Zhou Yi kembali ke tim untuk merayakan kemenangan, tapi rekan setim malah menanyakan kisahnya dengan Barcelona.
“Zhou Yi, Barcelona merekrutmu?”
“Bagaimana jawabanmu?”
“Lalu Borussia Dortmund bagaimana?”
Menghadapi keriuhan mereka, Zhou Yi membuka tangan: “Aku menolak mereka...”
Suara teriakan muncul dari kerumunan: “Gila! Kau sampai menolak Barcelona?!”
“Zhou Yi gila ya? Itu Barcelona lho! Kau tahu kami sangat ingin kesana?”
“Benar-benar!”
“Zhou Yi, kau pantas disebut 'Sang Penolak Klub Besar'! Baru keren bener, Arsenal dan Barcelona kautolak begitu saja!”
Zhou Yi sangat puas dengan reaksi semua orang—benar, aku yang berani menolak tawaran klub-klub top ini memang hebat!
Dengan kepala tegak, ia menerima pujian dari rekan-rekannya dengan gembira.
……
Saat Zhou Yi dikerumuni rekan setimnya, He Ying sedang berdiri di hadapan Garcia.
"...Kami terkesan dengan potensi yang kamu tunjukkan di lapangan, nak. Jadi aku ingin bertanya, apakah kamu berminat untuk melanjutkan belajar di Sekolah Sepak Bola La Masia?" tanya Garcia dengan senyum ramah.
Sama sekali tidak terlihat bekas kemarahan karena baru saja ditolak mentah-mentah oleh Zhou Yi sampai-sampai mengeluarkan ancaman "Kau akan menyesal".
Menghadapi tawaran Garcia, He Ying hampir tak ragu sedikitpun. Ia mengangguk penuh semangat: "Aku mau, Tuan Garcia!"
Pemuda yang biasanya tenang menghadapi peluang mencetak gol ini kali langka menunjukkan emosi.
Tapi tidak aneh, karena ini adalah tujuan utama He Ying mengikuti acara realitas ini—bergabung dengan klub favoritnya sejak kecil adalah impian terbesarnya.
Ketika kesempatan ini benar-benar menghampiri, mustahil baginya memberikan jawaban selain "Aku mau".
Melihat reaksi antusias He Ying, Garcia mengangguk puas. Senyum lebar mengembang di wajahnya—inilah reaksi normal yang seharusnya ditunjukkan anak saat mendapat undangan ke La Masia.
Penampilan He Ying sedikit memulihkan harga dirinya. Ketidaksenangan karena ditolak Zhou Yi menjadi sekadar episode kecil yang tidak layak disebut, dan tidak ingin disebut lagi.
Ia menggenggam tangan He Ying: "Meski masih ada prosedur administrasi dengan klubmu, aku ingin mengucapkan selamat datang ke 'La Masia' lebih dulu!"
……
Perayaan remaja China di La Masia akhirnya berakhir. Kemenangan atas tim muda La Masia sempat memicu kegembiraan dan euforia.
Tapi emosi ini akan cepat berlalu, paling lama bertahan seminggu.
Sekadar satu kemenangan pertandingan, hidup harus terus berjalan. Kemenangan satu pertandingan tak bisa dijadikan jaminan hidup.
Yang lebih mereka pedulikan sebenarnya adalah apakah scout klub Eropa akan mendekati mereka seperti pada Zhou Yi.
Inilah cara mereka mengubah nasib melalui partisipasi dalam Reality Show ini.
Sayangnya, selain Zhou Yi dan He Ying, tidak ada yang mendapat kabar kontak dari scout.
Hingga mereka naik mobil meninggalkan La Masia, situasi tetap seperti itu.
Hati semua orang sesungguhnya kesal, meski secara lahiriah belum terlihat.
Melihat Zhou Yi didatangi Arsenal, Borussia Dortmund, dan Barcelona, tapi hanya memilih Borussia Dortmund, mustahil kalau yang lain tidak punya pikiran tertentu.
Tapi dia memang layak mendapat perlakuan seperti itu.
He Ying direkrut oleh La Masia bukanlah hal yang mustahil. Sebagai pencetak gol terbanyak Tim China dalam kegiatan ini, ia juga mencetak satu gol dan memberikan satu assist dalam pertandingan melawan tim muda La Masia. Performa gemilangnya wajar saja menarik perhatian Barcelona, bahkan ini lebih masuk akal dibanding kasus Zhou Yi.
Bagaimana dengan yang lain?
Jadi akhirnya aku hanya jalan-jalan ke Eropa?
……
Tapi anak-anak mudah melupakan kesedihan. Ketika kembali ke hotel dan menemukan pesta perayaan megah di restoran, mereka segera melupakan mimpi belajar di luar negeri dan beralih fokus pada kuliner khas Barcelona dan Spanyol.
Xu Tao mewakili kru acara, Hao Dong mewakili tim pelatih, mengucapkan selamat atas kemenangan bersejarah ini sekaligus menutup secara resmi reality show mereka.
Sungguh sempurna bisa mengakhiri program dengan kemenangan yang begitu berharga.
Xu Tao bahagia, Hao Dong juga bersukacita.
Episode terakhir ini pasti akan membuat sensasi saat tayang...
Xu Tao senang dengan rating acara, sedangkan Hao Dong gembira melihat dampaknya bagi pembinaan pemain muda sepak bola Tiongkok.
Melalui program ini, mungkin akan memicu gelombang sepak bola remaja di seluruh negeri?
Kabarnya Asosiasi Sepak Bola sedang berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan untuk memasukkan sepak bola ke kurikulum sekolah. Tayangan ini mungkin akan menjadi katalisator?
Perlu diketahui, Zhou Yi adalah pemain pelajar yang sejati. Dia adalah bukti dan contoh terbaik bahwa pembinaan bakat sepakbola berkualitas dapat dihasilkan setelah program sepakbola masuk ke lingkungan sekolah.
Tapi bisakah kita mencetak Zhou Yi kedua?
Hao Dong mengalihkan pandangannya ke Zhou Yi.
Rekan setim berteriak: "Zhou Yi! Nyanyikan lagu Inggris lagi! Kali ini jangan nyanyikan lagu alfabet!"
"Oke!" Zhou Yi mengangkat roti berbentuk tongkat sebagai mikrofon, meletakkannya di mulut. Tapi begitu dia membuka mulut untuk bernyanyi, Sun Pan berteriak: "Lagu ulang tahun juga dilarang!"
"Lagu Natal juga tidak boleh!" Li Xiang menyambung.
Zhou Yi mendengus: "Bercanda, kalian pikir aku siapa? Mana mungkin aku nyanyikan lagu tak berbobot seperti itu? Kali ini tidak hanya lagu Inggris, aku juga akan menyanyikan opera China dengan bahasa Inggris!"
"Huu——!" Sorakan ejekan bergema. Semua menganggap Zhou Yi sedang berbual. Baik lagu Inggris maupun opera China sendiri sudah dianggap sulit, apalagi menggabungkan keduanya.
Tapi setelah ejekan, semua menatap Zhou Yi dengan serius, menyimak penuh perhatian. Mereka penasaran bagaimana Zhou Yi akan menyanyikan opera dengan bahasa Inggris. Mereka tahu otak Zhou Yi selalu penuh ide unik, seperti kotak coklat Forrest Gump – tak ada yang tahu rasa permen berikutnya.
Liang Qiqi yang duduk di sudut tidak ikut serta. Dalam hatinya, ia meremehkan Zhou Yi yang sedang cari perhatian. Ia mendengus lalu mengangkat gelasnya untuk meneguk jus, karena makanan tadi terlalu asin.
Persis saat jus itu masuk ke mulutnya, terdengar suara nyanyian aneh Zhou Yi yang melengking seperti serigala: "Liu Brother——Said Wrong! Said Wrong! Who say——woman no better man?!"
"Pfft!" Liang Qiqi bukan cuma menyemburkan jus dari mulut, bahkan masuk ke hidung dan tenggorokannya. Ia batuk keras tak terkendali.
Tapi suara batuknya tertutupi sepenuhnya oleh nyanyian Zhou Yi yang liar, tak terduga, dan penuh keanggunan melayang.
Suara Zhou Yi tiba-tiba berubah melengking: "Two Birds on the Tree, On the Tree! Green River and Hill, Smile——in——the——Face——!"
Mendengar kalimat ini, Liang Qiqi semakin menjadi-jadi batuknya.
Namun batuknya tenggelam dalam gelak tawa rekan setim yang mengguncang meja. Tak ada yang menyadari di tengah keceriaan ini ada seseorang yang menderita...
Hao Dong dan Xu Tao juga terhibur oleh performa Zhou Yi. Xu Tao bertanya ke staf di sampingnya: "Adegan ini direkam?"
Setelah mendapat konfirmasi dari orang itu, ia bertepuk tangan puas untuk Zhou Yi.
Efek adegan ini jauh lebih bagus daripada upaya mati-matiannya mencari highlight dalam program.
Sementara Hao Dong hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.
“Tidak, kita sama sekali tidak mungkin bisa mencetak Zhou Yi kedua. Karena bocah ini... dia terlahir begitu saja! Karakter dan kemampuannya seperti muncul dari batu, benar-benar unik.”
Xu Yang di samping tertawa sambil mengusap air mata: “Opera klasik Henan dan Huangmei jadi dirusak oleh bocah ini! Tapi lucu juga sih!”
……
Setelah pesta perayaan, tim pelatih kali ini tidak mewajibkan semua orang harus tidur sebelum jam 10 malam. Semua boleh bermain bebas, bahkan sampai begadang.
Zhou Yi juga tidak menjalani latihan khusus yang melelahkan. Dia bersama Sun Pan, Yang Muge, dan Guo Nu berkumpul di kamar penjaga gawang cadangan Lai Cong, bermain game Pro Evolution Soccer di PS3 milik Lai Cong. Hampir sepuluh orang berdesakan di kamar, bersorak dan ribut untuk gol, kebobolan, kemenangan, atau kekalahan di dunia virtual.
“Sial! Gol begini aja nggak masuk! Sun Pan, pantas kamu jadi kiper seumur hidup!”
“Ini masalah stik, bukan salahku!”
“Wah! Gol yang cantik! Yeeeee!!”
“Cuma kebetulan! Pasti cuma keberuntungan!!”
“Aku sudah terlalu jago! Ada yang bisa kalahin aku?”
“Tunggu, aku ganti formasi andalanku!”
……
He Ying tidak ikut keramaian. Di kamarnya bersama Zhou Yi, dia masih membaca buku pelajaran Bahasa Katalan. Teriakan dan tawa dari kamar sebelah terus mengganggu, tapi wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kesal.
Hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, lalu melanjutkan mengulang-ulang kata-kata dalam Bahasa Katalan.
Di hari indah yang begitu menggembirakan ini, He Ying sepertinya menjadi tidak terlalu cerewet dan serius, seolah segala hal bisa ditoleransi.
……
Zhou Yi bermain sampai larut malam baru kembali ke kamarnya, He Ying sudah tertidur.
Zhou Yi mandi dengan hati-hati, lalu cepat-cepat masuk ke selimut dan memasuki dunia... FIFAOL3.
"Selamat, Zhou Yi." Begitu masuk, dia langsung melihat wajah tersenyum Chu Ling. "Akhirnya kamu mengalahkan tim muda La Masia."
Zhou Yi terkekeh: "Tak ada yang mustahil di dunia ini, kecuali Zhou Yi!"
Setelah memuji diri sendiri, Zhou Yi memandang lapangan latihan yang familiar ini, dan rekan setimnya yang membeku seperti patung tanpa instruksi, tiba-tiba bingung harus berbuat apa.
Selama dua bulan terakhir, semua usahanya hanya untuk mengalahkan tim muda La Masia, demi itu dia berlatih mati-matian lalu bertanding melawan lawan-lawannya di Eropa.
Tapi sekarang, pertandingan terakhir sudah berakhir, mereka meraih kemenangan.
Lalu setelah menang?
Tiba-tiba terasa hampa.
Melihat Zhou Yi memandang sekeliling dengan diam, Chu Ling bertanya: "Ada apa?"
"Tidak ada, cuma merasa... misi sudah selesai, target tercapai, tiba-tiba bingung harus ngapain lagi."
"Yang kamu capai baru target jangka pendek," kata Chu Ling. "Apakah kamu lupa tujuan jangka panjangmu?"
"Zhou Yi tiba-tiba tersadar——Oh iya! Aku adalah pria yang akan menjadi bintang sepak bola besar!"
Dia langsung bersemangat: "Baiklah, ayo kita latihan!"
Tapi Chu Ling menghentikannya: "Tunggu dulu, Zhou Yi. Kamu masih mau latihan bersama mereka?"
Dia menunjuk ke arah rekan-rekan setim itu.
Zhou Yi juga tertegun, matanya menyapu satu per satu tubuh mereka.
Sun Pan virtual, Yang Muge virtual, Guo Nu virtual, He Ying virtual, Li Xiang virtual... Meski wajah mereka datar seperti manekin di etalase toko, Zhou Yi sudah lama menyamakan mereka dengan rekan setim yang hidup dan bersemangat di dunia nyata.
Tiba-tiba dia menyadari perasaan sebelumnya——itu bukan kekosongan bingung setelah mencapai tujuan, tapi rasa rindu untuk berpisah dengan rekan-rekan setim ini.
Di dunia nyata, saat program berakhir, mereka harus kembali ke China, bubar di Beijing, dan berpisah. Dia akan ke Borussia Dortmund, He Ying mungkin ke Barcelona, bagaimana dengan yang lain?
Sun Pan ke mana? Kembali ke tim Liaoning?
Bagaimana dengan Yang Muge?
Guo Nu?
Apakah semua akan kembali ke klub masing-masing? Akankah kita punya kesempatan bertemu lagi?
Akankah kita berpisah dan semakin menjauh di jalan hidup yang berbeda?
Seperti dalam lagu Pu Shu.
Apakah mereka sudah tua? Di mana mereka sekarang?
Kita seperti ini, masing-masing mengejar ujung dunia...
"Mereka..." Zhou Yi memandangi rekan-rekan setimnya, "Bisakah tetap tinggal?"
“Bisa, tapi tidak ada artinya. Kamu tidak akan lagi punya kesempatan berlatih dan bertanding bersama tim ini di masa depan. Tim ini sebenarnya dibentuk sementara hanya untuk syuting acara realitas TV.” Chu Ling menjelaskan.
“Bisa bertahan saja sudah punya arti.” Zhou Yi berkata, “Simpanlah, Chu Ling. Meskipun aku tidak akan berlatih dan bertanding dengan mereka, aku ingin mereka tetap ada di dunia ini, seperti aku akan menyimpan mereka dan hari-hari ini dalam ingatanku.”
“Baik.” Chu Ling mengangguk, kemudian Zhou Yi melihat tubuh rekan tim virtual mengeluarkan sinar emas, satu per satu menyala, seluruh lapangan latihan dipenuhi belasan sinar emas yang bersinar terang, membuatnya harus memicingkan mata dan memalingkan kepala.
Saat sinar menghilang, barulah dia berani menoleh kembali dan menemukan lapangan latihan sudah kosong dari rekan-rekan setim itu.
“Mereka masuk ke dalam tinjauan kariermu. Saat kamu ingin melihat mereka, kamu bisa masuk ke tinjauan karier untuk menemukan mereka.” Chu Ling menjelaskan. “Sekarang, bahkan lapangan latihan ini juga akan masuk ke tinjauan.”
Begitu ucapannya selesai, pemandangan di sekitar Zhou Yi berubah cepat seperti gelombang air yang bergetar dan menyebar. Sekitar beberapa detik kemudian, gambar terbentuk kembali, dia muncul di lapangan latihan yang sama sekali asing, dengan sekelompok rekan setim baru di sekitarnya yang mengenakan... seragam Borussia Dortmund.
“Ini...”
“Basis pelatihan sepak bola klub Borussia Dortmund di kota kecil Brackel, lapangan ini khusus untuk tim muda.” Chu Ling memperkenalkan.
“Jadi rekan-rekan setim ini adalah yang akan kuhadapi di Tim Junior Borussia Dortmund?” Zhou Yi menunjuk para bule itu, di antara mereka banyak pemain Tim Junior Dortmund yang pernah dihadapinya dalam pertandingan virtual.
“Benar. Kamu bisa membuka panel atribut mereka untuk melihat kemampuan masing-masing.” Chu Ling menjelaskan.
Zhou Yi mengamati sekeliling, menyadari beberapa wajah familiar tidak ada, seperti Götze dan striker bernama Schneider.
“Mereka mana?” tanya Zhou Yi.
“Schneider pindah ke U19, tim muda elit Dortmund, tak lama setelah pertandingan melawan kalian.” Chu Ling menerangkan. “Sedangkan Götze, dia dipromosikan ke tim utama.”
Zhou Yi ternganga.
Pertama Thiago, sekarang Götze... satu per satu naik ke tim utama.
Jalan masih panjang baginya sekadar untuk menyamai mereka.
Kabar promosi Götze ini membuat Zhou Yi bersemangat meski iri - ini membuktikan Klopp benar-benar pelatih yang berani memajukan pemain muda. Asal punya kemampuan, usia bukan masalah. Pilihan bergabung ke Dortmund ternyata tepat!
Dengan tekad menyala, ia berseru: “Ayo mulai latihan!”
