Sebelum masuk lapangan, Zhou Yi melirik papan skor di pinggir lapangan. Angka “0-0” terpampang jelas, pertanda kedua tim masih imbang tanpa gol.
Ini adalah kabar baik baginya.
Dia juga tidak merasa terkejut dengan skor ini.
Dari situasi pertandingan yang dia lihat sebelum tertidur, skor ini sudah bisa diprediksi.
Sebenarnya dia tidak berbohong, dia benar-benar baru saja tertidur.
Sebelumnya meski duduk di bangku cadangan, dia masih menonton pertandingan, tapi pertandingannya sendiri sama sekali tidak menarik selain perkelahian sengit.
Dia mengantuk terus sambil menonton, ditambah semalam terlalu bersemangat sampai tidur larut, bangun pagi, kurang tidur.
Meski matahari terik membakar kepala dan pantat seperti dipanggang di teppanyaki saat duduk di bangku, dia tetap tak tertahankan tertidur.
Walau memalukan tertidur di pinggir lapangan, Zhou Yi tidak merasa terlalu canggung. Sepakbola kan dinilai dari performa di lapangan, tidak ada hubungannya dengan di luar.
Selama bisa bermain bagus saat turun ke lapangan, apa masalahnya tertidur di bangku cadangan?
Dia berlari ke lapangan dengan penuh semangat dan percaya diri.
……
Setelah Zhou Yi dibangunkan, semua orang baru sadar - rupanya anak ini tertidur di pinggir lapangan!
Maka tribun penonton bergemuruh dengan suara tawa terbahak-bahak.
Zhou Jianliang tersulut emosi oleh tawa itu - Itu anakku! Sekalipun memalukan tetap anakku! Tidak menertawakannya!
Dengan geram dia berdiri, kedua tangan membentuk corong di mulut, berteriak ke lapangan: "Semangat nak! Main yang bagus! Ayah mendukungmu!"
Baru saja melangkah ke lapangan, Zhou Yi mendengar teriakan ayahnya. Ia berbalik dan memberikan hormat ke ayahnya, sementara Zhou Jianliang juga membalasnya. Ini adalah cara komunikasi khas antara ayah dan anak mereka.
Setelah memberi hormat, Zhou Jianliang menantang melihat ke arah orang-orang yang tertawa terbahak-bahak itu.
Para orang tua yang menyadari bahwa pria ini ternyata ayah dari objek ejekan mereka - setara statusnya - menjadi canggung, satu per satu menundukkan kepala atau mengalihkan pandangan.
Zhou Jianliang baru duduk dengan sikap pemenang setelah orang terakhir mengalihkan tatapan darinya.
……
Meski Zhou Yi berlari ke lapangan dengan tekad membaja untuk mengubah situasi sendirian.
Namun kenyataannya jauh berbeda dari bayangannya.
Sebagai gelandang, pemain harus sering mengolah bola di lapangan.
Tapi setelah dia masuk, hampir tak ada yang mengoper bola padanya - wajar saja, semua hanya ingin bola melekat di kaki sendiri, mana mungkin memberi ke rival?
Berapapun Zhou Yi mengangkat tangan atau berteriak, tak ada yang mengoper.
Lima menit bermain: sentuhan nol, kontribusi nol.
……
"Kekacauan total..." Hao Dong di tribun tak kuasa lagi, menggeleng sambil menghela nafas.
Xiao Wang di samping juga bisa melihat level pertandingan ini sangat rendah, jadi dia mengambil kesempatan ini untuk menanyakan keraguan dalam hatinya: "Kak Dong, aku punya pertanyaan nih... Kenapa final tidak seperti babak penyisihan sebelumnya yang mengadu setiap teknik individu, malah dibuat pertandingan seperti ini? Semua orang cuma digabung dadakan, dan saling bersaing, pasti pertandingannya tidak menarik..."
Hao Dong menjawab: "Dalam hal teknik individu, para peserta ini sudah bagus, kalau tidak tidak akan masuk final. Lagi-lagi mengadu teknik tidak ada artinya. Kenapa aku ubah final jadi pertandingan? Karena aku ingin melihat hal di luar teknik."
"Hal di luar teknik?" Xiao Wang tidak paham.
"Hmm, hal di luar teknik sepak bola adalah kesadaran sepak bola," Hao Dong menjelaskan, "Ini hal yang lebih mendalam. Teknik bisa dilatih, tapi kesadaran ini lebih bawaan lahir, inilah bakat alami."
"Ini..." Mendengar penjelasan Hao Dong, Xiao Wang semakin bingung, "Apakah Kak Dong tidak berlebihan ingin melihat hal-hal itu dalam pertandingan ini?"
"Makanya aku hanya menuntut satu hal."
"Apa?"
"Kesadaran untuk berkolaborasi dalam tim."
Xiao Wang baru tersadar: "Pantasan tadi Kak Dong menekankan di akhir, bilang ke mereka kalau sepak bola adalah olahraga tim."
"Tentu, kau pikir aku ngomong kosong? Tapi sayang... sepertinya anak-anak itu tidak menyerap." Hao Dong menggelengkan kepala, tidak berbicara lagi.
……
Zhou Yi, sebagai gelandang, bahkan tidak bisa mendapatkan bola di dekat gawang tim biru. Area ini penuh sesak, pemain tim biru dan merah berkerumun bersama, sama sekali tidak ada ruang untuk menguasai bola.
Menimbang situasi ini, Zhou Yi tidak memaksakan diri untuk merebut ruang di depan kotak penalti. Ia memilih mundur ke posisi gelandang bertahan.
Rekan yang semula bermain sebagai gelandang bertahan terkejut melihat Zhou Yi mundur. Tanpa bertanya, ia langsung menyambar kesempatan untuk maju ke depan.
Dengan pikiran itu, ia meninggalkan Zhou Yi dan langsung menerjang ke depan.
Zhou Yi memperhatikan tindakan rekannya, namun tidak menghiraukannya. Pandangannya menembus rekan yang maju itu, menyapu panorama yang sama sekali berbeda dari masa saat ia masih menjadi penyerang.
Dulu sebagai penyerang di berbagai tingkatan tim sekolah, area geraknya terbatas di zona serang ketiga, terutama di dalam kotak penalti lawan. Di sana, fokusnya hanya pada gawang dan situasi di sekitar kotak penalti.
Kini ia bisa melihat hampir seluruh hubungan posisi pemain di lapangan, kecuali dua bek tengah dan kiper di belakangnya.
Seperti lukisan Gulir Qingming, saat menjadi penyerang yang ia lihat hanyalah bagian tertentu.
Namun setelah terpaksa menjadi gelandang dan mundur ke posisi bertahan, lukisan agung ini baru pertama kali terbentang perlahan di hadapannya, menampakkan seluruh wajah aslinya...
Setiap detail terlihat jelas di depan Zhou Yi. Kepalanya menoleh ke kiri, melihat situasi sisi kiri lapangan. Di sebelah kiri, bek kiri tim merah sudah berlari ke depan, dari posisinya hampir bisa dianggap sebagai sayap kiri. Di sampingnya, bek kanan tim biru menghadang di sisi dalam bek kiri tim merah, mencegahnya menerobos atau menerima umpan.
Kemudian kepalanya menoleh kembali ke tengah. Situasi di tengah lapangan jauh lebih rumit daripada di sisi karena lebih banyak pemain.
Pemain dari kedua tim merah dan biru terkonsentrasi di sini, saling menjalin seperti gigi anjing yang saling mengunci, campur aduk antara kawan dan lawan.
Zhou Yi melihat ke kanan, situasinya pada dasarnya sama dengan sisi kiri.
Gelandang bertahan yang baru saja berlari ke depan justru memperparah kekacauan ini, dia naik ke depan tapi sama sekali tidak bisa mendapatkan bola.
Tapi dalam kondisi seperti ini, bagaimana caranya memenangkan pertandingan?
Zhou Yi mengerutkan kening.
Setelah menginjak lapangan dan melihat situasi ini, pikirannya mulai berubah. Sekarang dia tidak tahu berapa kesempatan lagi yang dimilikinya untuk mendapatkan satu-satunya kuota itu, tapi dibandingkan masuk ke tim ekspedisi barat, kemenangan dalam pertandingan ini kini lebih dia pedulikan.
Dia tidak ingin hanya berdiri menyaksikan timnya kalah, meskipun ini adalah tim yang dibentuk secara dadakan.
Harus melakukan sesuatu.
……
Tim Merah menyerang secara serentak, tetapi karena masing-masing bermain sendiri, mereka hampir tidak memberikan ancaman ke gawang Tim Biru. Malah kehilangan penguasaan bola saat menyerang. Tim Biru menendang bola jauh ke depan, bola meluncur ke area tengah lapangan... tepat di depan Zhou Yi, jatuh, memantul, lalu dikontrol Zhou Yi dengan dada.
Zhou Yi kemudian menginjak bola dengan kaki. Ia tidak langsung menggiring bola ke depan, membuat banyak orang terkejut.
Zhou Jianliang di tribun berdiri gemetar penuh semangat. Ini adalah sentuhan pertama putranya dalam pertandingan. Teriaknya: "Semangat, nak!!"
Zhou Yi memegang bola tanpa gerakan.
Seperti membeku. Bagi banyak orang, sikapnya lebih mirip kebingungan pemain debutan yang baru pertama kali menyentuh bola.
Saatnya terpaku, pemain Tim Biru sudah bergerak serentak merebut bola untuk langsung balik menyerang.
Pemain Tim Merah mulai mundur sambil berteriak ke Zhou Yi: "Oper! Oper!"
Setiap orang ingin Zhou Yi mengoper bola ke mereka, tapi Zhou Yi tidak melakukannya.
Di tengah kerumunan merah-biru yang mengepung, tetap tidak ada reaksi.
Seperti... benar-benar panik.
Liu Yadong nomor 9, penyerang Tim Biru yang tercepat di antara 23 pemain, memimpin pengejaran dengan kecepatan penuh. Ia sangat yakin akan kecepatannya.
Dia yakin dengan sprint sepenuhnya, pemain Tim Merah yang baru masuk itu pasti tak bisa bereaksi...
Tapi tepat saat akan menyerbu Zhou Yi, tiba-tiba Zhou Yi berbalik sambil menendang bola ke belakang ke bek tengah!
Liu Yadong tak banyak berpikir. Matanya hanya fokus pada bola. Jika lawan mengoper mundur, dia terus kejar sambil beri tekanan. Bek Merah pasti akan salah langkah!
Saat melintas seperti angin di samping Zhou Yi, dia mendengar teriakan: "Oper balik ke sini!"
Dari sudut matanya, Liu melihat Zhou Yi bergerak cepat sambil tangan menunjuk ke bawah ke arah kakinya - sinyal minta umpan ground pass.
Tapi kecepatan Liu Yadong jelas lebih cepat daripada reaksi otaknya. Bayangan Zhou Yi segera menghilang saat dia terus menyambar bola dan bek tengah nomor 5 Merah.
……
Li Haoran nyaris panik melihat bola dioper ke arahnya oleh si pemain cadangan. "Dikejar begitu ketat, malah oper ke aku? Gila lo!"
Seketika dia benar-benar blank, bukan sekedar pura-pura bingung seperti biasanya.
Namun, tepat saat dia tidak tahu harus berbuat apa, dia mendengar pemain pengganti yang mengoper kepadanya tiba-tiba berteriak, sambil berlari ke tengah lapangan, kebetulan... keluar dari belakang Liu Yadong, sehingga dia bisa melihatnya dengan jelas. Saat mengoper, dia tidak perlu khawatir bola akan direbut Liu Yadong karena posisi mereka sama sekali tidak sejajar.
Melihat gerakan Zhou Yi, Li Haoran segera mengayunkan kakinya dan langsung menendang bola kembali ke Zhou Yi.
Begitu dia mengoper bola, Liu Yadong langsung melompat ke depan, mengulurkan kaki, tetapi meleset!
Li Haoran memang sementara terbebas dari kesulitan, tapi dia justru membuat masalah untuk Zhou Yi.
Untuk memastikan bola tidak direbut Liu Yadong, tendangan Li Haoran kali ini sangat keras dan terburu-buru. Lebih mirip clearances yang gagal daripada operan. Bola melambung tak terkendali di atas rumput, melesat cepat ke arah Zhou Yi.
Mengontrol operan "seperti ini" bukanlah hal mudah.
Jika Zhou Yi gagal mengontrolnya, pemain tim biru yang sedang menyergap dari belakangnya bisa langsung merebut bola dan melancarkan serangan balik.
Saat itu, Zhou Yi mengangkat kaki kanannya dan langsung menghentikan bola yang terlihat sulit dikontrol ini dengan stabil. Tanpa jeda, dia segera menggunakan kaki kiri untuk mengoper bola ke bek tengah lainnya tim merah, Luo Wei nomor empat.
Persis saat bola terlepas dari operannya, pemain tim biru sudah menyerbu dari belakangnya. Tentu saja, tendangannya meleset.
Namun adegan ini membuat penonton di luar lapangan merasakan keringat dingin - bukan hanya gagal menerima bola, bahkan jika Zhou Yi melakukan sedikit penyesuaian saat mengontrol bola, operan ini mungkin tidak akan terkirim, bahkan bisa saja direbut pemain Tim Biru dari belakang...
Di tribun penonton, orang tua pemain Tim Biru mengeluarkan desahan keras, menyesali kegagalan tim mereka memanfaatkan kesempatan serangan balik setelah berhasil merebut bola di area depan.
Di podium kehormatan, Hao Dong yang sebelumnya tampak bosan-bosan saja tiba-tiba matanya berkilat melihat kejadian ini.
Zhou Yi yang baru saja mengoper bola tampak tidak menyadari bahaya yang baru saja dihindarinya. Tanpa menghiraukan pemain Tim Biru di dekatnya, ia langsung berlari ke sisi lapangan sambil berteriak ke rekan setimnya: "Oper ke sini!"
Semuanya persis seperti kejadian sebelumnya.
Luo Wei pun mengoper bola ke sana. Zhou Yi yang sudah berada di sisi lapangan menerima bola, kali ini ia tidak mengoper kembali. Setelah mengontrol bola dan berbalik, ia kembali melihat gawang Tim Biru dan area kotak penalti yang sekarang lebih sepi pemain.
"Hei, agak menarik..." Xiao Wang tiba-tiba mendengar Hao Dong di sebelahnya tertawa kecil mengomentari.
