Yang Muge menghela napas lega saat melihat He Ying menggiring bola maju.
Tugasnya telah selesai, selama bola tidak hilang di wilayahnya itu sudah dianggap sukses.
Untuk hal berikutnya dia tidak bisa menentukan, juga tidak bisa ikut campur, sepenuhnya menjadi penonton.
Jika tembakan He Ying gagal, dia harus bersiap bertahan.
Memikirkan ini, Yang Muge mencari Zhou Yi. Dia tahu stamina Zhou Yi bermasalah, pasti sudah tidak bisa lari lagi. Baru saja berlari keluar dari area penalti, sekitar 30 meter sprint, lari seperti itu bisa membuat orang kram.
Tapi saat dia mengarahkan pandangan ke posisi semula Zhou Yi, tidak terlihat siapa-siapa!
Zhou Yi tidak ada di sana!
Lalu di mana dia?
Yang Muge terkejut, matanya menyusuri ke depan dan melihat punggung Zhou Yi yang sedang berlari kencang!
Dia kaget - anak ini masih bisa lari?
……
Hampir semua perhatian tertuju pada He Ying yang membawa bola, tak ada yang memperhatikan keadaan Zhou Yi, lagipula He Ying adalah orang paling krusial saat ini.
Dia menggiring bola menuju gawang tim muda La Masia. Di depannya, Munessa juga sedang mundur cepat, ditambah beberapa bek La Masia lainnya yang sedang melakukan pengejaran cepat. Mereka semua berlari menghadapi He Ying.
He Ying berhadapan dengan Munessa, bersiap mengulang triknya dengan menggoyang lawan menggunakan perubahan arah berturut-turut saat menggiring bola cepat.
Tapi kali ini, saat dia mencolek ke kiri, Munessa tetap menghadang di depannya. Saat dialihkan ke kanan, Munessa masih berada di posisinya!
Dia gagal melepaskan diri dari kawalan Munessa!
Munessa mengatupkan gigi mengikuti pergerakan He Ying. Dia bertekad bulat, meski tahu mungkin cedera, takkan membiarkan orang itu menembus pertahanannya dua kali untuk mencetak gol!
Saat ini bukan sekadar pertarungan kemenangan, tapi menyangkut harga diri dan kehormatan. Jika kalah dua kali dari orang yang sama, apa lagi muka yang tersisa bagi kapten tim muda La Masia untuk menjadi panutan?
"Jika aku tak bisa mengalahkan orang ini, bagaimana mungkin aku pantas memakai seragam tim utama Barcelona?!"
Dengan pikiran itu, Munessa mengabaikan peringatan dari lututnya, memaksakan diri mengikuti He Ying sambil menghalangi lajunya. Taktik ini memberi waktu bagi rekan setimnya untuk mengepung He Ying.
Dari sudut matanya, dia melihat Marc Bartra sudah mendesak dari sisi luar. Dengan formasi dalam-luar, mereka menjepit He Ying di tengah.
……
"Munessa ini terlalu gigih!" Xu Yang berkerut kening berteriak.
He Ying melakukan dua kali perubahan arah berturut-turut namun gagal melepaskan diri dari pemain lawan. Jika terus begini, dia akan terpojok ke sudut mati - sekarang jalannya sudah menyimpang, tidak mengarah lurus ke gawang melainkan condong ke sayap.
Ini akibat tekanan Muniesa yang menghadang di tengah. Karena tak bisa mengelabui lawan, mau tak mau dia membawa bola ke area sayap.
Tapi saat bertarung sendirian, apa gunanya membawa bola ke sayap? Tanpa kesempatan menembak, hasil terbaik mungkin hanya dapat tendangan sudut yang persentase golnya sangat rendah.
Di pinggir lapangan, Zhou Yi merasa cemas memikirkan keadaan He Ying.
……
Di atas lapangan, He Ying sendiri juga menyadari dilema yang dihadapinya.
Gagal melewati Muniesa berarti jika ingin menembak harus melakukannya di bawah gangguan bek tersebut. Meski bisa memaksakan tendangan, peluang gol hanya bergantung pada feeling sesaat.
Tapi persentase keberhasilannya terlalu kecil.
Bukankah Zhou Yi sudah bilang? Ini serangan terakhir kita, harus bermain dengan presisi tinggi.
Lalu bagaimana bisa sembarangan melepaskan tembakan?
Tapi jika tidak menembak... dirinya akan dikepung lawan dan terdesak ke sayap, kehilangan sudut tembak dan kesempatan.
Ini serangan balik cepat, momen dimana dia sendirian melawan seluruh tim lawan. Pertarungan seorang diri.
Perasaan ini terasa familiar sekaligus asing bagi He Ying. Familiar karena dalam pertandingan melawan tim muda La Masia dulu, dia terus dirundung perasaan berjuang sendirian sepanjang laga.
Aneh karena sebenarnya dia sudah beberapa pertandingan tidak merasakan kesepian seperti ini.
He Ying melirik ke depan sambil menggiring bola, hampir mencapai area penalti lawan. Muniesa dan Marc Bartra sudah berada di depannya. Siapa yang ada di samping dan belakangnya, dia tidak bisa melihat jelas, tapi bisa merasakan kehadiran mereka.
Lingkaran kepungan lawan telah terbentuk. Bek garis dalam mulai mendekat. Jika tidak ingin kehilangan bola, dia harus mengarahkan bola ke sayap, meski itu akan menjauhkannya dari gawang.
Jangan biarkan mereka berhasil!
He Ying mengambil keputusan: meski berada di sarang naga, harus tetap diterobos!
Meski ada ribuan orang menghalangi, aku akan tetap maju!
Saat He Ying hendak memaksakan diri menerobos area penalti, tiba-tiba terdengar teriakan parau: "He Ying! Belakang kiri! Oper balik!"
Mendengar teriakan itu, kulit kepalanya seperti tersengat listrik. Seperti pejalan yang nyaris menyerah dalam kegelapan, tiba-tiba disinari cahaya.
Dia menggeser bola ke kanan depan dengan kaki kanan, menghindar dari pressing pemain tim muda La Masia yang datang dari kiri dalam, lalu berlari ke sayap.
Setelah menyusul bola, dia mengayunkan kaki kanan. Bukan untuk menembak, tapi mengoper silang!
Bola mengarah ke diagonal belakang tubuhnya, sisi kiri, garis dalam!
Dengan gerakan mengayunkan kaki, dia memutar badan, kehilangan keseimbangan, dan terjatuh ke tanah.
Tapi sebelum jatuh, dia melihat di depan arah guliran bola... ada sosok berbaju putih Tim China, itu teman sekamarnya—Zhou Yi!
Benar.
He Ying teringat.
Mengapa dia sudah lama tidak merasakan kesepian itu? Karena sejak pertandingan melawan Tim junior Borussia Dortmund, ketika teman sekamarnya bermain, dalam perjuangan meraih kemenangan, dia tidak lagi berjuang sendirian!
Aku punya rekan setim yang berjuang bersama, teman seperjuangan yang bisa dipercaya!
……
Saat He Ying mengoper bola, orang-orang yang terlalu gugup hingga pandangan menyempit baru menyadari... Zhou Yi tanpa disadari sudah menerjang ke area penalti tim muda La Masia!
Dan... tidak ada satu pun pemain tim muda La Masia di sekitarnya—mereka semua ada di sekitar He Ying!
"Anak itu!!" Xu Yang spontan berteriak kaget.
"Hentikan dia!!!" Pelatih tim muda La Masia sebelah, Borell, berteriak sampai suaranya serak.
"Woo——!!" Sun Pan melolong dari belakang lapangan," Hancurkan mereka, Zhou Yi! Hancurkan mereka!!"
Penonton di luar lapangan yang menyemangati tim muda La Masia serentak berteriak kaget—kenapa bisa terjadi kesalahan marking sebesar ini!
Allen Powell, Tim Kiste... dan para scout lain yang mengamati Tim China, semuanya tidak bisa menahan ketegangan. Mata mereka tertancap ke lapangan, napas tertahan, tak berani bersuara sedikit pun. Seolah sedikit gangguan saja akan mempengaruhi Zhou Yi.
Mereka hanya menyaksikan Zhou Yi berlari ke depan, menerima umpan dari He Ying!
Tapi...
Mungkin dua langkah terakhir terlalu terburu-buru, langkahnya goyah, tidak stabil. Ritme langkahnya kacau. Seolah-olah menghentikan bola saja sudah merupakan pencapaian besar...
Stamina, stamina!
Dia sudah nggak kuat lari lagi!
Ekspresi Hao Dong di pinggir lapangan menjadi sangar tanpa disadarinya sendiri.
Sebenarnya fakta bahwa Zhou Yi bisa berlari dari pertahanan hingga ke depan mengikuti kecepatan He Ying saja sudah membuat banyak orang takjub.
Sejujurnya saat memberikan umpan ke He Ying, dia sudah menyelesaikan semua tugasnya.
Dia tidak perlu maju, tidak ada kewajiban. Sekalipun serangan ini gagal mencetak gol, sama sekali bukan tanggung jawabnya.
Tapi dia tetap maju, mengambil tanggung jawab yang bukan miliknya - kalau gol ini gagal, dialah yang harus bertanggung jawab!
……
Zhou Yi tersandung-sandung menerima bola, sementara kiper tim muda La Masia dengan sigap keluar gawang, menyergap Zhou Yi. Berencana merebut bola saat posisinya belum stabil, atau menepis tembakan tergesa-gesanya.
Dia yakin.
Karena dia melihat dengan jelas, Zhou Yi tersandung, berusaha menjaga keseimbangan sambil melawan inersia tubuhnya sendiri. Tapi apakah inersia mudah dikalahkan? Sekarang pusat gravitasinya hampir pindah ke depan bola, seluruh tubuh condong ke depan jelas terlihat, badan bagian depan di depan sementara bola dan kaki tertinggal di belakang. Bagaimana mungkin melakukan tembakan dalam posisi ini?
Justru harus berhati-hati... bocah ini mungkin berpura-pura jatuh untuk mendapatkan penalti!
Memikirkan ini, kiper tim muda La Masia menahan diri saat menghadang.
Saat dia terjatuh dan meluncur di rumput sintetis menuju Zhou Yi, tiba-tiba dia melihat bola terbang!
Ya, terbang!
Dilambungkan oleh Zhou Yi dengan ujung kaki dalam keadaan kacau-balau!
Bola tepat melambung melewati kiper yang terjatuh, terbang ke depan menuju gawang... 8-9 meter di belakangnya!
Dia menoleh ke gawangnya sendiri yang kosong, terlihat sangat luas.
Terus memandang meski tubuhnya sudah bertabrakan dengan orang lain, tidak membuatnya mengalihkan pandangan.
Zhou Yi yang baru saja menyelesaikan tembakan kehilangan keseimbangan, terjungkal ke depan dan bertabrakan dengan kiper yang menghadang, jatuh ke tanah.
Tapi dia masih menatap ke depan, memandangi bola.
Semua orang memandangi bola.
Bola jatuh dari ketinggian yang tidak terlalu tinggi, menyentuh tanah, memantul, melesat ke depan.
Menyentuh tanah lagi, memantul lagi, melesat lagi ke depan.
Setiap kali memantul, jarak lesatan ke depan semakin pendek dari sebelumnya.
Akhirnya tidak memantul lagi, tapi menggelinding di rumput ke depan...
Kecepatannya tidak tinggi, tapi dengan gigih menggelinding menuju... gawang!
Di pinggir lapangan terdengar teriakan yang tidak jelas maknanya.
Marc Bartra yang mengenakan ban kapten mengejar balik, melompat ke udara dan menyodorkan kakinya ke arah bola. Matanya membelalak dengan ekspresi mengerikan sambil menggigit gigi.
Tapi dia gagal menyentuh bola. Tatapan penuh tekad dan kemarahan itu tak mampu mempersingkat jarak antara dirinya dan bola walau sedetikipun.
Sebelum kakinya sampai, bola telah melewati garis gawang dan masuk ke dalam jala...
……
Melihat bola berhasil lolos dari sundulan Bartra dan masuk ke gawang, Zhou Yi menjatuhkan diri ke rumput lalu mengepalkan kedua tinju ke langit.
Tiba-tiba pandangannya gelap - wajah He Ying yang histeris muncul dari atas, menjerit-jerit sambil menerjang dan menindih tubuh Zhou Yi...
Di pinggir lapangan, Xu Yang berpelukan erat dengan Hao Dong yang berdiri di sebelahnya. Rambutnya yang sudah memutih basah oleh air mata.
Di bangku cadangan, Liang Qiqi melompat dari tempat duduknya, matanya terbelalak memandang lapangan.
Di sekitarnya, Yang Fei, Lai Cong... para rekan setim cadangan lainnya sudah sejak tadi histeris bersorak-sorai.
Di lapangan, Sun Pan berlari sambil berteriak dari gawang menuju area depan, ditemani Guo Nu di sampingnya. Yang Muge, Liu Nian, Li Liang, Li Linyuan, Li Xiang, Yang Hua, Zhang Tao... semua rekan setim yang sebelumnya berada di belakang dan masuk ke mode penonton, kini berlarian menuju area penalti tim muda La Masia. Mereka bersorak gembira, melompat-lompat dengan liar di atas rumput artifisial La Masia.
Dalam bayangan raksasa yang ditimbulkan Stadion Camp Nou yang megah, kaos putih mereka yang kotor dan basah terlihat menyilaukan.
……
Borell berdiri di tepi lapangan, memandang kosong ke dalam seperti patung. Di bangku cadangan tim muda La Masia di belakangnya, seseorang duduk meringkuk sambil memeluk kepala, enggan menyaksikan kejadian di lapangan.
Pemain tim muda La Masia di lapangan juga terpaku memandang bola di dalam gawang. Hanya dada mereka yang naik turun cepat yang membuktikan mereka masih bernyawa.
Marc Bartra menyangga tubuhnya dengan kedua tangan sambil duduk, menatap bola di dalam gawang. Dia sudah berusaha sekuat tenaga, tapi tetap gagal menghentikan bola. Perasaan tak berdaya ini membuatnya sangat frustrasi.
Di pinggir lapangan, pelatih Sekolah Sepak Bola La Masia yang bertugas membalik papan skor juga terkejut. Setelah melihat pemain Tim China yang bersorak gembira merayakan gol, dia menoleh ke arah La Masia. Baik pelatih maupun pemain yang dikenalnya, semua terpaku seperti patung, benar-benar kaget.
Setelah ragu sejenak, dia akhirnya membalik papan skor Tim China. Angka hitam "1" berubah menjadi "2".
2:1, Tim China unggul untuk kedua kalinya!
