"Zhou Yi menyelesaikan lari pagi, sarapan, lalu kembali ke kamar untuk istirahat sambil mempersiapkan perlengkapan pertandingan sore. Tiba-tiba dia menemukan sebuah buku keras di tasnya—ini adalah kartu pelajarnya.
Memegang kartu pelajar itu, Zhou Yi teringat alasan dia membawanya ke luar negeri—dia ingin mencoba apakah kartu pelajar China bisa mendapat diskon 50% untuk tiket kereta di luar negeri...
Harus diakui, sudut pemikiran Zhou Yi ini sangat unik. Orang biasa takkan terpikir membawa kartu pelajar ke Eropa untuk beli tiket diskon.
Tapi setelah tiba di Eropa, seluruh perjalanan menggunakan pesawat dan bus, sama sekali tidak memberi kesempatan untuk praktik sosial ini.
Akhirnya kartu pelajar itu terselip di dasar tas dan tak pernah disentuh lagi.
Setelah tasnya bolak-balik dibawa, kartu pelajar itu semakin tenggelam ke dasar tas sampai dia hampir lupa.
Hari ini saat tiba-tiba menemukannya, melihat kartu pelajar itu, ide aneh muncul di kepala Zhou Yi.
Pikirannya mulai berkhayal lagi.
Dia menyimpan kembali kartu pelajar itu ke tas yang akan dibawa ke pertandingan, tempat dia juga akan menaruh sepatu bola dll.
……
Sebelum pertandingan sore, Zhou Yi menemui penjaga gawang cadangan Lai Cong.
Lalu dengan serius menyerahkan sesuatu padanya.
"Untuk apa?" Lai Cong memandang kartu pelajar di tangannya, bingung.
"Tolong jaga ini untukku."
"Bukan... menjaga sih gapapa, tapi kenapa bawa kartu pelajar ke pertandingan?" Lai Cong masih bingung.
“Oh, ini benda penting. Terus terang, inti pertandingan ini ada di sini!” Zhou Yi menunjuk kartu pelajar di tangan Lai Cong.
Lai Cong mengedarkan senyum. Apakah Zhou Yi sedang menyiratkan dirinya sebagai inti tim dengan cara yang samar ini?
Tapi… bukankah ini berlebihan?
Lai Cong tak kunjung paham, tapi memilih tak bertanya lebih lanjut. Khawatir pertanyaannya terlalu langsung – bagaimana jika Zhou Yi memang bermaksud begitu? Bukankah akan membuat suasana canggung?
Melihat Lai Cong tak menolak, Zhou Yi mengucapkan terima kasih lagi sebelum bergabung dengan pemain utama lain yang berlari ke lapangan untuk memulai pertandingan.
……
Saat Zhou Yi bilang Manchester United ini sebenarnya tak kuat, tentu bukan merujuk pada tim utama mereka.
Baru saja mengalahkan Chelsea di final Champions Eropa, membawa Ferguson meraih gelar Champions kedua dalam karir kepelatihannya – MU tetap salah satu klub terbaik dunia.
Tapi dibanding tim utama yang gemilang, fakta bahwa akademi MU tak menunjukkan kemajuan berarti dalam dekade terakhir memang nyata.
Seperti pernah disebut, akademi Chelsea pun biasa saja. Abramovich telah menggelontorkan dana besar, bahkan memboyong Kepala Pelatih Akademi Arnesen dari Tottenham Hotspur dengan transfer 5 juta pound, serta memberi gaji tahunan sebesar 2 juta pound pada orang Denmark yang pernah menemukan bintang seperti Ronaldo dan Stam ini.
Namun, pemain akademi terakhir Chelsea yang bisa bertahan di tim utama adalah... John Terry yang sudah berusia 28 tahun.
Chelsea kemudian mengubah strategi, dari membina pemain sendiri menjadi memburu pemain setengah jadi di seluruh dunia, namun tetap saja tak ada satu pun yang berhasil masuk ke tim utama.
Situasi Manchester United dan Chelsea sebenarnya agak berbeda.
Manchester United memiliki tradisi gemilang di bidang akademi, misalnya "Kelas '92" yang legendaris - David Beckham, Phil Neville, Gary Neville, Ryan Giggs, Nicky Butt, Paul Scholes, semuanya menjadi pilar utama bahkan tulang punggung MU di kemudian hari.
Kedewasaan mereka langsung mendorong MU menjadi treble winner pada 1999.
Kelas '92 selalu disebut-sebut sebagai ikon akademi Manchester United.
Tapi ini juga menunjukkan fakta memalukan: setelah Kelas '92, akademi MU... tak pernah lagi menghasilkan ikon yang layak disebut berulang kali.
Kelas '92 adalah saksi kejayaan akademi MU, sekaligus awal kemunduran pembinaan pemain lokal.
Baik John O'Shea maupun Wes Brown, keduanya sulit menyamai prestasi seniornya di tim utama. Jika bukan karena label akademi MU, mungkin mereka tak akan bisa bertahan. Sekarang, duet bek tengah MU adalah Nemanja Vidić dan Rio Ferdinand, sama sekali tak ada hubungannya dengan akademi MU.
Fletcher memang juga merupakan pemain akademi Manchester United, tapi dibandingkan bakatnya, fisiknya terlalu rentan. Karena cedera, dia sulit tampil konsisten di tim utama MU. Kalau tidak, Ferguson tidak akan merekrut Carrick dan Hargreaves secara berturut-turut.
Setelah Roy Keane meninggalkan klub, MU belum menemukan pengganti yang memadai di posisi gelandang. Fletcher pernah diharapkan banyak, tapi sekarang terlihat masih belum bisa memikul tanggung jawab besar.
Tentu, alasan Zhou Yi mengatakan tim muda MU tidak kuat karena dia sudah 20 kali lebih bertanding melawan tim muda MU di bawah 17 tahun dalam mimpinya, dan memang tidak menemukan pemain yang benar-benar menonjol. Dortmund punya Götze, Arsenal punya Wilshere, sedangkan Chelsea dan MU tidak memiliki figur pemimpin seperti itu.
Makanya Zhou Yi bilang kekuatan tim muda mereka tidak bagus.
Tapi tim muda MU ini masih lebih kuat dibanding tim muda Chelsea.
Ini terlihat dari performa mereka di lapangan yang langsung tercermin di skor: babak pertama yang unggul adalah tim muda MU.
1:0, mereka unggul atas para remaja China.
Secara permainan, MU juga sedikit lebih dominan.
Tim China terlihat agak datar.
……
Memasuki babak kedua, MU yang unggul 1-0 memperketat pertahanan di area 30 meter.
Ketika Tim China menyerang ke depan, mereka kesulitan menembus pertahanan MU.
Menghadapi pertahanan itu, Tim China hanya bisa mengoper-ngoper bola di luar garis pertahanan mereka.
Dalam hal kelengkapan garis pertahanan, tim muda Manchester United tampil lebih baik dibandingkan tim muda Chelsea. Ditambah lagi mereka memperkuat pertahanan terhadap He Ying, sehingga Tim China tidak mudah mencetak gol.
Situasi seperti ini sudah terjadi sejak babak pertama.
Zhou Yi mengoper bola ke He Ying, namun He Ying bahkan tidak bisa berbalik badan dan harus mengembalikan bola. Kemudian dia melakukan pergerakan, tapi selalu diikuti oleh dua pemain tim muda Manchester United.
Sepanjang pertandingan memang seperti ini. Sebagai pemain yang mencetak hattrick dan menjadi bintang pada pertandingan melawan tim muda Chelsea, wajar saja He Ying mendapat perhatian ekstra dari tim muda Manchester United.
Sebagai perbandingan, penyerang lainnya Zhang Tao menghadapi tekanan pertahanan yang jauh lebih ringan, tapi ini tidak berarti apa-apa.
Tekanan pertahanan yang ringan memang ada alasannya, karena ancaman yang ditimbulkan Zhang Tao sangat minim.
Postur tubuh Zhang Tao tinggi dengan kemampuan heading yang baik, tapi "baik" ini hanya jika dibandingkan dengan He Ying.
Kelemahan permainannya sangat jelas: dia tidak bisa melakukan pergerakan, hanya berdiam diri. Karena itu di klub domestik pun dia hanya jadi cadangan di tim usia muda, apalagi saat harus bersaing heading dengan bek-bek Inggris di sini.
Zhou Yi sebenarnya sudah beberapa kali memberi umpan padanya, tapi semuanya terbuang percuma.
Zhou Yi mengoper bola yang kemudian berpindah-pindah di antara kaki pemain Tim China. Ritme permainan cepat, membuat pemain Manchester United kesulitan merebut bola untuk sementara waktu.
Tapi ini tidak berarti apa-apa.
Karena semua operan ini adalah operan menyamping dan operan ke belakang. Jangankan bisa mengancam gawang tim muda Manchester United, bahkan mencapai area penalti mereka saja sulit.
Melihat adegan ini, Xu Yang di pinggir lapangan menggelengkan kepala: "Sulit untuk mencetak gol..."
Hao Dong tidak bicara, tapi dari keningnya yang berkerut terlihat bahwa dia juga bingung.
Jika pertandingan melawan tim muda Chelsea adalah situasi Tim China bertahan mati-matian, sekarang giliran tim muda Manchester United yang mengundurkan diri dan memaksa Tim China menghadapi pertahanan rapat.
Benar-benar... memiliki nilai edukatif.
……
Meskipun pertandingan antara Tim China dan tim muda Manchester United tidak bersifat tertutup, penonton di pinggir lapangan tidak banyak, mengingat ini pertandingan tim muda yang kurang menarik perhatian.
Tapi masih terlihat beberapa penonton yang menikmati pertandingan dengan antusias.
Tim Kist dan Alan Powell berada di antara mereka, hanya saja mereka tidak saling mengetahui keberadaan satu sama lain.
Di pertandingan sebelumnya melawan tim muda Chelsea, Zhou Yi memberikan tiga assist, tentu saja menjadi sorotan di mata kedua scout ini.
Di babak pertama pertandingan ini, performa Zhou Yi tampak lebih redup.
Tim Kist yang telah mengobservasi Zhou Yi selama dua pertandingan tentu tahu penyebabnya - dia menduga ini terkait dengan stamina Zhou Yi.
Dalam pertandingan melawan tim muda Borussia Dortmund, Zhou Yi bermain penuh hingga kehabisan tenaga, sehingga di pertandingan melawan tim muda Arsenal dia hanya bermain satu babak sebelum diganti.
Karena istirahat lebih lama selama setengah pertandingan, dalam laga melawan tim muda Chelsea, Zhou Yi bermain 24 menit lebih banyak. Setelah menyelesaikan tiga assist, tenaganya habis dan dia diganti karena kram.
Dalam pertandingan ini, performa Zhou Yi di babak pertama tidak terlalu aktif, jelas karena faktor stamina. Kemenangan atas tim muda Chelsea di pertandingan sebelumnya benar-benar menguras tenaga, ini efek sampingnya.
Justru scout Arsenal, Alan Powell, kecewa dengan performa Zhou Yi kali ini - Apakah performa gemilang Zhou Yi di pertandingan sebelumnya hanya kebetulan? Apakah kebetulan saya menyaksikan pertandingan terbaik sepanjang kariernya?
Melihat Zhou Yi terus mengoper bola tapi gagal menembus jantung pertahanan tim muda Manchester United, Powell menggelengkan kepala.
Karena sepakbola adalah olahraga yang berusaha menciptakan ruang sebanyak mungkin dalam serangan, ketika tim mendapatkan penguasaan bola di dekat gawang lawan, seharusnya mengurangi jumlah pemain dan jumlah operan. Ini akan membantu menciptakan lebih banyak ruang. Jika semua pemain berkumpul di area itu, justru akan menghilangkan ruang yang dibutuhkan untuk menyerang.
Ini adalah pengetahuan dasar.
Tapi sekarang Zhou Yi dan rekan setimnya justru terus mengoper bola di area 30 meter lawan, ini jelas pertanda tidak baik.
Terlalu banyak operan di area penalti lawan juga meningkatkan risiko kehilangan penguasaan bola.
Jadi tindakan Tim China saat ini salah dan sangat berisiko.
……
Sebenarnya Zhou Yi sendiri juga sadar, mungkin ia tidak mencapai tingkat teori tertentu, tapi bermain dan menonton sepak bola sejak kecil membuatnya paham bahwa terlalu banyak operan menyilang tak berarti di depan area penalti lawan bukanlah hal baik.
Manchester United juga tidak mungkin hanya diam seperti menonton pertunjukan, membiarkan pemain China mengoper bolak-balik untuk meningkatkan persentase penguasaan bola.
Mereka sudah mulai gelisah, ingin merebut bola.
Tapi ia benar-benar tidak menemukan celah ruang kosong.
Garis pertahanan MU terjaga sangat rapi, pergerakan pemain kompak, ditambah pengawalan ketat pada He Ying. Jika memaksakan operan dalam kondisi ini, hasilnya mungkin sama saja dengan memberikan bola ke lawan.
Operan mundur?
Zhou Yi sudah mencoba operan mundur, hasilnya kurang memuaskan. Tim muda MU juga bukan bodoh, mereka tahu maksudnya. Bahkan jika ia terus mengoper kembali ke kiper Sun Pan, tetap tidak efektif. Begitu Tim China mengoper bola ke depan lagi, tim muda MU langsung mundur dengan cepat.
Mungkin kekalahan tim muda Chelsea dari Tim China membuat MU lebih waspada. Jadi dalam pertandingan ini tim muda MU tidak meremehkan lawan, sehingga sedikit celah untuk dimanfaatkan pemuda China. Ditambah mereka sudah unggul 1-0, wajar jika bermain lebih aman.
Bola sampai di kaki He Ying, tapi ia tetap tidak bisa melakukan penetrasi maupun menciptakan peluang tembakan.
Saat He Ying menguasai bola, Zhou Yi masih terus mengamati situasi lapangan.
Masih tidak ada ruang kosong, Zhang Tao tidak bisa melakukan pergerakan, berdiri statis. Saat He Ying menguasai bola, dia tidak bisa bergerak. Posisi lini depan pada dasarnya tetap, bek lawan juga tetap, sehingga sangat mudah dihadang.
He Ying melihat tidak ada kesempatan untuk menembak atau melakukan terobosan, dia pertama-tama memutar badan untuk melindungi bola.
Bola memang berhasil dilindungi, tapi posisinya sekarang membelakangi arah serangan. Menjadi sulit untuk mengancam gawang lagi.
Dia melihat Zhou Yi.
Kemudian dia mengoper bola kembali ke Zhou Yi.
Manchester United akhirnya bosan melihat pemain China terus mengoper-ngoper bola di depan mereka. Mereka memutuskan untuk lebih agresif.
Seorang pemain tim muda Manchester United langsung menyerbu ke arah Zhou Yi mengikuti bola, berencana merebut bola dan langsung melakukan serangan balik!
Bola menggelinding ke arah Zhou Yi, tapi pandangannya tidak tertuju pada bola. Bahkan dalam situasi ini, dia tetap tidak berhenti mencari celah.
Tiba-tiba dia mengangkat pandangan ke arah gawang.
Jika tidak ada celah untuk operan, mengapa tidak mencoba tembakan?
Dia menyadari kiper tim muda Manchester United posisinya agak condong ke kiri dan sedikit maju.
Dengan cepat dia menemukan celah yang cukup besar di sekitar tiang gawang jauh.
Jika tidak bisa menemukan celah antar pemain di darat, carilah celah di udara atau di dalam gawang!
Celah ini bisa dimanfaatkan!
Zhou Yi sudah punya rencana di pikiran.
Saat bola hampir sampai di depannya, pemak tim muda Manchester United juga hampir mendekat.
Zhou Yi mengayunkan kaki kanannya ke arah bola, bukan untuk mengontrol atau mengoper, melainkan... langsung menendang dengan teknik curling shot!
Pergelangan kaki kanan diputar keluar, punggung kaki bagian dalam membentuk cekungan mengunci bola, betis mengeluarkan tenaga seperti cambuk yang diayunkan ke luar.
Bola melesat sebelum pemain muda Manchester United sempat menghalangi, terbang menuju sudut jauh gawang!
Para pemain dari kedua tim di pinggir area penalti mendongak mengikuti jalannya bola, leher mereka seperti radar yang bergerak mengikuti arah bola.
Satu pikiran yang muncul di benak semua yang melihat tendangan ini - pasti bola ini melambung tinggi!
Bola terbang sangat tinggi, menimbulkan kesan "seolah-olah menuju bendera sudut".
Kiper tim muda Manchester United juga berpikir demikian. Saat melihat arah bola, dia hanya berdiri di depan gawang sambil memutar kepala, berencana menyaksikan bola keluar lapangan.
Xu Yang di pinggir lapangan bergumam, "Zhou Yi terburu-buru dalam menangani bola ini!"
Menurutnya Zhou Yi seharusnya tidak memilih untuk menembak. Kesulitan menembak langsung tanpa mengontrol bola sangat tinggi, persentase golnya pun rendah. Tendangan ini praktis mengakhiri serangan Tim China, kepemilikan bola akan kembali ke tim muda Manchester United. Tentang apa yang terjadi selanjutnya, sulit diprediksi...
Liang Qiqi mendengus dalam hati: Dikasih sinar matahari sedikit langsung bersinar! Hanya karena beberapa assist jadi merasa bisa segalanya! Hmph! Aku sampai kalah dari orang seperti ini!
Tapi di depan mata semua orang, bola tiba-tiba berbelok tajam di udara! Dengan akurasi lengkung yang dramatis, bola menyasar sudut kanan atas gawang!
Kemudian, bola sepak melesat masuk di persimpangan antara tiang gawang dan mistar gawang, menghantam jaring gawang dengan suara "swish"!
Gol!
