Klopp melepas kacamatanya, menyandar ke kursi sambil menutup mata dan merenung.
Baru saja dia selesai membaca laporan scout terbaru dari Tim Kist di Milan yang dikirim via email.
Ini sudah menjadi agenda rutin Klopp selama beberapa minggu terakhir.
Meskipun setelah pertandingan melawan Borussia Dortmund Youth Team dia tidak lagi menonton pertandingan Zhou Yi, melalui laporan scout Kist yang detail, seolah-olah dia menyaksikan setiap pertandingan secara langsung.
Melalui laporan ini, dia bisa mengetahui performa Zhou Yi di Inggris sangat mencolok, tidak hanya memberikan assist tetapi juga mencetak gol.
Namun saat pindah ke Italia, performa Zhou Yi tidak begitu menonjol.
Di satu sisi dipengaruhi stamina, empat pertandingan di Inggris telah menghabiskan stamina Zhou Yi, dalam kondisi bertanding beruntun, pasokan stamina nya tidak mencukupi.
Di sisi lain karena pengaruh lingkungan sepakbola Italia yang taktis, Tim China yang dibentuk secara dadakan terkesan "mengajari nenek moyang berenang" di hadapan klub-klub Italia yang ahli taktik.
Sekarang tinggal satu pertandingan terakhir melawan Barcelona Youth Team.
Tapi yang lebih diperhatikan Klose adalah hal lain yang disebutkan Kist dalam laporan scout.
Kist berkali-kali menyebutkan dalam laporan scout-nya bahwa ada orang yang mirip scout terlihat di pinggir lapangan, dan semakin banyak jumlahnya seiring berjalannya turnamen.
Apa artinya ini?
Menunjukkan Zhou Yi mungkin telah menarik perhatian klub-klub lain.
Lagipula lawan Tim China ini adalah klub-klub yang sangat memperhatikan akademi muda, bakat yang ditunjukkan Zhou Yi dalam pertandingan, jika kita bisa melihatnya, tidak ada alasan klub lain tidak menyadarinya.
Sekarang Borussia Dortmund mulai menghadapi persaingan...
“Jadi dalam laporan scout terbaru, Kist mengingatkan Klopp, jika klub berminat dengan pemain China ini, kita harus segera bertindak.”
“Lagipula di antara semua lawan yang dihadapi Tim China, Borussia Dortmund tidak punya keunggulan berarti.”
“Kist khawatir Barcelona akan melirik Zhou Yi, dan ini justru menjadi kekhawatiran terbesar Klopp.”
“Dia dan Kist sepakat gaya bermain Zhou Yi mirip dengan Xavi. Jika demikian, selama Barcelona juga menyadari bakat Zhou Yi, maka bagi sang pemain, Barcelona adalah tujuan terbaik. Begitu Barcelona bergerak, bisa dibilang Borussia Dortmund tidak akan punya peluang.”
“Merenungkan hal ini, Klopp membuka matanya kembali lalu mengangkat telepon di meja kerjanya. Ia menghubungi nomor Kist.”
……
“Tim Kist baru saja tiba di Barcelona. Begitu masuk kamar hotel, bahkan koper belum sempat dibongkar, telepon Klopp sudah menyambang.”
“Tim, menurutmu haruskah kita rekrut remaja ini?” Klopp langsung membuka pembicaraan tanpa basa-basi menanyakan cuaca.
“Jujur saja, Jürgen. Kita harus secepatnya merekrutnya!” Setelah mengamati begitu banyak pertandingan Zhou Yi, kini Kist sangat mengagumi pemain itu. Bahkan saat performa Zhou Yi kurang bagus, penilaiannya tak berubah. “Anak ini... adalah orang yang bisa menciptakan keajaiban!”
“Wah, penilaianmu lebih tinggi dariku...” Klopp sungguh di luar perkiraan.
“Jika kau sama seperti saya, menonton setiap pertandingannya, kau akan mengerti perasaan saya, Jürgen. Pada dirinya, kita sebenarnya tidak perlu investasi besar, namun imbal hasil akhirnya... mungkin jauh melebihi bayangan kita.” Kist kini mulai membayangkan Zhou Yi mengenakan seragam kuning-hitam Borussia Dortmund.
“Baiklah, Tim. Cari kesempatan untuk menghubunginya dan tanyakan pendapatnya tentang bergabung dengan Borussia Dortmund. Inilah alasan saya memanggilmu kembali dari Jepang – kau bisa langsung berbicara dengannya dalam bahasa Mandarin!”
“Baik, saya akan segera menghubunginya.” Kist langsung menyetujui.
Setelah menutup telepon, Kist duduk di tempat tidur sambil merenungkan cara untuk menghubungi Zhou Yi.
Sejak dari London, dia mengikuti perjalanan Zhou Yi beserta seluruh tim dan kru acara ke empat kota, dan sudah memahami jadwal perjalanan kru acara ini.
Karena ada proses syuting acara, selalu ada Kamera yang mengikuti. Namun Kist tidak ingin terekspos. Dia ingin melakukan pendekatan secara privat dengan Zhou Yi, agar kompetitor tidak mengetahui bahwa Borussia Dortmund sedang mendekatinya – ini akan membuat mereka lengah.
……
Di hari pertama tiba di Barcelona, tidak ada latihan maupun syuting. Setelah latihan stamina di gym hotel malam itu, Zhou Yi berpamitan pada Sun Pan dan lainnya lalu kembali ke kamarnya.
Latihan stamina memang membuahkan hasil – setidaknya dia sudah lama tidak perlu digendong Sun Pan kembali ke kamar.
Tapi konsekuensinya adalah harus beristirahat lama di gym sebelum bisa berjalan lagi.
Kembali ke kamar, He Ying sedang membaca buku dengan tenang. Setelah menyapa Zhou Yi, dia langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Seiring dengan terus-menerusnya Zhou Yi memberikan assist kepada He Ying di lapangan, hubungan mereka pun menjadi lebih akrab dibanding saat pertama kali bertemu.
Tapi He Ying masih belum tahu aktivitas apa yang dilakukan Zhou Yi setiap malam hingga baru pulang hampir jam tidur. Dia tidak bertanya, Zhou Yi juga tidak menjelaskan.
Sekarang He Ying tidak terlalu penasaran dengan hal ini. Yang penting Zhou Yi tampil baik di lapangan dan bisa membantunya, urusan pribadi sehari-hari adalah hak masing-masing.
Manusia memang perlu ruang privasi. Jika Zhou Yi tidak memberitahu, pasti ada alasannya. Untuk apa dipaksa tanya?
Sama seperti dirinya yang juga punya rahasia tak ingin diceritakan ke orang lain.
Zhou Yi cepat-cepat mandi lalu naik ke tempat tidur. Dia ingin segera masuk ke dunia FIFAOL3.
Kembali ke Barcelona, lawannya akan kembali menjadi tim muda di bawah 17 tahun dari Sekolah Sepak Bola La Masia.
Sebelumnya, hingga pertandingan melawan tim muda Borussia Dortmund, dia terus berusaha mengalahkan mereka di ruang virtual namun selalu gagal. Kemudian karena harus fokus pada pertandingan nyata, dia mulai meninggalkan "perseteruan" dengan La Masia.
Tapi duri di hati itu belum tercabut. Meski telah membantu timnya mengalahkan Tim Muda Chelsea, mengalahkan tim muda Liverpool, dan menahan imbang Manchester United... skor 0:12 itu masih tertancap dalam di hatinya.
"Dia ingin menggunakan minggu terakhir ini untuk melakukan sprint terakhir, berusaha mengalahkan Barcelona Youth Team di ruang virtual."
Saat terburu-buru masuk ke dunia virtual, "kemampuan khusus" Zhou Yi yang bisa langsung tertidur dalam lima detik setelah merebahkan diri ke tempat tidur memainkan peran penting.
Tak lama kemudian dia masuk ke alam mimpi, dan kembali melihat Chu Ling yang tersenyum.
"Selamat datang di... Barcelona."
Fakta bahwa dia tidak mengatakan "Selamat datang di dunia FIFAOL3" membuat Zhou Yi terkejut, tapi ketika dia melihat sekeliling dengan jelas, keterkejutannya semakin bertambah karena menyadari dirinya berada di lapangan Sekolah Sepak Bola La Masia!
Lapangan rumput sintetis yang terjepit antara Stadion Camp Nou dan Sekolah Sepak Bola La Masia.
Jika dia menengadah, dia bisa melihat kemegahan Camp Nou, dan jika menoleh dia bisa melihat bangunan dua lantai Sekolah Sepak Bola La Masia yang mirip gudang pertanian.
"Benar-benar Barcelona..."
"Sebagai etape terakhir seri pertandingan ini, kami menyiapkan sedikit bonus. Ini untuk membuatmu lebih merasakan suasana yang lebih nyata," jelas Chu Ling sambil tersenyum. "Coba rasakan rumput di bawah kakimu, juga sintetis, persis sama dengan lapangan latihan Sekolah Sepak Bola La Masia."
Zhou Yi menggesekkan kakinya: "Benar juga."
Meskipun dia tidak bermain dalam pertandingan terakhir melawan Barcelona Youth Team, dia pernah mengunjungi lapangan latihan ini dan menginjaknya. Saat itu, dia sangat terkejut dengan fakta bahwa Sekolah Sepak Bola La Masia yang terkenal hanya memiliki satu lapangan latihan dengan rumput sintetis, sehingga lapangan ini sangat membekas dalam ingatannya.
"Rumput sintetis dan rumput alami berbeda. Baik dalam berlari, melakukan gerakan, maupun pergerakan dan pantulan bola. Kekalahan telak kalian di pertandingan lalu juga terkait dengan kondisi lapangan," kata Chu Ling.
"Kupikir alasan kalah karena kondisi rumput buruk hanya lelucon karangan," kata Zhou Yi sambil mondar-mandir di lapangan latihan.
Dia mungkin lebih familiar dengan rumput sintetis dibanding rekan setimnya karena lapangan sekolah SMA Qingyang Yigao tempatnya belajar menggunakan rumput sintetis. Sejak kecil, dia hanya bermain di tiga jenis lapangan: rumput sintetis, lapangan tanah gersang tanpa rumput, dan... lapangan semen yang biasanya digunakan untuk lapangan basket, tempat mereka bermain 5vs5 atau 3vs3.
Justru rumput alami yang paling jarang dia gunakan, baru mengenalnya setelah bergabung dengan tim saat pelatihan di Beijing.
"Orang yang membuat lelucon mengira itu alasan mengada-ada, tapi sebenarnya tidak. Pengaruh kondisi rumput terhadap hasil pertandingan tidak bisa diabaikan, terutama perbedaan antara rumput sintetis dan alami," lanjut Chu Ling.
"Baik, ayo langsung mulai pertandingan!" Zhou Yi sudah tidak sabar.
"Pemandangan tak berubah, tapi di depannya kini muncul sekelompok pemain yang mengenakan kostum kandang Barcelona."
Zhou Yi hanya melirik sebentar lalu terkejut: "Apakah ada pergantian pemain?"
Setelah lebih dari seratus kali menghadapi tim muda Barcelona sebelumnya, wajah-wajah lawannya sudah melekat di ingatan Zhou Yi.
Karena itu, dalam sekali pandang ia langsung melihat perbedaannya - beberapa wajah familiar menghilang, digantikan oleh orang asing.
Misalnya Thiago, gelandang inti tim sebelumnya, sudah tidak ada lagi.
"Ini adalah tim yang akan kalian hadapi selanjutnya. Perubahan personil akan tercermin di sini."
"Beberapa orang... Ke mana mereka pergi?"
"Thiago Alcântara dipromosikan ke tim utama Barcelona untuk berlatih bersama," jelas Chu Ling.
"Tim utama Barcelona?!" Zhou Yi terkejut. Dua bulan lalu mereka masih setingkat - sama-sama berusia 17 tahun. Tapi kini, saat Zhou Yi baru saja mantap di timnya, Thiago sudah naik ke tim utama! Dunia yang sepenuhnya dihuni orang dewasa, dengan bintang-bintang seperti Xavi, Iniesta, Messi, Henry, Eto'o...
Perubahan ini... terlalu drastis, ya?
Zhou Yi tiba-tiba merasa pikirannya kosong.
Saat ia baru saja menjadi pilar utama tim sementara ini, Thiago sudah berlatih bersama para megabintang dunia. Jalan di depannya... masih sangat panjang.
“Bagaimana dengan yang lain?” Zhou Yi bertanya setelah sadar kembali. “Assulin itu.”
Zhou Yi memiliki kesan mendalam padanya karena pemain ini tidak hanya dalam pertandingan nyata, tapi juga di game virtual sering memberikan masalah dan kesulitan bagi timnya.
Assulin yang memiliki teknik kaki halus dan kecepatan tinggi bagaikan "Messi generasi kedua". Pemuda China seringkali harus mengerahkan 2-3 orang untuk bertahan melawannya, dan belum tentu berhasil menghentikannya.
Tapi sekarang dia juga sudah tidak ada di tim ini.
“Pindah ke tim B Barcelona.”
Tim B Barcelona sebenarnya adalah sebutan untuk tim cadangan di liga lain, tidak memiliki batasan usia ketat seperti tim muda. Pemain 17 tahun bisa masuk, pemain 23 tahun yang masih bermain di sana juga umum. Ini menjadi batu loncatan ke tim utama. Thiago sebelumnya bermain di tim B, sekarang dia sudah naik ke tim utama.
“Bagaimana dengan Romeu?”
“Juga ke tim B.”
“Montoya?”
“Tim B.”
Zhou Yi berhenti bertanya, dia mulai mengerti.
Pasti karena di pertandingan pertama Tim China kalah terlalu parah, pihak Barcelona merasa tidak perlu menggunakan skuad yang sama untuk pertandingan kedua. Jadi pemain-pemain berbakat yang sudah naik ke tim B tidak ikut pertandingan ini.
“Sial, meremehkan kita!” Zhou Yi bergumam, “Akan kuajari mereka! Chu Ling, mulai pertandingannya!”
Babak 73: Bersama?
Pukul enam pagi, Zhou Yi dibangunkan tepat waktu oleh Chu Ling dalam pikirannya. Dia keluar dari dunia FIFAOL3.
Dia tidak langsung bangun dan berpakaian seperti sebelumnya, lalu mengikat kantung pasir untuk lari pagi.
Dia hanya berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit dengan pandangan kosong.
Persis seperti perasaannya setelah menjalani hari pertama di Barcelona sebelumnya.
Malam itu di dunia FIFAOL3, dia mengalami delapan hari berturut-turut bermain melawan Tim Muda La Masia B. Delapan pertandingan itu berakhir dengan kekalahan total bagi dia dan rekan tim virtualnya!
Sensasinya persis sama dengan saat pertama kali membuka mata di Barcelona dulu.
Kemarin dia masih menggembar-gemborkan akan mengajari Barcelona yang sombong, tapi malah dipermalukan.
Meski pemainnya diganti, tim ini tetap kuat secara mengerikan sampai bikin putus asa.
Sebelum pertama kali melawan Barcelona Youth Team, Zhou Yi tak punya bayangan jelas - kalah memang pasti, tapi setidaknya bisa mencetak gol.
Realita kejam kemudian membuktikan bahwa mencetak gol pun hanya ilusi.
Setelah berlatih di Eropa, mengalami berbagai pertandingan dengan lawan berbeda, performanya naik turun tapi cenderung membaik. Zhou Yi pun penuh percaya diri. Kembali ke Barcelona kali ini, dia punya semangat "balik menerjang" sampai berteriak di bandara: "Aku Han San sudah kembali!"
Hasilnya? Tetap kalah.
Setelah terdiam sejenak, Zhou Yi mengumpat pelan lalu melompat bangun dari tempat tidur seperti ikan mas.
Dia mulai duduk di tepi tempat tidur, mengenakan baju dan sepatu.
Setelah memakai sepatu, dia menggulung celana olahraganya ke atas, mengikatkan kantong pasir yang dipinjamkan Guo Nu, lalu menurunkan kembali celananya. Ini dianggapnya sebagai persiapan selesai.
Kemudian dia bangkit, berbalik, dan berjalan keluar.
Tapi begitu berbalik, dia melihat He Ying duduk di tempat tidur sedang menatapnya. Ruangan tidak dinyalakan lampu, tapi kedua bola mata He Ying bersinar terang.
Zhou Yi langsung kaget setengah mati - diam-diam ada seseorang mengawasimu dari belakang... Hanya membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk merinding.
"Wah!" Teriaknya spontan.
"Kamu mau apa?" Tanya He Ying.
"Aku kaget karena kamu..."
"Bukan, maksudku kamu mau pergi kemana?"
"Eh, lari pagi..." Zhou Yi melakukan gerakan meregangkan dada.
Sebelumnya Zhou Yi selalu keluar lebih awal dari He Ying. Baru setelah dia pergi, He Ying akan bangun. Jadwal mereka berdua benar-benar tidak bersinggungan.
Tapi kali ini, Zhou Yi terlalu lama termenung di tempat tidur sehingga jadwal mereka bertabrakan.
Untuk pertama kalinya, He Ying akhirnya tahu mengapa setiap pagi dia bangun Zhou Yi sudah tidak ada.
Meski pernah menduga apakah Zhou Yi pergi olahraga pagi, dia tidak pernah yakin. Kini baru terbukti.
Zhou Yi hendak melanjutkan langkah setelah menjelaskan, tapi tiba-tiba He Ying bertanya: "Apa kita lari bersama?"
Zhou Yi langsung membeku.
He Ying dalam melakukan apapun selalu sendirian, hal ini paling terlihat jelas saat makan di restoran. Yang lain biasanya berkelompok tiga atau lima orang, Zhou Yi juga membentuk tim tetap bersama Sun Pan, Yang Muge, dan Guo Nu. Hanya He Ying yang dari awal sampai akhir selalu sendiri.
Tak ada yang mendatanginya, dia pun tak mendatangi siapa-siapa.
Meski berada di tim ini, dia seperti terpisah dari keseluruhan tim. Berbeda dengan semua anggota tim, mungkin dalam hati pun dia tak menganggap dirinya bagian dari tim ini. Dia hanya bintang yang dihadirkan pelatih kepala Hao Dong lewat hubungan pribadi untuk memperkuat penampilan tim, wajar saja tak bisa akrab dengan pemain biasa.
Awalnya ada yang ingin mendekatinya, tapi setelah sadar sulit didekati, akhirnya menyerah – biarkan dia mengagumi dirinya sendiri, kami dan dia memang berbeda.
Awalnya Guo Nu tampak kesepian di tim, tapi kehadiran Zhou Yi mengubah situasi ini.
Kini giliran He Ying yang terlihat kesepian. Tentu ini hanya pandangan orang luar, mungkin He Ying sendiri tak merasa begitu? Bagaimana membuktikannya?
Karena He Ying tak pernah meminta untuk beraktivitas bersama siapa pun.
Kecuali atas arahan tim pelatih atau jadwal program.
Makanya Zhou Yi sangat terkejut, ini pertama kalinya He Ying… secara aktif mengajak orang lain.
Apapun aktivitasnya, sebutan "bersama" ini saja sudah cukup membuat Zhou Yi tercengang.
He Ying melihat Zhou Yi yang terkejut berkata: "Aku tahu lari itu membosankan, kalau ada teman mungkin lebih baik."
Dia bukan hanya mengajak sekali, tapi mengulanginya lagi.
Zhou Yi tersadar, tapi dia tidak langsung menerima dengan mudah. Dia tampak ragu-ragu sebelum akhirnya berkata, "Baiklah, aku tidak masalah. Asalkan kamu... terserah saja..."
Ucapan terakhirnya hampir tak terdengar, lebih seperti gumaman untuk dirinya sendiri.
He Ying tetap mendengar Zhou Yi bilang "Baiklah", dan menganggapnya sebagai persetujuan. Dia langsung melompat dari tempat tidur dan mulai memakai sepatu serta baju.
Tak lama kemudian, mereka berdua sudah berjalan bersama keluar dari kamar.
Begitu tiba di lobi hotel, He Ying melihat beberapa wajah familiar lainnya - rekan setimnya Sun Pan, Yang Muge, dan Guo Nu.
Dia terkejut.
Zhou Yi menatapnya dan menjelaskan, "Sebenarnya kami selalu lari pagi bersama... Kalau tidak keberatan, mau ikut?"
Sebelumnya dia sungkan menolak langsung dengan alasan punya teman, karena merasa ini undangan pertama He Ying untuk beraktivitas bersama. Kini gilirannya mengajak He Ying.
He Ying tak menyangka ada banyak orang. Selama ini dikiranya hanya Zhou Yi yang lari pagi. Ucapannya tiba-tiba terasa memalukan.
Sekarang justru dia yang terlihat seperti orang kesepian butuh teman...
Sebenarnya dia bisa saja kabur dengan alasan "Kalian sudah punya grup, tak usah aku ikut".
Tapi saat Zhou Yi mengajak, dia malah mengangguk, "Baik."
Melihat He Ying menerima ajakan itu, Sun Pan tampak kecewa.
Tapi dia tidak menunjukkannya. Lagipula He Ying diundang oleh Zhou Yi, tak ada alasan baginya untuk berkomentar.
Jika bisa memutuskan sendiri, pasti dia tak akan mengundang He Ying.
Tapi sekarang... Semua ini demi menjaga martabat Zhou Yi, dengan berat hati dia mengikuti He Ying naik sepeda!
……
Waktu telah berlalu dua hari, Tim Kiste masih tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk mendekati Zhou Yi secara pribadi. Ia selalu bersama beberapa pemuda dengan wajah-wajah yang sama, mungkin teman-teman dekatnya. Hampir tidak pernah terlihat mereka muncul sendirian. Ini bukanlah seorang pemuda pendiam yang penyendiri, pergaulannya sangat baik, ke mana pun ia pergi pasti timbul keramaian.
Tepat ketika Kist masih berusaha mencari cara untuk mendapatkan kesempatan berbicara empat mata dengan Zhou Yi, seseorang malah sudah mendahuluinya.
"Scout Arsenal mencari kita?" Hao Dong tidak terlalu terkejut mendengar kabar ini. Bukankah anak-anak China sengaja bermain banyak pertandingan di Eropa demi menarik perhatian dari sana?
Yang mengejutkannya adalah baru pada saat inilah seseorang secara inisiatif menghubungi mereka.
"Hm, mereka mau berdiskusi tentang Zhou Yi dengan kami. Kau sebagai pelatih kepala tim, urusan ini otomatis harus disampaikan padamu." Sutradara Utama Xu Tao menjawab.
Sepertinya Arsenal tertarik pada Zhou Yi.
Hao Dong merasa gembira untuk Zhou Yi. Anak ini punya bakat, jika terus pulang sekolah dan mengikuti Ujian Nasional, sungguh membuang kemampuannya. Sebelumnya dia mengkhawatirkan klub Eropa yang berstandar tinggi mungkin tidak mau menerima Zhou Yi, mengingat stamina Zhou Yi merupakan masalah besar.
Tapi sekarang Arsenal justru datang menghampiri... Ini kabar baik.
Hao Dong tertawa: "Tidak masalah, kami menyambut semua scout dan manajer klub Eropa."
Jika memungkinkan, dia sangat berharap keenam belas anak ini tidak ada yang tersisa, semua bisa tinggal di Eropa akhirnya, daripada kembali ke China bersamanya, hanya berwisata Eropa sebentar, bermimpi sesaat. Kalau begitu, sungguh disayangkan.
……
Usai latihan kembali ke hotel, Zhou Yi yang awalnya ingin makan bersama teman-teman tiba-tiba dipanggil Hao Dong: "Zhou Yi, tunggu sebentar."
Zhou Yi heran mengapa pelatih menahannya, tapi dia tetap tinggal sambil melambaikan tangan ke teman-temannya: "Kalian duluan, aku menyusul."
Kemudian Zhou Yi langsung dibawa Hao Dong ke kamarnya.
Masuk ke kamar Hao Dong, Zhou Yi terkejut menemukan di dalam sudah duduk sutradara utama Xu Tao dan... seorang asing sama sekali tak dikenal.
Melihat Zhou Yi, orang asing itu segera berdiri.
Xu Tao ikut berdiri, memperkenalkan kepada Zhou Yi yang bingung: "Zhou Yi, ini Mr. Alan Powell, scout dari klub sepak bola Inggris Arsenal."
Zhou Yi membeku, diselimuti perasaan tak nyata yang datang tiba-tiba...
Melihat ekspresi terpana Zhou Yi, semua orang tahu betapa kagetnya dia. Tapi ini wajar, seorang pemain pelajar tiba-tiba mendapat perhatian klub elite Eropa... seperti ditimpa rezeki nomplok yang bikin pusing.
“Hao Dong tertawa lebih dulu, menepuk punggung Zhou Yi: ‘Kembali sadar.’”
Zhou Yi baru tersadar, dia malu-malu menggaruk kepalanya.
Selanjutnya kedua pihak duduk, dengan Hao Dong sebagai penerjemah, percakapan resmi dimulai.
Ini mungkin akan menjadi percakapan yang mengubah hidup Zhou Yi, di tahun-tahun mendatang mungkin sering disebut-sebut.
Jika kelak ada yang ingin menulis biografi Zhou Yi, mungkin akan menggunakan percakapan ini sebagai pembuka buku.
“Di kamar hotel biasa di Barcelona, scout muda dari klub Arsenal Alan Powell sedang membujuk Zhou Yi yang baru 17 tahun untuk ikut ke London, menggambarkannya sebagai surga sepakbola, firdaus dunia…”
