Makan pertama Zhou Yi di pusat pelatihan adalah makan siang di hari pendaftaran, disantap bersama di kantor dekat asrama.
Di sini, Zhou Yi tak hanya bertemu lagi dengan Sun Pan, Yang Muge, dan si pemarah Guo Nu, tapi juga rekan setim lainnya.
Sun Pan langsung menyambutnya dengan hangat saat melihat Zhou Yi, mempersilakan duduk di sebelahnya.
Maka Zhou Yi membawa nampan stainless steel itu dan duduk bersama Sun Pan serta Yang Muge.
"Eh, Zhou Yi, dengar kabar baru?" Begitu pantat Zhou Yi menyentuh kursi, Sun Pan sudah mendekat dengan wajah penuh rahasia.
“Dengar apa? Kamu punya kabar baru lagi?” Zhou Yi juga semangat, langsung merespons dengan antusias.
Ini membuat Sun Pan senang - kalau dia bersemangat menceritakan gosip tapi tak ada yang mendengarkan, betapa membosankannya. Memainkan kecapi dengan baik juga perlu punya penikmat, siapa yang mau memainkan kecapi di depan sapi?
Sun Pan justru menyukai orang yang kooperatif seperti Zhou Yi, lalu dia merendahkan suaranya: “Pagi tadi kan kamu tanya selain kamu siapa lagi yang belum datang?”
“Iya. Apakah orang itu sudah datang?”
Sun Pan mendengus ringan: “Tentu, pemain bintang besar tentu harus tampil terakhir biar jadi penutup. Bahkan pelatih kepala sendiri yang menjemputnya di gerbang utama dan mengantarnya mendaftar. Lihatlah perlakuan istimewanya... Wah!”
“Pelatih kepala sendiri yang mengantar mendaftar... Kenapa dia bisa dapat perlakuan seperti itu?”
“Dia satu-satunya pemain tim nasional di tim kita ini.” Sun Pan membuka tangan dan mengangkat bahu.
“Bukannya tim kita disebut yang terkuat di kelompok usia ini? Punya pemain timnas kan wajar?” Zhou Yi merasa ucapan Sun Pan aneh, satu-satunya pemain tim nasional?
Pertanyaan Zhou Yi ini membuat Sun Pan terdiam. Si cerewet ini malah diam. Yang Muge di sampingnya menjawab pertanyaan Zhou Yi mewakilinya.
"Itu cuma propaganda media, sensasi belaka. Sebenarnya kami bukan yang terkuat di kelompok usia domestik. Bukankah yang terkuat seharusnya U17 (tim nasional di bawah 17 tahun)? Kalau begitu, kenapa tidak langsung kirim tim nasional junior saja? Mengapa harus membentuk tim dadakan dari kami?" Yang Muge yang biasanya hemat bicara kini berbicara panjang lebar. Kesederhanaan bicaranya berbeda dengan He Ying. Meski diam, wajahnya selalu tersenyum hangat, sementara He Ying akan diam membeku dengan muka dingin. Satu pria hangat, satu lagi pria dingin.
Untuk menjelaskan hal ini pada Zhou Yi, Yang Muge rela berbicara panjang kali lebar.
"Jadi sebenarnya..." Zhou Yi mulai menangkap maksudnya.
Yang Muge mengangguk: "Banyak dari kami di akademi klub masing-masing bahkan belum tentu jadi pemain utama. Kalau tidak, mana ada klub yang mau melepas pemain inti akademinya untuk acara reality show TV yang cuma main-main?"
"Ternyata sama sekali tidak ada yang menganggap serius..." Zhou Yi teringat getaran hatinya saat melihat berita itu di TV. Rupanya itu karena ia belum berpengalaman. Orang yang sudah tahu dunia mana mungkin percaya propaganda buta? Hatinya kecut. Ia mulai curiga acara ini cuma ajang jalan-jalan keliling kota Eropa sambil main game dan foto-foto pemandangan. Kini bahkan mulai meragukan apakah akan benar-benar bertemu bakat-bakat akademi klub elite Eropa.
“Sebenarnya, siapa yang percaya sekelompok orang yang digabung secara dadakan bisa punya kualifikasi untuk menantang akademi elite seperti Barcelona dan Real Madrid?” Sun Pan mendengus di samping. “Orang Eropa pasti mengira kita sedang ngomong kosong.”
Yang Muge tidak melanjutkan, semua yang perlu dikatakan sudah diucapkan. Terlalu banyak bicara hanya akan membuat semangat turun, dia tidak ingin menghancurkan moral rekan setim yang baru bergabung ini.
Tapi Zhou Yi masih terus merenungkan topik ini: “Jadi, kru acara sengaja mencari anggota Timnas U-19 agar tim kita terlihat tidak terlalu lemah dan menjaga gengsi?”
“Betul! Itu pun bukan pemain cadangan Timnas U-19, tapi striker utama!” Kata-kata Sun Pan terdengar penuh sarkasme di telinga Zhou Yi.
“Striker…” Zhou Yi mengerutkan alis mendengar kata itu. Dirinya juga striker, dengan kompetitor sehebat ini, mungkin dia hanya akan jadi cadangan. Sayang sekali kalau sampai ke Eropa tapi tidak bisa main.
“Iya, rasanya seperti anak kandung pelatih kepala kita…” Sun Pan menurunkan volume suaranya, jelas dia sadar membicarakan pelatih di belakang itu tidak baik.
“Kalau dia memang segitu hebat, kenapa mau ikut acara realitas kita? Bukannya sebelumnya Yang Muge bilang klub-klub itu tidak mau bermain dengan kita?” Zhou Yi kembali bertanya-tanya.
“Katanya pelatih kepala kita menggunakan hubungan pribadi untuk mendapatkannya, jadi sangat berharga...”
Saat sedang berbicara, tiba-tiba keriuhan terdengar di pintu kantin. Banyak orang yang sedang makan meletakkan sumpit dan sendok, mengangkat kepala untuk melihat.
Kemudian Sun Pan, Zhou Yi, dan Yang Mu Ge melihat seseorang masuk ke kantin.
"Hei, pemeran utama datang. Bahkan makan harus datang terakhir sebagai penutup, hmph!" Sun Pan mendengus dari hidungnya.
Tapi Zhou Yi tertegun.
Kenapa?
Karena yang datang bukan orang lain, adalah... He Ying, teman sekamarnya!
……
Saat He Ying masuk ke kantin, dia bisa merasakan kantin yang sebelumnya riuh menjadi hening, sepasang mata menatapnya.
Tapi He Ying tidak terkejut atau asing dengan hal ini.
Sebagai striker utama Timnas U-17 China, dia sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
Dia juga tidak menghiraukan tatapan orang-orang, baik yang penasaran, ingin menjilat, maupun yang meremehkan.
Matanya lurus ke depan, berjalan langsung ke jendela makanan, mengambil nampan stainless steel, lalu memilih menu.
Dia tidak mengambil banyak, sengaja menghindari makanan berminyak. Daging babi yang populer di kalangan lainnya sama sekali tidak diambil.
Setelah mengambil makanan, dia membawa nampannya ke meja kosong dan mulai makan.
Restoran ini cukup luas, mengingat ini adalah basis pelatihan multifungsi yang tidak hanya memiliki lapangan sepak bola, tetapi juga lapangan tenis, sirkuit latihan sepeda, lapangan golf... dan berbagai fasilitas lainnya. Jumlah peserta pelatihan pun cukup banyak, sehingga restoran harus mampu menampung semua orang secara bersamaan. Saat ini basis pelatihan hanya diisi oleh para pemain tim sepak bola ini saja. Di restoran yang luas ini, sebagian besar area masih kosong dengan banyak meja tersisa, jadi dia tidak perlu susah-susah mencari tempat.
Zhou Yi dengan cepat mengamati situasi di restoran. Beberapa orang terlihat ingin bergabung untuk mengobrol, tetapi jelas tidak memiliki keberanian. Zhou Yi sangat memahami hal ini. Di kamar asrama, dia sendiri pernah ingin mencairkan suasana dengan mencari topik pembicaraan bersama He Ying, namun begitu teringat tatapan matanya yang datar seperti ikan mati, kata-katanya langsung tertahan di kerongkongan.
Ada juga yang memandang He Ying dengan sorot mata penuh kekecewaan dan kebencian, tidak menyukai si "jagoan" ini. Sun Pan adalah contoh paling mencolok.
Zhou Yi menarik kembali pandangannya.
Sun Pan masih bergumam, "Entah siapa orang sial yang sekamar dengannya... Tapi ya, orang penting kayak dia mungkin dapat kamar sendiri..."
Belum selesai bicara, dia melihat Zhou Yi menunjuk ke arah diri sendiri.
Sun Pan heran: "Apa maksudmu?"
"Aku." kata Zhou Yi.
"Apaan sih?" Sun Pan semakin bingung.
"Orang sial yang kamu maksud itu ya aku." Zhou Yi menunjuk hidung sendiri.
……
"Kamu sekamar dengan He Ying?" Begitu keluar dari restoran dan baru berjalan beberapa langkah, Sun Pan sudah tak sabar bertanya.
Zhou Yi mengangguk: "Ya."
"Enak tidak?" Sun Pan terus mengejar.
"Enak sekali, kayaknya malem tidur ga perlu nyalain AC lagi," jawab Zhou Yi.
Mendengar perumpamaannya, Sun Pan tertawa terbahak-bahak. Suara tawanya yang riang langsung terdengar sampai belasan meter, membuat pejalan jalan menoleh. Ia buru-buru menutup mulutnya.
Bahkan Yang Muge di sebelah juga tersenyum geli mendengar ucapan Zhou Yi.
"Aku dengar kabar He Ying itu super dingin, bersikap acuh dan sombong. Dari perumpamaanmu, kayaknya rumor itu bener," bisik Sun Pan sambil menurunkan volume suara.
"Aku benar-benar ngerti posisimu. Kalo gantian aku jadi temen sekamarnya, bisa-bisa aku bunuh diri!" ujar Sun Pan dengan hiperbola.
Zhou Yi mengangguk-angguk: "Aku ngerti."
Tentu saja dia ngerti.
Bayangkan Sun Pan yang cerewet ini harus sekamar dengan He Ying. Sekalipun sebelumnya Sun Pan ga punya prasangka, atmosfer kamar yang beku kayak es pasti bakal mencekiknya.
"Yaudah, urusan ini juga gabisa kubantu. Hanya bisa mendoakan semoga kamu selamat, bro." Sun Pan menepuk bahu Zhou Yi dengan nada khidmat, seolah-olah pulang ke asrama itu seperti maju ke medan perang.
Yang Muge di samping tersenyum: "Ga sampai segitunya kok. Zhou Yi, selama kamu ga macam-macin dia, kayaknya dia juga bukan tipe yang cari masalah."
Sun Pan awalnya ingin setuju dengan teman sekamarnya, tetapi di tengah anggukan kepalanya, tiba-tiba ia teringat sesuatu dan raut wajaknya berubah: "Belum tentu, Yang Muge. Menurutku Zhou Yi tidak seperti orang yang cari aman..."
Mendengar ini, wajah Yang Muge juga berubah. Ia bertatapan dengan Sun Pan, dan keduanya membaca pikiran yang sama dari sorot mata masing-masing – jelas mereka sedang memikirkan hal yang persis sama.
Zhou Yi tidak menyangka dua temannya bisa berubah pendapat begitu cepat. Dengan geram ia menunjuk wajahnya sendiri: "Hei, lihatlah wajah polosku ini. Sentuh hati nuranimu, apa aku terlihat seperti pembuat onar?"
Sun Pan dan Yang Muge serentak mengangguk dan bersahutan: "Persis!"
