Saat Hao Dong merenungkan tuntutan dirinya yang mungkin berlebihan, Xiao Wang di sampingnya sepertinya sudah menemukan kandidat.
“Ei, Huang Zhihua ini bagus ya, kemampuan individu sangat menonjol, punya kecepatan dan teknik, selain tubuh yang sedikit kurus, tidak ada cacat besar. Lagian dia masih kecil, pasti akan tambah tinggi nanti... Dong Ge liat deh hentian bolanya, mantap banget!”
Hao Dong juga mengangguk setuju. Pertandingan sudah berjalan 15 menit, sejauh ini dari 22 pemain yang turun, nomor 9 tim merah inilah yang paling mencolok kemampuannya. Kalau benar-benar tidak ada pilihan lebih baik, mungkin dia yang akan dipilih.
Setelah menghentikan bola, Huang Zhihua nomor 9 tim merah tidak memilih untuk mengoper, malah membawa bola menerobos ke kotak penalti. Tapi aksi ini nyaris membuatnya kehilangan bola, akhirnya dia harus mengakhiri serangan tim merah dengan tembakan jarak jauh di luar kotak.
Tembakan itu melambung di atas mistar gawang, sama sekali tidak mengancam gawang tim biru.
Xiao Wang di samping berteriak: "Aduh, sayang sekali!"
Hao Dong dalam hati menggeleng pelan: Tekniknya terlihat bagus, tapi kemampuan membaca permainan sangat buruk. Tadi saat menghentikan bola, kalau saja dia memilih mengoper ke rekan setim, mungkin lebih baik. Malah nekat membawa bola sendiri sampai terjebak, nyaris hilang. Setelah panik, asal tendang jauh dan menghancurkan serangan tim. Kalau di tim profesional, pasti sudah dimarahi habis-habisan pelatih.
Jika akhirnya memilih orang ini, Hao Dong merasa seperti "Tidak ada jenderal di Shu, Liao Hua yang jadi pelopor" - terpaksa memilih yang kurang berkualitas karena tidak ada alternatif.
……
Tendangan Huang Zhihua ini membuat tribun penonton riuh oleh teriakan histeris.
Banyak dari penonton ini adalah orang tua peserta anak-anak yang mengikuti final grand final.
Sorakan orang tua untuk menyemangati anak mereka bergantian tak henti-hentinya.
Meski ramai, suaranya sama sekali tidak teratur.
Permainan sepak bolanya juga tidak teratur.
Ini adalah final grand final. Hanya satu orang yang bisa lolos ke reality show, dengan rasio eliminasi 23 banding 1 yang sangat tinggi. Semua pemain berusaha menampilkan kemampuan terbaik mereka.
Performa Huang Zhihua tadi juga dipengaruhi faktor ini, dan ini bukanlah kasus tunggal.
Kecuali bek, hampir semua pemain penyerang yang memegang bola enggan mengoper lagi.
Mereka selalu berharap bisa seperti bintang kelas dunia yang menentukan hasil pertandingan sendirian.
Meski secara nominal satu tim, sama sekali tidak ada kerja sama.
Pemain penyerang mati-matian pamer skill individu, sementara bek juga tak mau jadi figuran. Mereka punya cara sendiri untuk unjuk kemampuan.
Yaitu dengan pertahanan yang keras!
Pertandingan ini tidak indah, tapi sengit. Pemain dari kedua tim bertarung habis-habisan.
Wasit utama sering membunyikan peluit untuk menghentikan permainan melindungi pemain, membuat jalannya pertandingan terpotong-potong dan tidak enak ditonton.
Andai saja penonton tribun bukan sebagian besar orang tua peserta, tapi penikmat sepak bola murni, mungkin stadion sudah sepi...
……
Pada menit ke-20 pertandingan, situasi tak terduga terjadi di lapangan.
Seorang gelandang tim merah terpeleset saat berbalik mengejar pemain penyerang tim biru, kehilangan keseimbangan dan terjatuh... serta mengalami keseleo pergelangan kaki!
Dokter tim medis segera memeriksa lalu memberi isyarat pergantian pemain.
"Pergantian pemain?"
Banyak yang terdiam sejenak melihat gestur ini, seolah tak siap dengan pergantian tersebut.
Bahkan beberapa orang langsung terpikir: Apakah kita punya pemain cadangan?
Pandangan beralih ke bangku cadangan di pinggir lapangan, melihat sosok yang hampir terlupakan.
Dengan kedua tangan menopang dagu di atas paha, ia menatap lapangan dengan fokus tanpa bergerak.
……
Melihat isyarat pergantian pemain dari dokter tim, Zhou Jianliang langsung melompat dari kursinya - dia tahu ini berarti putranya mendapat kesempatan!
Di dekatnya, sepasang orang tua menghela napas penuh penyesalan - jelas mereka orang tua dari anak yang cedera.
"Maafkan..."
Zhou Jianliang berbisik dalam hati ke arah mereka.
Memang sulit diterima siapa pun, tapi setidaknya ini memberi kesempatan untuk putranya...
……
Hao Dong yang semula mulai kehilangan minat menonton, sebagai juri yang tak bisa meninggalkan tempat, kini kembali bersemangat. Matanya beralih ke remaja di bangku cadangan.
“Jika dia tidak salah ingat, Zhou Yi adalah yang memiliki nilai evaluasi terburuk di antara 23 orang, karena 22 lainnya setidaknya pernah menerima pelatihan profesional di akademi klub sepak bola.”
“Hanya Zhou Yi ini, sejak kecil bahkan tidak pernah masuk sekolah olahraga, apalagi akademi klub sepak bola profesional. Mungkin dia tidak tahu di mana pintunya. Dia hanya pernah mengikuti pelatihan singkat di kelas sepak bola musim panas di pusat kebudayaan, dan data pendaftarannya menyebutkan dia sebagai striker utama di tim sekolah menengahnya.”
“Sungguh luar biasa seseorang seperti ini bisa lolos ke babak final.”
“Karena kemampuannya yang lemah, dia menjadi satu-satunya pemain cadangan.”
“Sekarang, tampaknya pemain terlemah ini akan mendapatkan kesempatan bermain.”
“Namun Hao Dong tidak memiliki harapan apapun terhadap penampilannya.”
“Seperti pandangannya yang konsisten, seorang anak tanpa latihan sepak bola profesional mustahil tampil lebih baik dari 22 pemain di lapangan.”
……
“Pelatih Wu, setelah menerima kabar dari dokter tim, menoleh ke bangku cadangan.”
“Zhou Yi, bersiaplah masuk!”
“Teriaknya ke arah bangku cadangan.”
“Tidak ada yang merespon.”
“Zhou Yi tetap dalam posisi mirip Komandan Ikari dari EVA, tidak bergerak.”
“Zhou Jianliang di tribun menyaksikan punggung anaknya. Baik insiden cedera di lapangan maupun panggilan pelatih, tidak mendapat respons apapun.”
“Sebagai ayahnya, Zhou Jianliang tiba-tiba mendapat firasat buruk...”
……
Pelatih Wu tidak mendapat respons, dia sempat berpikir apakah posisinya terlalu jauh dan suasana yang ramai membuat suaranya tidak terdengar oleh Zhou Yi. Akhirnya, dia memutuskan untuk mendekat dan memanggil langsung.
Tapi saat sampai di depan Zhou Yi, barulah dia menyadari ada yang tidak beres...
Karena Zhou Yi yang sedang menopang dagu di kedua tangannya... matanya terpejam!
"Zhou Yi?" Pelatih mencoba memanggil pelan.
Tidak ada reaksi, kelopak matanya bahkan tidak berkedip.
"ZHOU YI!" Pelatih meningkatkan volume suaranya.
Tapi sosok di hadapannya tetap membeku bagai gunung, duduk tegak di bangku panas yang terjemur matahari, tanpa respons.
Sekarang Pelatih Wu bisa memastikan, meskipun kenyataan ini sulit dipercaya...
Bahwa anak ini ternyata tertidur di bangku cadangan... di tengah final yang sangat krusial dan penting!
Pelatih Wu yang antara ingin tertawa dan kesal terpaksa mendorong bahu Zhou Yi: "Sudah pagi, bangun!"
……
Zhou Yi sedang bermimpi. Dalam mimpinya, dia kembali berada di lapangan latihan yang dikelilingi pepohonan hijau, dikelilingi sosok-sosok samar berbaju training warna senada.
Mimpi ini sering muncul dalam sebulan terakhir, setidaknya 2-3 kali seminggu.
Kini Zhou Yi mulai menyadari, mereka mungkin adalah rekan setimnya.
Hanya saja dia tidak tahu nama atau asal-usul mereka.
Di depannya, masih berdiri wanita pendek berwajah cantik yang tersenyum: "Selamat datang di dunia sepakbola FIFAOL33..."
Setelah mengatakan itu, si cantik itu langsung diam, tidak melanjutkan bicara. Ia tetap tersenyum memandangi Zhou Yi, membuatnya merinding.
Zhou Yi sudah sulit membedakan apakah ini mimpi indah atau mimpi buruk.
Secara logika, mimpi bertemu wanita cantik seharusnya jadi mimpi indah. Tapi jika si cantik ini agak aneh, hanya memandang sambil tersenyum tanpa bicara... maka secantik apapun di matanya akan langsung dikategorikan sebagai "orang gila". Berada bersama orang gila jelas bukan mimpi indah.
Tiba-tiba lapangan latihan tempat Zhou Yi berada mulai bergetar. Pemandangan di sekelilingnya berubah distorsi, termasuk si wanita cantik yang mulai berkedip-kedip dengan bintik-bintik noise seperti sinyal TV yang buruk.
Tak lama kemudian, Zhou Yi tersentak bangun.
Ia menyadari dirinya memang berada di lapangan bola, tapi bukan lapangan latihan dalam mimpi. Ini stadion sungguhan dengan lapangan sepakbola, lintasan lari, tribun penonton... Kenapa terasa sangat familiar?
Oh iya, aku sedang di lokasi final seleksi nasional...
Final?
Final!
Zhou Yi kaget, baru menyadari posisinya sekarang dan melihat jelas orang yang berdiri di hadapannya.
"A, Pelatih, aku tidak tidur lama..." Zhou Yi mengusap air liur di sudut mulutnya, berusaha membela diri.
Pelatih Wu geleng-geleng melihat kelakuannya, menunjuk ke lapangan: "Giliranmu tampil!"
"Apa?" Ekspresi Zhou Yi masih seperti orang mengantuk.
“Ada yang cedera di Tim Merah, kamu masuk menggantikan.” Pelatih Wang memberi instruksi singkat.
“Oh oh oh!” Zhou Yi yang baru tersadar langsung melompat dari bangku dan bersiap lari ke lapangan.
“Tunggu!” Pelatih Wang menghentikannya. “Kamu tahu posisi apa yang akan kamu mainkan?”
“Penyerang…” Zhou Yi menjawab tanpa pikir panjang.
“Kamu main sebagai gelandang.” Ujar Pelatih Wang.
“Pelatih, saya… penyerang…” Zhou Yi menunjuk dirinya sendiri.
“Yang cedera gelandang, jadi kamu masuk sebagai gelandang.” Pelatih Wang berkata dengan nada tak terbantahkan. Ia menatap Zhou Yi yang terlihat bingung: “Ada masalah?”
“Eh, tidak!” Zhou Yi langsung berbalik dan berlari ke lapangan.
Di belakangnya, sang pelatih menggelengkan kepala.
Sebagai pemain terlemah dari 23 orang, dia malah tertidur di bangku cadangan di final sepenting ini!
Orang ini benar-benar tidak bisa diandalkan…
Pelatih menoleh kembali ke bangku panjang itu. Permukaan bangku stainless steel yang halus memantulkan cahaya terik matahari. Di bawah sengatan matahari awal Agustus, bangku itu sudah memanas seperti wajan, alasan mengapa pelatih lebih memilih berdiri di pinggir lapangan pura-pura menonton pertandingan seperti pelatih daripada duduk di sana.
Tapi anak itu malah bisa tertidur dalam kondisi seperti ini…
Apa ini disebut hypersomnia atau berkulit tebal?
