Rekan setim Tim China berkerumun mengelilingi Zhou Yi, menindihnya sampai Zhou Yi berteriak "Aduh, mau mati, mau mati, mau mati!", baru mereka menarik Zhou Yi bangkit.
"Gimana lo bisa ngelakuin itu?" Sun Pan memeluk Zhou Yi dengan akrab.
"Awalnya kan aku penyerang!" Zhou Yi mendongak sambil bersungut-sungut.
"Bukan, maksud gue lo bisa lari ke atas tadi? Masih ada tenaga?"
"Makanya sekarang cuma bisa digandeng jalan... Bantuin dong..." Seluruh badan Zhou Yi menempel pada Sun Pan.
"Bangsat..." Sun Pan langsung merasa beban bertambah. "Apa lo makin gendut sekarang?"
"Wajar lah, liat aja keringatku segini banyak."
"Dasar daging babi berair!"
Rekan-rekan setim di sekitar mereka tertawa terbahak-bahak.
Saat itu, He Ying datang dari samping dan menyangga lengan Zhou Yi yang satunya.
Gerakan ini membuat semua orang terkejut.
Sun Pan dan Zhou Yi sama-sama menoleh memandangnya.
He Ying yang meletakkan lengan Zhou Yi di bahunya, menundukkan kepala dan berkata: "Aku masih ingat apa yang kamu katakan setelah kita kalah dari mereka terakhir kali."
"Aku bilang apa?" Zhou Yi sendiri sudah lupa.
"Kamu bilang dua bulan lagi ketika kita bertemu mereka lagi, mungkin kita bisa mengalahkan mereka."
Mendengar perkataan He Ying, semua baru sadar bahwa Zhou Yi sudah meramalkan pertandingan hari ini sejak dua bulan lalu...
Zhou Yi juga teringat, dulu untuk menghibur He Ying yang terpukul oleh kekalahan telak, dia memang mengatakan hal seperti itu. Tapi... itu hanya kata-kata penghibur belaka.
"Aku ingin minta maaf padamu, Zhou Yi."
"Ah, tidak perlu, tidak perlu..." Zhou Yi menggelengkan tangan berkali-kali.
"Tidak, aku harus minta maaf padamu, Zhou Yi." He Ying bersikukuh mengulangi. "Dulu kupikir kamu idiot, tapi sekarang aku sadar akulah yang idiot..."
Rekan setim di samping mereka tercengang — He Ying yang selalu sombong ini ternyata mengucapkan kata-kata seperti itu!
Zhou Yi juga terkejut.
Di bawah tatapan penuh keheranan semua orang, He Ying terus berbicara dengan kepala tertunduk: "Selama ini, kupikir hanya aku yang serius terhadap sepakbola. Aku pernah meragukan sikapmu terhadap sepakbola. Aku juga harus minta maaf, kamu lebih serius dariku. Aku senang bisa menjadi rekan setimmu."
Pujian setinggi ini dari He Ying adalah sesuatu yang tidak pernah terbayangkan oleh Zhou Yi sendiri.
Selama ini dia mengira He Ying adalah orang yang sangat angkuh, mungkin dia meremehkan semua orang kecuali dirinya sendiri. Tapi sekarang mendengar He Ying berkata seperti ini... Sejujurnya, Zhou Yi agak bangga.
Dia menggaruk kepala: "Jangan berkata begitu, He Ying. Aku juga senang bisa menjadi rekan setimmu."
Sampai di sini, dia melihat rekan-rekan setim yang mengelilinginya: "Aku juga sangat senang bisa menjadi rekan setim kalian."
"Tidak, Zhou Yi. Kamilah yang senang kamu menjadi rekan setim kami," kata Yang Muge.
"Benar! Benar! Benar!" Guo Nu mengucapkan tiga kali "Benar" berturut-turut, lalu menambahkan. "A-aku tidak gagap."
Rekan setim lainnya juga serentak menyatakan merekalah yang seharusnya bersyukur bisa menjadi rekan setim Zhou Yi.
Tim ini bisa menciptakan keajaiban hari ini berkat kehadiran Zhou Yi.
Siapa pencipta keajaiban itu, semua orang sudah tahu di dalam hati.
……
Melihat Zhou Yi ditopang Sun Pan dan He Ying perlahan berjalan kembali, Hao Dong akhirnya sadar dari euforia setelah gol. Dia berkata pada Xu Yang: "Pelatih Xu, cepat! Panggil Yang Fei!"
Xu Yang mengusap air mata, berbalik hendak lari ke bangku cadangan, tapi nyaris menabrak Yang Fei yang sudah berada di belakangnya.
"Saya di sini, Pelatih!" seru Yang Fei.
Hao Dong mengangguk melihatnya sudah berdiri di belakang: "Kau tahu harus melakukan apa?"
"Tenang saja, Manager Hao." Yang Fei mengangguk. "Pasti gol Zhou Yi tidak sia-sia!"
Hao Dong memandang bek tengah ini, teringat saat ingin menggantikan Zhou Yi dengannya dulu, dia menolak masuk. Seandainya waktu itu Zhou Yi sudah diganti, mungkin gol ini tidak akan pernah ada.
"Waktu itu kau sudah tahu Zhou Yi akan mencetak gol?" tanyanya.
“Aku tidak tahu.” Yang Fei menggelengkan kepala, “Tapi aku punya harapan untuk Zhou Yi. Harapan spesifik apa, aku juga tidak bisa jelaskan, yang pasti merasa lebih baik dia tetap di lapangan.”
“Pilihanmu benar.” Hao Dong memuji. “Terima kasih.”
Yang Fei terkejut pelatih kepala malah berterima kasih padanya.
Melihat ekspresi kagetnya, Hao Dong berkata: “Kalau bukan karena kamu, mungkin aku benar-benar akan mengganti Zhou Yi.”
Yang Fei menggaruk-garuk kepala, agak malu.
……
Sun Pan memapah Zhou Yi bertanya: “Lao Zhou, kamu masih bisa lanjut main?”
Zhou Yi tersenyum gelengkan kepala: “Kayaknya tidak bisa.”
“Kalau gitu seperti biasa.” Sun Pan memapah Zhou Yi ke pinggir lapangan, rekan setim lainnya juga berkerumun mengiringi mereka. “Aku jamin golmu tidak akan sia-sia!”
“Aku juga jamin!”
“Betul! Kali ini kita harus menang! Kalahkan La Masia!”
“Sekali pun mati, tidak akan biarkan mereka cetak gol!”
“Kalau gitu serahkan pada kami!” Zhou Yi berkata pada rekan setim.
“Istirahatlah, simpan tenaga buat nanti kita rayakan!”
……
Manfaatkan jeda sebelum pertandingan dimulai, Tim China melakukan pergantian pemain.
Bek tengah Yang Fei masuk, menggantikan Zhou Yi.
Saat Zhou Yi turun, Hao Dong memberinya pelukan hangat, disusul Xu Yang, lalu pelatih lainnya, dan rekan setim di bangku cadangan.
Bergantian satu per satu memeluk dan mengantar Zhou Yi, hampir tanpa berjalan jauh dia sudah kembali ke kursinya.
Rekan setim cadangan di sampingnya terus memuji-muji dia dengan kata-kata seperti "keren abis!" "Ganteng!" "Luar biasa!"
Zhou Yi tersenyum menerima semua pujian dan sanjungan ini tanpa merasa malu sedikit pun.
Karena memang dia benar-benar keren, benar-benar ganteng, dan benar-benar luar biasa.
Saat ini dia layak menerima segala bentuk pujian.
……
Pertandingan di lapangan berlanjut setelah pergantian pemain, tapi perhatian Garcia tidak tertuju pada pertandingan. Ia memandang Zhou Yi yang turun ke bangku cadangan sambil berpelukan satu per satu dengan rekan-rekannya.
Direktur teknik Sekolah Sepak Bola La Masia ini telah membuat keputusan dalam hatinya.
Begitu pertandingan berakhir, dia akan segera menemungi pihak China untuk merekrut Zhou Yi!
Dia yakin begitu menjelaskan maksud kedatangannya di depan Zhou Yi, pasti tidak akan ditolak – berapa banyak anak yang bisa menolak panggilan dari Barcelona dan La Masia?
……
Allen Powell mengeluarkan ponselnya dan menghubungi atasan langsungnya Liam Brady. Ia berusaha menahan gejolak emosinya agar suaranya terdengar normal.
Dia bertanya kepada Brady: "Jika Zhou mengubah jalannya pertandingan sendirian dan membantu Tim China mengalahkan Tim Muda La Masia B, bisakah kita gunakan klausul bakat spesial untuknya?"
"Apa kau bercanda, Allen? Itu adalah tim paling menonjol dalam sistem akademi Barcelona, penuh bakat! Peringkatnya hanya di bawah Generasi 87!" Brady merasa Allen Powell mengoceh tak karuan. "Generasi 87" merujuk pada pemain berbakat kelahiran 1987-1988 yang dilatih Sekolah Sepak Bola La Masia, dengan perwakilan seperti Messi, Piqué, Fàbregas, dan Busquets.
"Kalau begitu saya beri tahu, Tuan. Sekarang mungkin tinggal beberapa menit lagi pertandingan berakhir, Tim China unggul 2:1. Zhou baru saja mencetak gol kedua untuk Tim China!"
"Bagaimana mungkin ini?" Suara Brady yang terkejut baru terdengar setelah hening beberapa detik di ujung telepon.
"Jika Tuan ingin melihat, saya punya rekaman lengkap pertandingan. Tapi izinkan saya jujur, Tuan, kalau harus menunggu saya kembali ke London untuk menunjukkan rekamannya, itu akan terlambat. Scout yang menonton pertandingan ini bukan hanya saya. Saya bahkan melihat Direktur Teknik La Masia di pinggir lapangan. Menurut Tuan mereka akan melewatkan bakat seperti ini?"
Brady kembali terdiam beberapa detik sebelum berkata: "Baik, kuberi kewenangan ini padamu, Allen. Wakili klub Arsenal sepenuhnya untuk bernegosiasi ulang dengan mereka."
Allen Powell bersemangat: "Terima kasih, Tuan! Saya jamin, Tuan akan bangga dengan keputusan hari ini di kemudian hari!"
……
Tim Kiste gelisah menggerakkan lehernya. Ia memperhatikan banyak pria paruh baya berpenampilan biasa di sekitarnya yang tiba-tiba mengeluarkan ponsel dari saku dan mulai menelepon setelah Zhou Yi mencetak gol.
Dia tahu, pasti semua orang ini adalah scout dari berbagai klub!
Penampilan Zhou Yi tadi benar-benar menyilaukan! Tidak hanya berhasil memecah pressing tim muda La Masia di lini serang dan mengirim bola keluar, dia bahkan langsung menerjang ke depan gawang, menerima umpan rekan setim, lalu mencetak gol yang membuat Tim China kembali unggul!
Performa seperti ini di mata semua orang terlihat sangat gemilang.
Para scout itu bukan orang bodoh buta, mereka tentu paham nilai dari performa Zhou Yi.
Ini berarti Borussia Dortmund sekarang memiliki lebih banyak pesaing.
Tentu yang paling menakutkan pasti Barcelona. Pertandingan ini di markas mereka, jika Tim China menang, yang dikalahkan adalah tim muda mereka sendiri. Masak mereka tidak mengerti nilai Zhou Yi sebagai pemain inti Tim China?
Tim Kiste yakin, Barcelona pasti tidak akan tinggal diam dalam perburuan Zhou Yi ini.
Begitu mereka turun tangan, kesepakatan lisan antara Borussia Dortmund dan Zhou Yi akan rapuh seperti lapisan es tipis.
Matanya menatap tajam ke arah Zhou Yi yang sedang menerima ucapan selamat dan pujian dari rekan-rekan setimnya, dengan senyum mengembang di wajah.
Anak ini... apakah tipe orang yang ingkar janji dan plin-plan?
Tapi tiba-tiba dia sadar, seandainya Zhou Yi benar-benar memilih Barcelona, dia pun tidak punya alasan untuk menyalahkannya. Secara objektif, sistem akademi Barcelona memang lebih baik daripada Borussia Dortmund.
Memilih tempat yang lebih baik, tanpa melanggar kontrak, salahnya di mana?
Tapi... jika karena ini dia melewatkan Zhou Yi, dia akan merasa menyesal untuk Borussia Dortmund dan juga untuk dirinya sendiri.
Beberapa tahun kemudian, dia tidak akan bisa membanggakan bahwa Zhou Yi adalah penemuannya...
