Bagi Zhou Yi, latihan berpasangan dengan Guo Nu setiap pagi dan latihan tim setiap sore adalah hal yang sangat membantu. Ini bisa dilihat dari perubahan data sistemnya setiap malam.
Hubungan pribadinya dengan Sun Pan dan Yang Muge juga berkembang dengan baik.
Guo Nu tetap memperlakukannya seperti musuh, menolak undangan makan bersama Zhou Yi. Tapi Zhou Yi juga tidak ambil pusing.
Adapun He Ying... Setelah percakapan singkat yang didorong rasa penasaran itu, hubungan mereka kembali ke keadaan semula. Dalam interaksi mereka, jika ada komunikasi, pasti Zhou Yi yang memulai, dan percakapan selalu berakhir cepat karena jawaban He Ying yang sangat singkat, serta tidak pernah melanjutkan topik. Jika tidak diakhiri, situasinya akan jadi canggung.
Tentu saja, setelah sekian lama berinteraksi dengan He Ying, Zhou Yi perlahan mulai terbiasa dengan hal ini.
Selain sikapnya yang dingin, He Ying sebenarnya cukup baik. Setidaknya Zhou Yi melihat, He Ying tidak pernah memanggil Guo Nu "anjing gila" di belakang, tidak ikut campur urusan orang lain, menyendiri tanpa bergabung klik manapun.
Jika ada satu penyesalan selama masa pelatihan ini, itu hanya satu - waktunya terlalu singkat.
Tiga minggu berlalu dalam sekejap mata, dua minggu pertama hanya latihan fisik, baru di minggu terakhir ada latihan dengan bola. Zhou Yi sama sekali tidak merasa puas.
Tapi seberat apapun keinginannya untuk tidak mengakhiri, masa pelatihan di dalam negeri ini tetap harus berakhir.
Di hari terakhir latihan, Hao Dong berdiri di depan semua pemain muda.
"Empat minggu... sebagian tiga minggu. Seberapa besar peningkatan yang bisa kalian raih, saya rasa masing-masing sudah tahu. Yang serius berlatih pasti akan berkembang, yang tidak serius bahkan diberi tiga bulan pun percuma. Jadi pelatihan kita selesai di sini. Selanjutnya kalian punya masa istirahat satu minggu, pulang ke rumah lalu kembali ke Beijing. Saat itu kita akan berangkat ke Eropa. Minggu ini, kelola diri kalian baik-baik, jangan sampai ada masalah. Jika sampai tidak bisa ke Eropa karena kesalahan sendiri... tidak akan ada yang mengasihani."
Sebagai idola dan bintang, Hao Dong sangat mudah didekati.
Tapi sebagai pelatih, dia sangat tegas. Cara bicaranya tetap polos seperti biasa, tidak mempertimbangkan tingkat penerimaan pendengar.
"Sekarang, semoga pada 7 September hari Minggu, saya masih bisa melihat kalian semua di Beijing. Latihan selesai, bubar!"
Beberapa pemain bersorak gembira, tapi Zhou Yi merasa sedih. Pelatihan sepakbola resmi pertama dalam hidupnya sudah berakhir. Baru sekarang dia tahu ternyata sebentar lagi tahun ajaran baru dimulai.
……
Setelah membereskan barang, Zhou Yi tidak langsung pergi. Dia duduk di tempat tidur asrama. He Ying masih sedang membereskan barangnya. Zhou Yi tak tahan bertanya lagi: "Eh... butuh bantuan?"
“Sesaat setelah mengucapkan itu, Zhou Yi yakin He Ying pasti akan menolak. Tapi yang tak disangkanya, He Ying malah berkata: "Tolong ambilkan sampo untukku."
Zhou Yi tertegun sejenak, tapi reaksinya cepat. Ia segera berlari ke kamar mandi, mengambil sampo dari rak lalu menyerahkannya pada He Ying.
"Terima kasih." He Ying tersenyum pada Zhou Yi setelah menerima sampo itu.
Senyumannya masih nyaris tak terlihat.
"Sama-sama!" Zhou Yi juga tersenyum lebar. Tapi seketika senyumnya memudar, karena ia tak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan He Ying, Sun Pan, Yang Muge, Guo Nu dan rekan setim lainnya setelah acara realitas ini...
Jangan-jangan setelah ini kita semua akan berpisah dan tak pernah berhubungan lagi?
Dirinya sendiri meski ingin menjadi pemain profesional, tapi tidak tahu apakah pasti bisa sukses. Ini semua dipenuhi terlalu banyak faktor yang tidak pasti. Saat ini dia bahkan belum bertemu sang Ibu. Dia tidak tahu, setelah bertemu Ibu nanti, apakah masih bisa meyakinkannya seperti Yang Muge meyakinkan dirinya sendiri.
Mungkin semua dalam kehidupan akan kembali seperti sebelum ikut acara realitas. Dia tidak mengenal orang-orang ini, hanya menjadi pelajar biasa di SMA unggulan provinsi kampung halaman. Baru main bola di lapangan saat pelajaran olahraga atau latihan tim sekolah. Ujian bulanan mengintip latar belakang, ujian besar tiap semester, mengisi pelajaran di liburan musim panas dan musim dingin... sampai akhirnya Ujian Nasional yang menentukan takdirnya tiba.
Bagaimana masa depan He Ying, Sun Pan, Yang Muge, dan Lao Guo serta orang-orang ini nantinya?
He Ying menutup kunci koper dengan suara "klik", mengangkat kepala, dan melihat Zhou Yi masih berdiri di tempat.
"Barang-barangmu sudah siap?" tanyanya.
"Sudah siap," jawab Zhou Yi.
"Oh, selamat tinggal." He Ying mengangkat koper, mengangguk pada Zhou Yi, lalu keluar dari asrama.
"Ah, selamat tinggal..."
Tak lama setelah He Ying pergi, Sun Pan dan Yang Muge datang menemui Zhou Yi: "Barang-barang sudah siap?"
"Sudah, hanya menunggu kalian," Zhou Yi memanggul tas punggungnya sambil menyeret koper.
"Kalau begitu, ayo berangkat!"
Bertiga mereka berjalan sejajar keluar dari gedung asrama, menuju gerbang pusat pelatihan.
Sepanjang jalan, mereka melihat rekan satu tim lain yang juga menyeret koper sambil saling menyapa, mengucapkan "selamat tinggal" dan "sampai jumpa di Beijing".
Tiba-tiba Zhou Yi melihat Guo Nu.
Tak ada yang menyapanya untuk berpamitan, dan dia pun tidak menyapa siapa pun. Dengan ransel setinggi separuh badannya dan koper besar yang diseretnya, dari belakang terlihat seperti ransel yang memiliki dua kaki...
"Ah, Lao Guo!" Zhou Yi segera memanggil.
Guo Nu menoleh setelah mendengar suara itu, melihat Zhou Yi melambaikan tangan: "Selamat tinggal! Semoga perjalananmu lancar! Lancar ya!"
Akhirnya ada yang menyapanya untuk berpamitan, tapi reaksi Guo Nu bukanlah senang, melainkan... wajahnya memerah lagi!
Namun setelah melihat Sun Pan di sebelah Zhou Yi, dia akhirnya menggigit gigi, memutar badan, dan mempercepat langkah dengan tegas pergi.
“Sikap apa ini!” Sun Pan mendengus, tak puas dengan ekspresi Guo Nu—hanya Zhou Yi satu-satunya di tim yang menghargaimu, dasar anak tak tahu diri! Masih berani cemberut seperti orang kesal, kau cari pukulan ya!
Yang Muge yang berdiri di samping justru berkata: “Sebenarnya... aku cukup mengerti kenapa Guo Nu bereaksi seperti itu.”
“Hah?” Sun Pan tak terima menatap Yang Muge, “Kenapa kau malah membela orang luar?”
“Karena aku dan Guo Nu sama-sama harus naik pesawat pulang.” Yang Muge membuka tangannya, “Terbang melawan angin itu kurang baik...”
Sun Pan tertegun. Zhou Yi juga langsung tersadar, buru-buru mengejar sambil berteriak ke arah punggung Guo Nu: “Lao Guo! Semoga perjalananmu melawan angin! Melawan angin ya!!”
Mendengar teriakan itu, kaki pendek Guo Nu mengayun lebih cepat. Sekejap, bayangannya lenyap di tikungan jalan berpohon.
……
Di gerbang pusat pelatihan, Zhou Yi melambaikan tangan pada Sun Pan dan Yang Muge sambil mengulang ucapan perpisahan yang sama seperti sebelumnya.
“Sampai jumpa.”
“Nanti ketemu di Beijing!”
“Beijing!”
Sun Pan dan Yang Muge naik taksi bergiliran. Zhou Yi masih harus menunggu ayahnya yang khusus menjemput—meski di telepon ia berulang menegaskan dirinya sudah kelas 2 SMA, tak perlu dijemput orangtua, bisa pulang sendiri naik kereta. Tapi sang ayah bersikeras datang, mau tak mau harus menurut.
Rupanya sang ayah yang hampir sebulan tak bertemu anaknya, sangat merindukan.
Zhou Yi tidak menunggu lama. Tak lama setelah Sun Pan dan Yang Muge pergi, ayahnya muncul.
Melihat putranya hendak membuka mulut, Zhou Jianliang buru-buru berkata: "Kali ini aku menyebrang lewat zebra cross."
Zhou Yi tersenyum.
Zhou Jianliang juga tersenyum, mengusap kepala anaknya: "Dasar bocah nakal! Hitam, kekar, dan sepertinya..." Ia menyipitkan mata, mundur selangkah memandangi, "tinggi sedikit."
"Itu bukti aku berlatih dengan giat," kata Zhou Yi bangga. Usaha dan keringat yang kucurahkan, pasti tak terbayangkan oleh ayah, hmm!
"Tentu harus berlatih keras! Kira ini kamp musim panas? Ayo pulang!" Zhou Jianliang menarik koper anaknya. "Ibumu sudah menunggu di rumah."
Mendengar ibu, senyum Zhou Yi langsung menghilang. Gelisah ia bertanya: "Ayah, soal ibu..."
"Bicaranya nanti di rumah," sang ayah menghindar dengan tawa palsu.
Zhou Yi tak bisa memaksa, hanya bisa mengikuti ayahnya mencari taksi.
……
Hao Dong duduk di kamarnya, memandang kompleks pelatihan dari jendela lantai tiga.
Selama empat minggu terakhir, lapangan sepakbola riuh oleh peluit pelatih dan teriakan instruksi. Asrama dipenuhi canda tawa pemain muda yang hilir-mudik di jalan setapak berbayang pohon, kadang berkelompok kadang sendirian.
"Membuat basis pelatihan yang biasanya sepi ini dipenuhi dengan kehidupan."
Tapi sekarang, selamat kicauan burung dan gemerisik daun saat angin menerpa pepohonan, tak ada suara manusia sama sekali.
Semua orang telah pergi.
Hao Dong berdiri di tepi jendela, menyaksikan anak-anak itu menyeret koper dan tas ransel yang tak proporsional dengan ukuran tubuh mereka keluar dari asrama, berpamitan dengan rekan tim, lalu bergegas menuju gerbang utama.
Kemudian semua orang benar-benar pergi.
Gedung asrama kosong melompong, area luar gedung sunyi senyap.
Dari belakang terdengar ketukan pintu: "Kakak Dong, mobilnya sudah datang."
Hao Dong menoleh dan melihat Xiao Wang dari kru program yang bertugas sebagai penghubung antara tim sepak bola dan kru syuting, sekaligus bertindak sebagai asisten pribadinya untuk urusan-urusan kecil.
"Baik." Hao Dong mengangkat koper, melangkah keluar dari kamar asrama, menuruni tangga, dan keluar dari gedung. Ia menoleh sekali lagi memandangi bangunan asrama.
Sinar matahari pagi menyilaukan dari atas atap gedung. Alih-alih memakai kacamata hitam, ia hanya memicingkan mata.
Ekspedisi Barat Para Pemuda.
Ini nama yang ia usulkan untuk acara realitas itu, tapi akhirnya tidak dipakai karena dianggap kurang spesifik - judulnya tidak langsung mengindikasikan program sepak bola dan kurang menarik. Pertimbangan rating dan komersial membuat acara ini akhirnya diberi judul "Penerus Hijau".
Tapi Hao Dong tetap lebih menyukai nama ciptaannya sendiri.
Sekelompok remaja pecinta sepak bola berkumpul dengan mimpi dan ambisi besar, berangkat ke barat melewati "Yangguan" untuk menaklukkan Eropa.
Hasil akhir seperti apa yang bisa mereka raih?
Apakah ini akan menjadi "aib" lain bagi sepak bola Tiongkok atau "harapan baru" yang mereka ciptakan sendiri?
Hantu saja yang tahu!
