Istana Jenderal. Kebetulan Nona Lin Er juga ada di sana——" Qi Shuo tiba-tiba berhenti.
"Petugas Kementerian Hukuman menghampiri Nona Lin Er?" Cheng Maoming bertanya tak berubah ekspresi, dalam hati berpikir ternyata Pangeran Jing datang minta bantuan.
"Mereka bertanya, kebetulan saya juga ada di sana."
Tatapan Cheng Maoming ke Qi Shuo terlihat aneh.
Putra Mahkota terhormat sampai rela nongkrong di toko parfum demi calon istrinya. Kalau ini anakku——ah, aku tak punya putra.
Qi Shuo tak peduli pikiran Cheng Maoming, melanjutkan: "Karena kebetulan bertemu, kami membantu Pejabat Jia menyelidiki seorang tamu teh yang mencurigakan. Setelah mendengar deskripsi pegawai yang pernah melihat orang itu, saya menggambar potret. Hasilnya, ternyata orang tersebut adalah salah satu anggota kelompok yang gagal meledakkan Jalan Jinxiu."
“Ekspresi Cheng Maoming berubah drastis: “Putra Mahkota yakin?”
