Zhou Yi yang terengah-engah berdiri di luar area penalti. Matanya menatap bola di dalam gawang, lalu beralih ke pemain Tim Muda La Masia B yang sedang merayakan dengan gegap gempita.
Skor kini seimbang.
Dia memandang rekan setim di sekelilingnya, satu per satu terlihat patah semangat dan tertekan.
Sebenarnya untuk level Tim China, hasil imbang melawan La Masia seharusnya sudah cukup bagus.
Jika dia ingin menghibur rekan setimnya, cukup katakan "hasil imbang masih bisa diterima".
Tapi Zhou Yi sendiri tidak bisa menerima kalimat itu dalam hatinya.
Hasil imbang tidak bisa diterima.
Karena imbang berarti kekalahan.
Pikirannya melayang ke pertandingan terakhir yang dimainkannya "dalam mimpi" semalam.
Dunia FIFAOL3 tempat Chu Ling berada meski virtual, tapi memetakan realitas dengan sempurna. Setiap pertandingan di sana sebenarnya memiliki kemungkinan terjadi di dunia nyata, dan probabilitasnya cukup tinggi.
Pertandingan terakhir, skor antara Tim China dan Tim Muda La Masia B bertahan lama di 1-1, sepertinya Tim China akan mengakhiri pertandingan dengan hasil imbang untuk pertama kalinya melawan La Masia B.
Saat itu di lapangan, Zhou Yi juga berpikir "hasil seri masih bisa diterima".
Tapi bagaimana akhirnya?
Tim Muda La Masia B melancarkan serangan paling ganas di menit-menit terakhir, dalam gelombang serangan bertubi-tubi mereka, Tim China akhirnya tidak bertahan dan ambruk.
Dalam waktu singkat, mereka kebobolan dua gol berturut-turut dan kalah 1-3.
Sebenarnya bagi Tim China, skor 1-3 ini sudah menjadi hasil terbaik dalam lebih dari 100 pertandingan yang pernah dimainkan Zhou Yi melawan mereka.
Skor-skornya yang lain benar-benar memilukan.
Secara logika, kalah 1-3 dari tim seperti La Masia B sebenarnya masih bisa diterima.
Tapi Zhou Yi tidak bisa menerima.
Dia ingin menang.
Ketika kesempatan imbang hilang, barulah dia sadar bahwa hasil seri pun tidak bisa diterima. Harus menang, hanya kemenangan, dan hanya dengan perjuangan maksimal, baru bisa dapat hasil yang memuaskan.
Kalau sudah puas dengan hasil seri, delapan atau sembilan dari sepuluh kali bahkan seri pun tidak akan dapat.
Dalam sepakbola ada tiga kemungkinan hasil: kalah, seri, atau menang, tapi tidak ada yang memulai pertandingan dengan niat kalah kan?
Hasil seri itu pilihan terakhir kalau tidak bisa menang, sejujurnya siapa pun yang punya kemampuan menang pasti tidak akan memilih seri.
Lalu apakah Tim China punya kemampuan untuk mengalahkan La Masia B?
Secara kasat mata sepertinya tidak.
Tetapi jika hanya berharap hasil pertandingan dari sudut "apakah punya kemampuan untuk menang", itu salah.
Pertandingan sepak bola bukan sekadar perlombaan mengadu kemampuan.
Punya kemampuan harus menang, tidak punya kemampuan juga harus menang.
Melakukan hal yang mustahil, itu bodoh.
Tapi Zhou Yi sekarang justru ingin menjadi orang bodoh seperti itu.
Ini pertandingan terakhir, kalau tidak nekat dan bertindak bodoh sekarang, tidak akan ada kesempatan lagi.
Jika akhirnya menerima settingan "kita memang kurang kuat dibanding tim muda La Masia, jadi wajar kalah" beserta hasilnya, maka meskipun dia bergabung dengan Borussia Dortmund dan memulai karir sepakbola profesional, obsesi dua bulan ini akan menjadi tumor besar di hatinya yang membuatnya tidak tenang.
Di lapangan sepak bola tidak ada kemenangan abadi, pasti ada kekalahan.
Dalam perjalanan hidup juga tidak mungkin selalu mulus, pasti ada rintangan.
Zhou Yi mengerti semua prinsip ini, tapi mengerti tidak berarti bisa menerima dengan lapang dada.
Jika memang harus kalah, apakah kekalahan sebelumnya belum cukup? Mengapa harus kalah lagi kali ini?
Jika jalan hidup memang harus ada rintangan, apakah kegagalan 0:12 sebelumnya belum cukup, harus pakai kekalahan ini lagi untuk membuktikan "hidup tidak pasti"?
Tidak, terima kasih. Aku tidak menerima!
Dia berlari ke dalam gawang, memeluk bola di sebelah Sun Pan, lalu mengulurkan tangan: "Ngapain tiduran? Rasanya enak tidur di rumput sintetis?"
Sun Pan yang sedang frustrasi dan menyesal mendengar perkataan Zhou Yi, menepis tangan yang diulurkannya lalu bangkit cepat dari tanah: "Gak enak!"
Melihat dia sudah bangun, Zhou Yi tak pedulikan lagi. Ia memeluk bola dan berlari ke lingkaran tengah.
Saat melewati Guo Nu yang sedang menunduk, Zhou Yi menampar keras bagian belakang kepala Guo Nu: "Jangan nunduk, Lao Guo. Nanti makin pendek keliatan!"
Guo Nu yang sedang sedih dan kesakitan sampai gigi gerahamnya berdenyut. Kekecewaan karena kebobolan berubah jadi amarah, tapi setelah dengar ucapan Zhou Yi, dia malah tertegun.
Dia menundukkan bahu, memegangi belakang kepala sambil menatap punggung Zhou Yi yang menjauh.
Zhou Yi sama sekali tak menengok setelah menamparnya. Ia terus berlari pelan ke depan. Gerakannya lebih mirip jalan cepat daripada lari sungguhan.
Dari kejauhan, ia melihat Zhou Yi melewati Yang Muge yang juga mengangkat kepala, matanya mengikuti gerakan Zhou Yi.
Zhou Yi masuk ke lingkaran tengah dan menaruh bola di titik kick-off.
He Ying sudah berdiri di lingkaran tengah sejak kebobolan. Kini ia masih di sana, menyaksikan Zhou Yi berlari dari gawang lalu menaruh bola di titik kick-off sebelahnya. Zhou Yi mendorong tubuhnya berdiri dengan kedua tangan menekan bola.
"Hey, Zhou Yi." He Ying tiba-tiba bersuara.
"Hah?" Zhou Yi mengangkat kepala dengan wajah bingung.
"Kamu harus diganti." He Ying menunjuk ke pinggir lapangan.
Zhou Yi mengikuti pandangan dan baru menyadari Hao Dong sedang memberikan instruksi khusus kepada Yang Fei.
Baru sekarang ia menyadari pertandingan sudah memasuki menit ke-70...
Tapi jika aku diganti sekarang, bagaimana bisa mengerahkan seluruh tenaga?
Zhou Yi yang tersadar langsung berlari ke pinggir lapangan, kali ini kecepatan larinya jauh lebih kencang.
Ia langsung menghadap Hao Dong dan Yang Fei sambil terengah-engah: "Ja-Jangan... jangan..."
Ingin protes agar tidak diganti, namun napas tersengal-sengal membuatnya gagal mengucapkan kalimat lengkap.
Hao Dong menggeleng melihat kondisi Zhou Yi: "Zhou Yi, aku pahami perasaanmu. Tapi stamina-mu sudah habis. Memaksakan bertahan di lapangan juga tak berguna..."
Zhou Yi masih megap-megap tapi tetap bersikeras melambaikan tangan. Setelah Hao Dong selesai, akhirnya ia bisa bicara walau terputus: "Man-Manager Hao... stamina saya benar-benar masih oke!"
Hao Dong mengangkat tangan memperlihatkan jam: "Sudah menit 73. Biasanya paling lambat menit 71 kau sudah diganti."
"Saya tahu, Manager Hao... Tapi kali ini berbeda. Stamina saya benar-benar masih cukup. Sebelumnya terus tertekan, jarang pegang bola jadi tidak banyak menguras tenaga... Lihat saja saya masih bisa lari dari tengah lapangan ke sini. Bukti stamina masih baik..." Zhou Yi membela diri.
Pada saat ini, Yang Fei yang selama ini diam di samping tiba-tiba berkata: "Manager Hao, bagaimana kalau biarkan Zhou Yi terus bermain. Sebenarnya saya juga merasa Zhou Yi lebih baik tetap di lapangan."
Hao Dong terkejut menoleh memandang Yang Fei, bahkan Zhou Yi pun melirik Yang Fei dengan pandangan terkejut.
Dia masih ingat Yang Fei dulu adalah orang yang dekat dengan Liang Qiqi...
Menghadapi pandangan dua orang itu, Yang Fei tetap tenang: "Menurut saya jika Zhou Yi diturunkan sekarang, kita benar-benar hanya bisa bertahan. Sedangkan jika Zhou Yi tetap di lapangan, paling tidak... paling tidak..."
Dia ragu sejenak, lalu melanjutkan: "Paling tidak, masih ada kemungkinan untuk menang."
Pandangan Hao Dong beralih antara dua remaja itu, kemudian dia berkata: "Baiklah."
Zhou Yi hampir tidak sabar bersorak, tapi dihentikan oleh Hao Dong: "Tapi Yang Fei, kamu juga harus pemanasan! Siap masuk kapan saja!"
"Baik." Yang Fei mengangguk dan berbalik lari ke area pemanasan.
Zhou Yi juga segera kembali ke lapangan.
Hao Dong menggelengkan kepala sambil melihat punggung Zhou Yi yang berlari kembali.
"Dia pasti ingin membuktikan ke kamu bahwa masih punya stamina," kata Xu Yang di samping.
"Aku tahu, tapi lebih baik dia menyimpan tenaga itu..."
"Jangan-jangan kamu juga..." Xu Yang terkejut.
Hao Dong tertawa: "Siapa yang tidak ingin menang?"
……
He Ying melihat Zhou Yi kembali: "Kamu berhasil membujuk Manager Hao?"
Zhou Yi mengangguk sambil terengah-engah: "Ya!"
He Ying menggeleng melihat keadaan Zhou Yi: "Untuk apa semua ini?"
“Karena aku ingin menang.” Zhou Yi mengatur napasnya.
“Masih ada dua puluh menit, sampai kapan kamu bisa lari seperti ini?”
“Tidak harus aku yang lari sendiri.” Zhou Yi tersenyum.
Perkataan Zhou Yi membuat He Ying terkejut, matanya membelalak penuh kebingungan memandang Zhou Yi.
Tidak lari sendiri? Bukannya posisi dan gaya mainnya justru harus terus berlari? Bagaimana bisa menyambung tim dan mengatur serangan tanpa berlari? Kalau tidak lari, buat apa dia tetap di lapangan?
Nonton pertunjukan?
……
Pertandingan segera dimulai, pemain La Masia B sudah tidak sabar ingin mencetak lebih banyak gol ke gawang Tim China. Target 24 gol sekarang mustahil, bahkan 12 gol pun sulit... Tapi 7-8 gol lagi sepertinya masih mungkin!
He Ying mengoper bola ke Zhang Tao, yang kemudian mengembalikannya ke Zhou Yi.
He Ying tidak langsung menerjang ke depan, melainkan berlari sambil menoleh melihat Zhou Yi.
Ia ingin melihat bagaimana Zhou Yi mengatasi kontradiksi antara stamina yang menurun dan tuntutan pertandingan.
Setelah menerima bola, Zhou Yi tidak berlama-lama, langsung mengoper ke belakang ke bek tengah Guo Nu.
Bersamaan itu, pemain La Masia B berbondong-bondong melewatinya dan menyerbu ke arah Guo Nu.
Tiba-tiba Zhou Yi berteriak: "Lao Guo, oper ke Li Liang di kirimu!"
Guo Nu patuh mengoper ke kiri, meski sebenarnya sama sekali tidak melihat situasi di sana dan tidak yakin apakah Li Liang benar-benar berada di posisi itu.
Tapi bola benar-benar berhasil dia oper ke kaki Li Liang.
Li Liang baru saja menerima bola, suara Zhou Yi kembali terdengar: "Depan kanan, oper ke Yang Muge!"
Li Liang tak sempat berpikir atau mengamati, mendengar teriakan Zhou Yi, dia buru-buru mendorong bola ke arah depan kanannya.
Yang Muge yang mundur berhasil menerima operannya.
"Ke aku!" Zhou Yi berteriak lagi.
Yang Muge mengoper bola ke arahnya.
Zhou Yi membelakangi arah serangan, langsung menendang bola ke sisi kanan untuk dioper ke bek kanan Li Linyuan.
Bersamaan dengan bola, terdengar suara Zhou Yi: "Oper maju ke Yang Hua!"
Maka Li Linyuan patuh mengoper bola ke Yang Hua.
Saat Yang Hua mendapatkan bola, dia kembali mendengar Zhou Yi berteriak: "Oper ke He Ying!"
Begitulah, bola akhirnya sampai di kaki He Ying.
He Ying yang menerima bola terlihat tak percaya... Dia akhirnya mengerti maksud Zhou Yi yang bilang tak perlu dia lari...
Rupanya Zhou Yi menggunakan komando verbal. Tubuhnya tak bisa lari lagi, tapi rekan setimnya masih bisa bergerak.
Dulu dia sendiri yang berlari menyambut operan rekan, sekarang dia menyuruh rekan-rekannya saling mendukung dengan cara ini...
He Ying penasaran dengan struktur otak Zhou Yi, bagaimana bisa menemukan cara seperti ini.
Meski terkejut, He Ying tak lupa misinya.
Dia menggiring bola menuju area penalti Tim Muda La Masia B.
Tentu saja, dia segera dihadang oleh dua orang lawan. He Ying juga tidak serakah mempertahankan bola, langsung mengoper ke Zhou Yi.
Ketika bola berpindah di antara kaki pemain Tim China, Zhou Yi pun tiba di tujuan. Dengan waktu selama ini, bahkan jika dia merangkak pun pasti sudah sampai.
Dia memanfaatkan selisih waktu, membiarkan bola berpindah di antara rekan setim untuk mengembalikan stamina dan mengatur posisi. Dengan begitu dia tidak perlu terburu-buru seperti dikejar waktu.
Selanjutnya, teriakan Zhou Yi terus bergema di lapangan, bahkan sorakan suporter tim muda La Masia di luar lapangan tak mampu menenggelamkannya.
Di bawah komando teriakannya, rekan setim mengoper bola selama tiga menit penuh, membuat pemain tim muda La Masia yang ingin merebut bola tak bisa menyentuhnya!
Xu Yang di pinggir lapangan tertegun, lalu menggeleng sambil bergumam: "Luar biasa, luar biasa..."
Dia tidak menyangka Zhou Yi mengorganisir serangan dan menguasai penguasaan bola dengan cara seperti ini.
Hao Dong diam, namun matanya berbinar-binar.
Zhou Yi kembali memberinya kejutan!
