Setelah mengunjungi lapangan latihan, para pemain muda memasuki ruang ganti, akhirnya tiba di puncak kunjungan Barcelona ini - pertandingan melawan tim U17 Barcelona dari Sekolah Sepak Bola La Masia!
Wajah para remaja yang sebelumnya riang selama tur kini menjadi serius.
Meski pelatih kepala Hao Dong masih menerima wawancara dari situs resmi Barcelona di luar, ruang ganti secara alami menjadi hening.
Sebelum pertandingan dimulai, pelatih kepala Hao Dong akan mengumumkan starting line-up.
Meski sebenarnya semua tahu siapa yang akan bermain, manusia selalu berharap keajaiban - jangan-jangan kali ini pelatih lebih menyukainya dan memberinya kesempatan starter?
Guo Nu duduk di tempatnya, menunggu dengan gelisah.
Dialah salah satu yang masih berharap keajaiban.
Kru kamera merekam persiapan pemain di ruang ganti. Saat ini mereka tidak peduli lagi dengan keberadaan kamera yang mengganggu.
"Segera, pintu ruang ganti terbuka. Hao Dong masuk bersama tim pelatihnya."
"Semua pandangan tertuju padanya, bahkan Zhou Yi yang mengira dirinya pasti tidak akan jadi starter pun demikian."
"Baik, simpan mental peziarah kalian. Dalam belasan menit lagi, pertandingan pertama tur Eropa kita akan dimulai—di lapangan latihan luar sana, tanpa tribun maupun penonton. Tapi di belakang kalian ada Camp Nou. La Masia sangat kuat, tak perlu kujelaskan lagi... Sebenarnya sepanjang tur ini tidak ada tim lawan yang lemah, semua lebih kuat dari kita. Tapi lawan yang kuat bukan alasan untuk menyerah. Setiap pertandingan, kalian harus berjuang mati-matian untuk menang! Yang lebih penting dari kemenangan adalah memiliki hati juara yang selalu haus kemenangan! Dengan hati ini, meski kalah sementara, kemenangan akhirnya akan jadi milik kalian!"
"Kata-kata Hao Dong yang penuh retorika langsung membakar semangat para pemain muda. Mereka tak sabar ingin langsung bertarung melawan La Masia."
"Tapi Zhou Yi berbeda. Di sistem virtual FIFAOL3, dia sudah ratusan kali menghadapi tim ini. Hampir setiap malam terakhir ini dihabiskannya bertanding melawan lawan yang akan dihadapi besok. Bahkan setiap pemain lawan sudah hapal di luar kepala."
"Dia tahu pertandingan ini sama sekali tidak ada peluang menang."
Makanya dia sangat tertarik dengan kalimat terakhir Hao Dong, entah apakah pelatih kepala juga menyadari hal ini, sehingga di akhir dia berkata "meski sementara mengalami kemunduran dan kegagalan"—apakah ini semacam vaksinasi mental untuk semua orang?
Pikiran Zhou Yi terlalu meluas dan jauh ke depan, tapi tidak ada cara, siapa yang menyuruh otaknya begitu aktif?
Semangat pemain muda sedikit mereda saat Hao Dong mengumumkan daftar starter. Guo Nu yang awalnya bersemangat, langsung seperti disiram air dingin saat namanya tidak ada di daftar starter.
Teman Zhou Yi, Sun Pan dan Yang Muge, berhasil masuk daftar starter. Rekan sekamar He Ying tentu juga menjadi starter.
Saat mereka meninggalkan ruang ganti dan kembali ke lapangan, mereka melihat sekitar lapangan latihan La Masia yang tadinya sepi kini mulai ramai. Selain kru produksi berwajah Tionghoa, ada juga beberapa wajah asing.
Zhou Yi dan yang lain tidak tahu siapa orang-orang ini. Sebenarnya mereka adalah staf akademi La Masia yang penasaran dengan pertandingan khusus ini—mereka ingin melihat seberapa kuat kemampuan pemuda sepak bola China.
Pemain starter langsung menuju lapangan, sementara cadangan mengikuti pelatih ke bangku pinggir lapangan. Hanya bangku panjang tanpa sandaran. Benar-benar "bangku cadangan" yang sesuai namanya.
Zhou Yi dan Guo Nu duduk berdampingan—sebenarnya Guo Nu tidak mau duduk bersama Zhou Yi, tapi selain Zhou Yi, sepertinya tidak ada yang mau duduk bersamanya...
……
Meskipun hanya pertandingan persahabatan tertutup, kedua tim sengaja membuatnya terlihat resmi. Misalnya, ada upacara pertukaran cenderamata antara kapten kedua tim, lempar koin untuk memilih sisi lapangan, dan berbaris untuk foto bersama.
He Ying sebagai kapten, mengenakan ban kapten, bertukar bendera dengan kapten tim lawan.
Kapten Barcelona itu sebenarnya familiar bagi Zhou Yi - bukan karena kedekatan pribadi, tapi melalui pertemuan tak terhitung di dunia FIFAOL3. Dia tahu nama dan kemampuan pemain ini, tapi di luar itu, Zhou Yi sama sekali tak punya informasi tentangnya.
Lagipula tak semua fans akan mengikuti tim akademi klub, kecuali mereka fans berat. Sayangnya, Zhou Yi bukan fans Barcelona.
Marc Bartra, kapten Barcelona U17 Youth Team B, berposisi bek dengan kemampuan luar biasa.
Saat melihat Bartra dan He Ying berjabat tangan, bayangan Zhou Yi justru memunculkan adegan-adegan di FIFAOL3 dimana Bartra berulang kali berhasil menghentikan serangan He Ying.
Entah di dunia nyata, apakah performa He Ying akan lebih baik...
Setidaknya... bisakah mencetak gol?
……
Pertandingan segera dimulai. Di menit-menit awal, mungkin karena tim muda La Masia belum memahami tim China, atau meremehkan lawan, tim China sempat melancarkan serangan berbahaya.
Akhirnya He Ying menyambar bola lebih dulu dari Bartra, tapi tendangannya meleset tipis dari gawang.
Rekan setim Zhou Yi sangat bersemangat, mereka melompat-lompat memberi sorakan untuk He Ying dan menyemangati tim mereka.
Zhou Yi justru merasa menyesal karena He Ying melewatkan peluang gol ini, sebab dia yang familiar dengan Tim Junior B La Masia tahu ini mungkin kesempatan terakhir He Ying mencetak gol dalam pertandingan ini...
Dugaan Zhou Yi tepat, meskipun tendangan He Ying meningkatkan semangat tim Tiongkok, hal itu justru memicu semangat bermain pemain Tim Junior B La Masia.
Awalnya mereka tidak menganggap serius pertandingan ini, kini mereka mulai bermain sungguh-sungguh.
Sutradara reality show Xu Tao sangat gembira melihat penampilan gemilang He Ying. Dengan performa timnas Tiongkok sehebat ini, rating acara pasti melonjak.
Namun senyumnya segera menghilang.
Setelah Tim Junior B La Masia bermain total, tim Tiongkok langsung merasakan tekanan.
Lima menit setelah tembakan meleset He Ying, Tim Junior B La Masia berhasil mencetak gol.
Pencetak golnya sangat dikenal Zhou Yi - Gai Assulin, sayap kiri bertubuh mungil dengan kecepatan dan dribel mengagumkan.
Gol tersebut tercipta berkat kecepatannya menembus pertahanan Tiongkok sebelum melepaskan tembakan ke gawang.
Meski Sun Pan sudah melakukan penyelamatan, usahanya terlambat sedetik.
Sun Pan yang kebobolan menggebrak rumput lapangan dengan kesal.
Rekan Zhou Yi menghela nafas sedih, sementara ekspresi Zhou Yi tetap tenang.
Bukan berarti dia tidak menyesali gol yang kebobolan timnya, tapi karena dia sudah terbiasa... Dalam sistem FIFAOL3, dia sudah menyaksikan gol seperti ini tak terhitung kali, karakter virtual Assulin juga mencetak gol dengan cara seperti ini, mengandalkan kecepatan untuk meninggalkan lawan, menerobos ke kotak penalti, lalu berhadapan langsung dengan kiper.
Sun Pan keluar menghadang, lalu Assulin menyundul bola dengan lengkungan, bola melewati tangan Sun Pan dan masuk ke gawang di belakangnya...
Gol untuk La Masia, timnas China kebobolan.
Bahkan reaksi Sun Pan setelah kebobolan di dunia nyata sama persis dengan di sistem virtual: kesal, tidak rela.
Awalnya Zhou Yi juga merasa kesal dan tidak rela, tapi setelah kalah puluhan pertandingan dan menyaksikan lebih dari seratus gol kebobolan, siapapun takkan lagi menampakkan rasa kesal dan ketidakrelaannya.
Zhou Yi tahu, gol kebobolan ini hanyalah awal...
……
Zhou Yi kembali "menebak" dengan benar.
Setelah gol Assulin, tim junior B La Masia tidak berniat mengendur. Mereka sepertinya benar-benar tersulut oleh serangan pembuka China, ingin menunjukkan konsekuensi mengusik mereka.
Maka satu per satu gol terus bermunculan.
Hanya di babak pertama, tim junior B La Masia sudah mendaratkan delapan gol!
Angka 8 di papan skor yang mewakili skor La Masia junior B berwarna merah menyala, seolah dilumuri darah segar yang masih menetes, meninggalkan jejak garis-garis merah... Memusingkan untuk dilihat.
Sementara angka 0 di sisi timnas China berwarna hitam pekat yang melambangkan kematian.
Di bangku cadangan Tim China, suasana sudah benar-benar hening. Saat baru saja kebobolan, mereka masih menjerit-jerit kesakitan. Lama kelamaan hanya tingka desahan, dan sekarang bahkan desahan pun hilang, sunyi seperti kuburan.
Tidak, mungkin tidak tepat disebut sunyi seperti kuburan.
Setidaknya di sekitar Zhou Yi, masih ada suara-suara halus yang terdengar.
Zhou Yi mendengar di sebelahnya, tepatnya di posisi Guo Nu, suara geraman seperti binatang yang keluar dari tenggorokan.
Ia menoleh dan melihat Guo Nu mengatupkan gigi, kedua tangan terkepal, matanya menatap lapangan dengan api kemarahan.
"Hei, Lao Guo."
Suaranya berbisik pelan.
Tapi Guo Nu mengabaikannya.
Tapi Zhou Yi selalu punya cara untuk membuat orang bereaksi.
"Kau suka kalah?" tanyanya.
Mendengar pertanyaan itu, Guo Nu menoleh tajam sambil melotot, pandangannya seperti ingin membunuh Zhou Yi.
"Kau... suka...?!" Katanya sambil menggigit setiap suku kata, kali ini tanpa gagap agar tidak merusak suasana.
"Aku juga tidak suka kalah," Zhou Yi menggeleng, "Tapi lihat, Lao Guo."
Ia menunjuk ke lapangan.
"Suka atau tidak, rela atau tidak, inilah jarak antara kita dan mereka. Sejauh dari China ke Barcelona. Sekadar bilang 'tidak mau kalah' itu mudah. Tapi mewujudkannya sulit, butuh metode yang tepat."
Guo Nu mengejek: "Kau punya?"
"Sedang kucari," jawab Zhou Yi.
Guo Nu mendengus, menganggap perkataan Zhou Yi sebagai kebohongan tak tahu malu, dan memutuskan untuk tidak melanjutkan percakapan dengan Zhou Yi yang dianggapnya tidak waras.
Seluruh bangku cadangan terlihat frustasi dan kesakitan melihat skor dan situasi pertandingan, hanya dia yang tetap tenang seolah tak peduli dengan menang atau kalahnya tim.
Ini sungguh tuduhan yang salah terhadap Zhou Yi.
Bagaimana mungkin Zhou Yi tidak peduli?
Dia lebih dari siapapun ingin menang, kalau tidak kenapa dia terus menerus hanya bertanding melawan tim junior B La Masia?
Dia memang sedang mencari cara, dalam pertarungan berulang kali melawan tim ini, menemukan kelemahan setiap pemain dan menguji idenya. Jika dari seratus ide hanya satu yang benar, maka melalui 99 kegagalan jalan yang benar akan ditemukan.
Metode ini terdengar bodoh, tapi ini satu-satunya cara.
Saat menghadapi rawa luas, kau tak tahu langkah mana yang akan membuatmu terperosok. Satu-satunya cara adalah mencoba, langkah demi langkah. Kegagalan akan menjadi tulang belulang di rawa yang mengingatkan penerus: "Jangan lewat sini, cari jalan lain."
Demikianlah, dengan mengorbankan nyawa tak terhitung, akhirnya tercipta jalan di rawa - jalan kehidupan yang membawa penerus keluar dari tanah kematian.
Bagi Zhou Yi dan rekan-rekan setimnya, La Masia bagaikan rawa luas tak berujung yang tak bisa dihindari, membentang di jalur ekspedisi barat mereka. Tak bisa melewatinya berarti mati di sini.
Beruntungnya, Zhou Yi memiliki sistem yang memungkinkannya bereksperimen berkali-kali. Ia menjelajahi jalan dalam sistem tanpa risiko kehilangan nyawa, karena meski terpeleset, dia bisa bangkit kembali dengan darah dan kondisi penuh, lalu memulai ulang.
