“Tim, aku perlu kamu membantuku mengobservasi seseorang.”
Di dalam kantornya sendiri, Jürgen Klopp berkata kepada seorang pria tua berambut putih yang duduk di seberangnya.
Sambil mengatakan itu, ia menyerahkan sebuah foto kepada pria tua di seberang meja.
Tim Kist, pria berambut putih itu menerima foto tersebut, mengangkatnya untuk dilihat - terlihat seorang remaja berambut hitam mengenakan jersey putih di dalam gambar.
“Jürgen, kau sengaja memanggilku dari Jepang hanya untuk dia?” Kist heran, “Apa tidak ada lagi scout yang menganggur di klub kita?”
“Tentu ada, tapi kupikir kamulah yang paling cocok.” Klopp menjawab, “Kamu lama di Jepang dan Korea, lebih memahami sepak bola Asia Timur. Dan aku percaya instingmu, aku butuh penilaian profesionalmu. Aku pernah melihatnya bermain dalam satu pertandingan, menemukan kelebihan tapi juga banyak kekurangan, jadi aku masih ragu. Kuharap kamu bisa menggunakan keahlianmu untuk menyaringnya. Yang terpenting... istrimu orang Tionghoa, bukan?”
Kist mengangguk.
“Jadi kamu juga bisa sedikit berbahasa Mandarin, ya?”
Kist terkejut, kembali memandang foto di tangannya.
“Dia orang Tiongkok?”
“Benar.”
Kist menyipitkan matanya menatap remaja Tiongkok dalam foto itu.
Awalnya dikiranya anak dalam foto itu berasal dari Jepang, atau mungkin Korea.
Tak disangka, yang diterimanya justru foto anak Tiongkok.
Sebagai orang yang cukup memahami sepak bola Asia Timur, ia tentu tahu level sepak bola Tiongkok di kawasan ini.
Ketertarikan Klopp pada anak-anak Jepang dan Korea masih bisa dipahami, tapi ketertarikan pada pemain muda sepak bola Tiongkok... Dia tidak tahu dari mana asal minat Klopp ini.
“Dua hari lalu, sebuah tim muda China di bawah 17 tahun datang menantang tim muda kami di bawah 17 tahun. Setelah itu saya mencari tahu, tim ini bukan tim nasional junior China. Mereka adalah bagian dari reality show televisi, pemainnya dipilih dari akademi klub-klub domestik China. Tim ini sudah bermain lima pertandingan di Eropa. Selain melawan kami, empat pertandingan lainnya melawan Barcelona Youth Team, Real Madrid Youth Team, Atletico Madrid Youth Team, dan Tim junior Bayern München. Mereka tidak mencetak satu gol pun dan kebobolan 37 gol.”
Mendengar pernyataan Klopp ini, Kist tidak terkejut. Ia mengangguk: "Wajar, ini adalah jarak kemampuan normal antara sepak bola Tiongkok dan sepak bola Eropa."
“Kalau begitu tebak, berapa skor akhir kita melawan mereka?” Klopp bertanya.
“Berapa gol yang dicetak Bayern München?” Kist tidak menjawab pertanyaan itu, malah balik bertanya.
“9:0。”
“Paling tidak kita tidak boleh kalah jumlah gol dari Bayern München? Saya tebak juga 9:0.” Kist berkata berdasarkan pemahamannya tentang sepak bola Tiongkok.
Klopp mendengar jawaban Kist, hanya tersenyum tanpa bicara.
Melihat ekspresi Klopp ini, Kist mulai ragu. Apakah tebakannya terlalu tinggi atau terlalu rendah?
“10:0？”
Klopp masih tetap tersenyum tanpa mengeluarkan kata-kata.
“12:0？”
Menyaksikan Klopp yang masih tersenyum, Kist membuka tangannya: “Jangan-jangan 6:0? Itu terlalu sedikit...”
Belum selesai bicara, Klopp sudah berkata: "5:3."
“Ha？！” Kist memandang Klopp dengan terkejut.
“Anak-anak China mencetak tiga gol, saat itu aku berada di pinggir lapangan. Dan dalam pertandingan ini Götze juga turun, serta bermain penuh 90 menit.”
Melihat Kist membuka mulut, Klopp langsung tahu pertanyaan yang ingin diajukan, lalu memberi jawaban sebelumnya.
Mendengar ucapan Klopp, mulut Kist terkunci. Benar, dia memang ingin menanyakan apakah Götze turun bermain.
Hasilnya bahkan Götze si genius terindah di akademi sudah turun, tapi performanya seperti ini, ia tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Tahukah kau siapa Sutradara tiga gol Tim China ini?”
Kist tersadar, mengangkat foto: “Orang yang kau suruh aku amati bukanlah...”
Klopp mengangguk: "Orang ini bernama Zhou Yi, dalam pertandingan dia memberikan dua assist dan di menit terakhir bahkan mencetak gol sendiri."
"Lalu bagaimana menjelaskan kondisi Tim China yang tidak mencetak satu gol pun dalam empat pertandingan sebelumnya? Apakah tim muda kita terlalu lemah?" Kist tidak bisa memahami.
"Karena dalam empat pertandingan sebelumnya orang ini tidak bermain satu menit pun."
Kist tidak melanjutkan pertanyaannya.
"Menurut informasi saya, tim ini akan melanjutkan pertandingan di tempat lain. Saya harap Anda bisa mengikuti dan mengamati performa Zhou. Hanya fokus pada dirinya saja, yang lain tidak perlu."
Mendengar perkataan Klopp, pertanyaan Kist muncul lagi: "Bagaimana jika dalam proses ini kita menemukan pemain yang lebih baik di tim mereka?"
“Klopp menggelengkan kepala: ‘Tidak mungkin ada orang yang lebih berbakat darinya. Bahkan pemain nomor 10 yang mencetak dua gol dalam pertandingan pun masih kalah darinya.’”
“Baik, saya akan pergi. Kemana mereka akan pergi selanjutnya?”
Klopp kembali menyodorkan selembar kertas berisi peta Eropa dengan beberapa kota yang dilingkari pena merah.
“London, Manchester, Liverpool, Milan, Barcelona. Ini kota-kota yang akan mereka kunjungi berikutnya. Detail tim dan jadwal ada di bagian belakang.”
Mengambil kertas tersebut beserta foto Zhou Yi, Kist meninggalkan kantor Klopp.
Klopp adalah pelatih kepala tim utama yang sangat memperhatikan pemain muda, terlihat dari serangkaian kebijakannya sejak datang ke Borussia Dortmund.
Sebagai pencari bakat akademi, Kist tentu senang pelatih kepala tim utamanya memberi perhatian pada pembinaan pemain muda.
Tapi orang yang satu ini...
Kist menunduk melihat foto Zhou Yi, tubuhnya yang kurus membuat seragam tim terlihat sangat longgar, seolah ukurannya tidak pas.
Benarkah dalam tubuh rentang ini tersembunyi bakat yang membuat Jürgen Klopp langsung jatuh hati?
Meski Kist telah melihat banyak pemain muda dan remaja, ia masih meragukannya.
……
Dalam sesi latihan pertama tim di London, Hao Dong mengumumkan keputusan di depan semua orang.
“...Mulai sekarang, Zhou Yi menjadi playmaker tim.”
Di antara rekan setim, ada yang terkejut tapi tak ada yang menolak. Lebih banyak orang memilih menerima keputusan ini.
Setelah pertandingan terakhir melawan Borussia Dortmund U-19, rekan setim mulai menyadari level kemampuan Zhou Yi.
Memang, kondisi fisik dan tekniknya bukan yang terbaik di tim, tingkat kemampuannya mungkin masih paling rendah.
Tapi ada satu hal yang tidak dimiliki siapa pun kecuali dirinya.
Yaitu kemampuan mengendalikan permainan tim.
Hal ini sudah terbukti dalam laga melawan Borussia Dortmund U-19.
Bola yang sampai di kakinya seolah punya arah, Zhou Yi langsung tahu harus mengoper ke mana. Sebagai rekan setim, permainan jadi lebih mudah - cukup bergerak sesuai operannya.
Meski kalah di pertandingan melawan Borussia Dortmund U-19, banyak yang tidak merasa terlalu kecewa. Sebaliknya, beberapa malah merasa tampil baik.
Mengapa bisa merasa baik?
Karena Zhou Yi seperti sudah bekerja sama dengan mereka selama sepuluh tahun. Dia sangat paham karakter setiap rekan: memberikan umpan lebih awal untuk yang cepat, menghindari operan ke sisi kanan pemain kidal, langsung membuka sudut passing setelah mengoper ke pemain yang gugup...
Bermain seperti ini tentu terasa nyaman dan memunculkan performa bagus.
Dengan perbandingan ini, banyak yang akhirnya pahap mengapa empat pertandingan sebelumnya kalah memalukan... Karena mereka seperti pasir yang tercerai-berai, tak ada yang bisa menyatukan!
Selain mengumumkan Zhou Yi sebagai playmaker tim, Hao Dong juga menyuruh asisten pelatih membawa pemain lain untuk latihan, sementara hanya menahan Zhou Yi dan He Ying berdua.
"Bagaimana rasanya mencetak tiga gol melawan tim junior Borussia Dortmund?" Hao Dong bertanya kepada dua remaja itu.
"Sayangnya kami tetap kalah." He Ying berkata.
"Aku juga sebenarnya ingin menang." Zhou Yi menambahkan.
Mendengar jawaban mereka, Hao Dong tersenyum.
"Artinya kalian tidak puas hanya dengan mencetak gol?"
"Jika bisa menang, aku rela tidak mencetak gol sama sekali." He Ying menjawab dengan tegas.
"Kemenangan dan gol, aku mau keduanya. Ha!" Jawaban Zhou Yi sesuai dengan karakternya.
"Aku juga ingin menang," kata Hao Dong. "Tapi menang itu tidak mudah, jadi kita harus persiapkan diri sebaik mungkin. Kalian berdua adalah pencetak gol di pertandingan sebelumnya, ujung tombak serangan tim. Aku harap kalian bisa lebih banyak berkoordinasi. Zhou Yi, kamu pintar membaca permainan di lini tengah. He Ying, kemampuan finisimu tajam dan teknikmu lengkap. Jika kalian bisa bersinergi, yakinlah... kemenangan tidak akan jauh."
"Siap, Pelatih!" Zhou Yi langsung mengangguk setelah Hao Dong selesai bicara. "Aku dan He Ying sudah sekamar lama, chemistry kami sudah oke. Buktinya kerja sama kami di pertandingan lalu kan sudah bagus?"
Hao Dong tersenyum, "Tapi kita tetap perlu latihan khusus."
He Ying memandang Zhou Yi lalu mengangguk, "Baik."
"Bagus!" Hao Dong menepuk tangan, "Ayo latihan."
Melihat bayangan Zhou Yi dan He Ying berlari untuk bergabung dengan pasukan utama, Hao Dong sebenarnya juga tidak tahu apakah taruhannya kali ini tepat.
Semoga tidak memberi tekanan terlalu besar pada mereka?
