Keesokan hari setelah melawan Bayern Munich U-19, para pemuda sepak bola Tiongkok langsung terbang ke Dortmund sebagai perhentian keempat tur Eropa mereka. Dari sudut tenggara Jerman di Munich menuju Dortmund di barat Jerman, jaraknya lebih dari 600 km namun tidak memakan waktu lama dengan pesawat.
Setiba di Dortmund, para pemain langsung beristirahat di hotel untuk mempersiapkan latihan sore hari.
He Ying beristirahat serius di kamarnya untuk memulihkan tenaga. Tapi Zhou Yi buru-buru pergi setelah meletakkan koper, membuat He Ying penasaran.
Selama tinggal bersama Zhou Yi, ia mengamati kebiasaan Zhou Yi yang teratur: tidur cepat tiap malam, tidur siang setiap hari. Kebiasaan ini tetap dipertahankan baik saat pelatihan di dalam negeri maupun di Eropa.
Bahkan lebih teratur daripada dirinya sendiri.
Tapi masalahnya, sejak kemarin malam waktu tidur Zhou Yi di kamar jadi jauh lebih larat dari biasanya.
"Apakah kamu tidak istirahat siang hari ini, langsung pergi keluar setelah menaruh koper...?" Ini membuat He Ying tiba-tiba penasaran, tidak tahu apa yang sedang dilakukan Zhou Yi.
"Apa karena merasa pasti tidak akan main, lalu menjadi putus asa dan pergi jalan-jalan?"
Memang, di tim sering ada situasi seperti ini. Pelatih bilang istirahat, tapi saat berada di luar negeri, sulit menahan keinginan menjelajahi dunia baru. Beberapa orang diam-diam keluar jalan-jalan. Dia sendiri pernah melihat Liang Qiqi melakukan hal itu.
Tak disangka Zhou Yi sekarang juga begini... He Ying menggelengkan kepala, merasa agak kecewa.
……
Saat He Ying menyesali "kemerosotan" Zhou Yi, Zhou Yi sedang di kamar Yang Muge dan Sun Pan, berkata kepada tiga orang termasuk Guo Nu: "Baik, mari kita mulai!"
"Kataku, tidak bisakah kita latihan di tempat yang lebih luas? Kalau tidak ingin dilihat orang, carilah tempat sepi." Sun Pan mengusulkan. "Mengapa harus di kamar kita?"
"Karena aku menemukan ini bisa sekaligus melatihmu, Sun Pan." Zhou Yi menjelaskan. "Tidakkah menurutmu ini latihan bagus untuk refleksmu?"
"Sial! Refleksku sudah cepat dari sananya!" Sun Pan protes.
"Buat lebih cepat lagi." Kata Zhou Yi. "Yang Muge, kamu keberatan latihan di kamar?"
Yang Muge menggelengkan kepala.
"Lihat! 2:1! Kami menang. Ayo mulai latihan!" Zhou Yi mengumumkan.
"Pengkhianat!" Sun Pan melototi Yang Muge, akhirnya menerima kenyataan ini dengan pasrah.
"Ayo ayo, mari kita sama-sama meningkatkan diri." Zhou Yi menghibur Sun Pan.
"Kamu meningkatkan apa?" Sun Pan mengedipkan mata.
"Setelah semalaman minum kopi kemarin, aku sadar kopi sudah tidak bisa membuatku tetap terjaga."
"Ini namanya peningkatan apa!"
"Peningkatan imunitas terhadap kafein."
“……”
……
Zhou Yi dan teman-temannya berlatih hingga setengah jam sebelum waktu berkumpul yang ditetapkan pelatih. Mereka berpamitan dan kembali ke kamar masing-masing. Sun Pan mengeluh tentang kamarnya yang berantakan akibat gerakan-gerakan latihan, sementara Yang Muge menahan keluhannya sambil membantu merapikan.
Saat Zhou Yi kembali ke kamar, He Ying sudah bangkit dari tempat tidur dan sedang duduk membaca buku di kursi.
Zhou Yi mengangguk padanya sebagai salam. Setelah sekian lama bersama, dia sudah paham karakter He Ying yang tidak suka bicara dan tidak ingin diganggu saat membaca.
Namun kali ini, He Ying malah menutup bukunya dan secara mengejutkan memanggil namanya: "Zhou Yi."
"Hah?" Zhou Yi terkejut.
"Apa kamu merasa sebagai pemain terlemah di tim, jadi tidak punya kesempatan bermain?"
Zhou Yi bingung dengan pertanyaan itu, tapi tetap menggeleng: "Aku tidak pernah berpikir begitu..."
"Tapi menurutku kamu terlihat tidak terlalu khawatir terus menjadi cadangan."
“Hal ini… aku khawatir juga tidak berguna kan?” Zhou Yi membuka tangannya sambil tertawa. “Yang menentukan daftar pemain adalah pelatih, selain latihan, masa aku harus mengepung pintu Manager Hao tengah malam?”
“Memang begitu, tapi kurasa kamu terlihat cukup santai.”
“Kalau tidak, harus bagaimana? Setiap hari cemberut? Aku ini… tipe orang optimis, cuek, hahaha!”
He Ying melihat Zhou Yi tertawa lagi, lalu menunduk kembali ke bukunya. Tapi dalam hatinya dia kecewa dengan Zhou Yi. Menurutnya Zhou Yi terkesan terlalu acuh tak acuh terhadap sepakbola. Menurutnya jika seseorang benar-benar menginginkan pertandingan, minimal harus menunjukkan emosi terkait hal itu. Tapi Zhou Yi tidak, setiap hari hanya terlihat ceria, seolah sama sekali tidak khawatir.
Orang seperti ini… bahkan jika masuk lapangan, bisakah dia berjuang mati-matian untuk meraih kemenangan?
He Ying meragukan hal tersebut.
Tampaknya di dalam tim, Zhou Yi juga orang yang tidak bisa diandalkan.
Melihat seluruh tim, sepertinya tidak ada satu pun yang bisa dipercaya. Ini membuat He Ying merasa terisolasi dalam perjuangannya. Di jalan menuju kemenangan, dia adalah pejuang keras kepala yang berjalan sendirian, tanpa satu pun rekan setim yang menemani.
Setelah menerima pukulan terberat di Barcelona, He Ying telah bangkit dari perasaan gagal awalnya. Kembali dia menyala semangat dan keyakinannya.
Jadi terhadap tim junior Real Madrid, tim junior Atlético Madrid, tim junior Bayern München, tidak peduli berapa banyak gol yang kebobolan, selama dia berada di lapangan, dia akan berlari sekuat tenaga, mencari peluang untuk mencetak gol, berusaha menyelamatkan sedikit pun harga diri sepak bola Tiongkok.
Hanya saja sebagai penyerang, dalam hal mencetak gol, mengandalkan kekuatan individu saja tidak cukup, kalau tidak maka tidak perlu ada gelandang.
Liang Qiqi meskipun merupakan gelandang serang utama tim, sama sekali tidak bisa diandalkan, selain konflik internal, tidak ada keunggulan lain.
Kalau begitu... lebih baik berusaha sendiri, meski harus bertempur sendirian.
Di benak He Ying muncul gambaran seperti ini:
Dia berdiri di lapangan, seragam compang-camping, menginjak bola. Di belakangnya, rekan setim semua tergeletak. Di depannya, para pemain berbaju klub-klub top seperti Barcelona, Real Madrid, Atlético Madrid, Bayern München, Borussia Dortmund, Arsenal, Chelsea, Manchester United, Liverpool berbaris membentuk tembok manusia dari garis samping kiri hingga kanan lapangan, sepenuhnya menutupi gawang.
Inilah musuh yang harus dihadapinya sendirian.
Tapi dia tidak takut. Dengan pandangan penuh tekad menembus tembok manusia di depannya, dia menggocek bola dan mulai menggiring maju!
Meski ada ribuan orang menghadang, aku tetap maju!
……
Zhou Yi melihat He Ying tiba-tiba berbicara padanya lalu mendadak diam, dia juga tak tahu kenapa. Tapi terhadap He Ying, dia sudah terbiasa dengan keanehan ini. Maka dia tak memperhatikan sikap He Ying, dan melanjutkan membereskan barang-barangnya sendiri.
Namun ucapan He Ying tetap meninggalkan riak di hatinya.
Apakah karena dia selalu ceria, jadi tak peduli bisa main atau tidak?
Dia lebih peduli daripada siapapun!
Aku dulu memenangkan kuota ini dari begitu banyak peserta audisi di seluruh China, apakah untuk wisata Eropa?
Aku juga ingin bertanding!
Tapi urusan ini... benar-benar bukan kuasa-ku!
Zhou Yi tahu dirinya sudah menunjukkan performa bagus dalam latihan, sikap aktif dan serius, tapi pelatih kepala Hao Dong tetap tak menempatkannya di starting line-up, apa yang bisa dia lakukan?
Jika bisa menentukan penampilannya sendiri, pasti akan membuat dirinya starter di setiap pertandingan, tak peduli kemampuan cukup atau tidak.
Contohnya di sistem virtual FIFAOL3, Zhou Yi membuat dirinya starter tiap match melawan tim muda Barcelona, meski performanya buruk, dia takkan mengganti dirinya sendiri.
Zhou Yi yang membelakangi He Ying sambil membereskan barang mengerutkan kening, bertanya dalam hati apakah harus menemui pelatih kepala untuk menunjukkan tekad?
Tapi Zhou Yi tak sempat merealisasikan niat ini sebelum kabar baik datang.
Saat latihan pertama tim di Dortmund pada sore hari, pelatih kepala Hao Dong mengumumkan sebuah keputusan.
“Pada pertandingan berikutnya melawan tim junior Borussia Dortmund, kita akan melakukan beberapa penyesuaian personel.” Hao Dong berdiri di depan pemain muda yang baru selesai pemanasan, “Di posisi bek tengah, Guo Nu akan menjadi starter.”
Kerumunan mengeluarkan suara desahan halus.
Penampilan Guo Nu di pertandingan sebelumnya sangat buruk, semua anggota tim merasa tidak puas. Meski ucapan Liang Qiqi berlebihan, secara diam-diam beberapa rekan setim mendukungnya.
Mereka semua tidak ingin Guo Nu tetap menjadi starter.
Yang Fei yang terkena kartu merah juga mengira masih punya kesempatan menjadi starter. Tak disangka, masa jabatannya sebagai starter hanya bertahan satu pertandingan. Ia memandang Guo Nu dengan ekspresi tidak ramah.
Sekarang dia hanya berharap Guo Nu akan mengulangi performa buruknya di pertandingan melawan Borussia Dortmund. Dengan begitu, setelah menjalani hukuman skorsing satu pertandingan, dia pasti bisa kembali ke daftar starter.
Guo Nu bisa merasakan perubahan sikap rekan-rekan setelah keputusan pelatih kepala diumumkan. Sejak kecil selalu diejek, dia sangat sensitif terhadap perubahan sikap orang lain.
Dia teringat pelatihan khusus dari Zhou Yi.
Pertandingan melawan Borussia Dortmund mungkin akan menjadi kesempatan terakhirnya. Jika performanya buruk, sampai acara reality show ini berakhir, mungkin dia tidak akan mendapat kesempatan bermain lagi.
Tangannya terkepal kuat dalam diam.
Selain menerima pelatihan khusus Zhou Yi, aku sudah tidak punya pilihan lain!
“Untuk posisi gelandang... Zhou Yi akan menggantikan Liang Qiqi sebagai starter.”
Keputusan ini menimbulkan kegemparan yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya, karena terlalu mendadak!
Pemilihan Guo Nu sebagai starter masih bisa ditebak oleh banyak orang, mengingat Yang Fei dihukum skors.
Tapi pencopotan Liang Qiqi... benar-benar mengejutkan banyak pihak.
Meski performa Liang Qiqi di beberapa pertandingan terakhir biasa-biasa saja bahkan buruk, dia tak pernah dicadangkan karena di posisi gelandang tengah sebagai pengatur serangan, dia tidak punya pesaing.
Walaupun Zhou Yi juga bermain di posisi itu, statusnya sebagai pemain amatir mana mungkin bisa menyaingi Liang Qiqi yang merupakan produk akademi klub profesional dalam negeri?
Semua mata beralih ke dua orang yang bersangkutan.
Zhou Yi secara refleks menunjuk dirinya sendiri saat mendengar kabar itu, bertanya tak percaya: "Aku?"
"Ya, kamu." Hao Dong berkata.
Sun Pan tertawa di sampingnya: "Hebat, Zhou Yi! Akhirnya jadi starter!"
Yang Muge juga mengedipkan mata padanya: "Bagus sekali!"
He Ying terkejut. Siang tadi dia masih mengkritik Zhou Yi yang dianggapnya tak ambisius sama sekali, tapi pelatih justru mengumumkan Zhou Yi akan starter di pertandingan berikutnya... Sungguh membuatnya tak tahu harus berkata apa.
Dunia memang berubah cepat?
Tapi mengingat kondisi Zhou Yi, dia merasa penunjukan ini mungkin juga tak berarti, belum tentu lebih baik dari Liang Qiqi.
Memikirkan itu, dia kembali menunduk, tak menghiraukan desas-desus yang berbisik-bisik penuh keheranan.
Setelah mendengar keputusan ini, orang yang paling terkejut adalah Liang Qiqi sendiri. Dia sama sekali tidak menyangka akan dihapus dari starting lineup oleh pelatih kepala, apalagi digantikan oleh Zhou Yi yang paling dia benci. Ini seperti... tamparan di depan umum!
Terutama saat melihat ekspresi bodoh Zhou Yi setelah pengumuman starting lineup, amarahnya semakin memuncak—Aku sampai digantikan oleh idiot seperti ini!
Aku tidak terima!
Dia tidak bisa menahan diri dan berteriak, "Kenapa, Pelatih? Kenapa menggantikan aku?"
"Disiplin tim lebih penting dari segalanya, kamu sendiri tahu." Hao Dong tidak menjelaskan secara gamblang, masih memberi muka untuk Liang Qiqi. Dia tahu anak seusia ini sangat sensitif soal harga diri, tidak baik jika langsung dihadapkan dengan konflik.
Mendengar perkataan ini, Liang Qiqi memang berhenti bertanya dan diam membisu.
Dari ucapan Hao Dong, dia menyadari alasannya: karena kejadian dua hari lalu...
Benar, pasti karena itu!
Sial! Pantasan bocah itu mati-matian membela si anjing gila! Rupanya ingin menjatuhkanku dan naik jabatan dengan menginjakku! Licik sekali!
Dengan pandangan menyamping yang penuh arti, dia menatap Zhou Yi yang sedang menerima ucapan selamat dari Sun Pan dan Yang Muge.
Hmph!
Tunggu saja, kau akan segera menyesal mendapat kesempatan starting kali ini.
"Tingkat sepak bola Eropa bukanlah sesuatu yang bisa dibayangkan oleh pemain amatir seperti kamu yang hanya main bola di kelas olahraga sekolah! Cuma numpang nama! Ini akan jadi pertandingan terakhirmu di Eropa!"
