Setelah pesta perayaan, kabar kesepakatan transfer Zhou Yi ke Borussia Dortmund langsung menyebar cepat.
Selain itu, para wartawan juga mengetahui dari lebih banyak sumber bahwa klub top yang mencari Zhou Yi bukan hanya Borussia Dortmund.
Masih ada Arsenal dan Barcelona!
Namun Zhou Yi justru menolak semuanya dan memilih Borussia Dortmund!
Saat hanya mengetahui tawaran Borussia Dortmund, semua orang merasa Zhou Yi telah membuat pilihan yang baik.
Tapi setelah mendengar Zhou Yi menolak undangan dari Arsenal dan Barcelona, publik mulai meragukan apakah Borussia Dortmund benar-benar pilihan terbaik...
Berita He Ying yang dilirik Barcelona juga muncul bersamaan. Sebuah reality show melahirkan dua pemain yang bermain di luar negeri - pertama kalinya dalam sejarah sepak bola Tiongkok dan program varietas TV Tiongkok.
Saat "Pewaris Lapangan Hijau" mengumumkan proyek ini, hampir tak ada yang yakin dengan kombinasi aneh ini. Banyak yang meramalkan program ini tidak akan mendapat penonton dan mungkin dihentikan di tengah jalan setelah beberapa episode.
Terutama setelah kekalahan memalukan Timnas Olimpiade Tiongkok di Olimpiade, minat publik terhadap sepak bola mungkin telah mencapai titik terendah, dengan kesan buruk terhadap sepak bola Tiongkok yang sudah di ujung tanduk.
Menggelar acara realitas sepak bola di saat seperti ini ibarat mencari mati.
Tapi kini, "Pewaris Lapangan Hijau" telah membuktikan segalanya dengan hasil nyata.
Fakta membuktikan bahwa sepak bola sebagai olahraga nomor satu dunia masih memiliki basis penggemar yang kuat dan daya tarik besar.
Hanya masalah apakah ada yang serius mengerjakannya.
Jika dikerjakan dengan sungguh, hasilnya pasti tidak akan buruk.
"Bermalas-malasan melanggar aturan akan dihukum oleh sepak bola."
"Ini adalah olahraga yang tidak bisa dicurangi."
……
Setelah pesta perayaan di Beijing berakhir, Zhou Yi akhirnya bisa pulang ke kampung halaman. Di rumah, ia bertemu orang tuanya, dan... rumah yang penuh orang.
Selain orang tuanya, ada juga kerabat serta tetangga kompleks.
Tentu saja ada lagi pujian-pujian, bahkan ada yang membawa anak mereka untuk edukasi langsung: "Lihat Zhou Yi! Dia sangat sukses!"
"Sudah kubilang Zhou Yi anak yang pintar, pasti bisa meraih kesuksesan!"
Di mulut mereka, Zhou Yi akhirnya menjadi "anak orang lain yang ideal". Tapi dulu mereka tidak berpikir demikian.
Dulu Zhou Yi yang nakal sering dipanggil orang tuanya ke sekolah, nilai akademiknya juga biasa-biasa saja, tidak menonjol.
Zhou Yi seperti ini sering dicap: "Jangan sekali-kali meniru Zhou Yi, tidak serius belajar, pikirannya tidak pernah fokus ke pelajaran".
Anak-anak di kompleks tidak peduli, mereka suka bermain dengan Zhou Yi karena ide-idenya kreatif, membuat mereka senang. Tapi justru membuat orang tua khawatir.
Tapi keadaan bisa berubah sewaktu-waktu, sekarang Zhou Yi malah jadi contoh sukses yang inspiratif...
Anak-anak yang dimarahi orang tua jadi bingung - Apakah Zhou Yi itu sukses atau tidak? Boleh ikut mencontohnya atau tidak?
Akhirnya semua tetangga itu pergi, pintu ditutup dan hanya tersisa keluarga Zhou sendiri.
Kakek nenek Zhou Yi, paman, dan paman kecil semuanya datang.
Membuat apartemen dua kamar yang awalnya tidak luas ini terasa semakin sempit.
Perkataan kerabat-kerabat itu sama dengan tetangga sekitar, masih pola ucapan yang itu-itu saja.
Sebagai satu-satunya figur bintang di keluarga Zhou, Zhou Yi tentu pantas menerima pujian mereka.
Keluarga makan malam bersama sebagai bentuk penyambutan untuk Zhou Yi. Setelah kerabat pergi, ketika pintu ditutup kembali, hanya tersisa tiga anggota keluarga inti Zhou Yi.
"Huh, akhirnya mereka semua pergi!" Zhou Yi menghela napas panjang dan terjatuh di sofa, lalu menggosok-gosok wajahnya dengan kuat.
Menghadapi pujian tetangga dan kerabat, Zhou Yi harus terus tersenyum sampai wajahnya kaku.
Sambil menggosok wajah, Zhou Yi berkata pada orang tuanya: "Bagaimana? Tidak mempermalukan kalian, kan?"
"Masa bodoh! Lihat saja kamu anak siapa!" Zhou Jianliang berketa bangga. Hari ini wajahnya sangat bersinar, semua orang tahu keluarga Zhou punya anak sukses.
Tapi Li Cuiyun mendengus: "Kamu masuk tim muda, apa yang bisa dibanggakan? Ini baru awal!"
Setelah berkata begitu, ia langsung menuju kamar tidur.
Zhou Jianliang memberikan kode mata pada Zhou Yi, mengisyaratkan bahwa ibunya masih menyimpan kekesalan atas keputusannya meninggalkan sekolah untuk main sepakbola profesional.
Zhou Yi juga mengangguk sambil membuat ekspresi "mengerti". Setelah pulang ke rumah meskipun rumah dipenuhi orang, wajahnya kaku karena terus tersenyum, tapi setidaknya dengan banyaknya orang, ibunya tidak bisa memarahinya, jadi bisa dibilang berhasil lolos dari situasi sulit.
Suara Li Cuiyun terdengar dari kamar tidur: "Cepat tidur, besok kamu harus ke sekolah!"
"Siap, Nyonya!" Zhou Yi melompat dari sofa dan memberi hormat ke arah kamar tidur.
……
Saat Zhou Jianliang selesai mandi dan hendak tidur, ia melihat cahaya masih menyembul dari bawah pintu kamar anaknya. Ia mendekat sambil berdehem di depan pintu, lalu mendorong masuk dan melihat putranya sedang asyik menulis di meja.
"Kapan pun tak pernah kulihat kamu semangat mengerjakan PR seperti ini..." Zhou Jianliang terkejut. Saat mendekat, baru ia sadar Zhou Yi bukan sedang mengerjakan PR, melainkan merobek semua halaman buku catatannya dan menandatangi satu per satu.
"Sedang apa ini?"
"Nanda tangan, Yah."
"Lalu buat apa tanda tangan sebanyak ini?" Zhou Jianliang menunjuk tumpukan kertas setinggi gunung di sisi meja.
"Yah, Ayah kan tahu anakmu ini banyak temannya. Aku malah khawatir ini tidak cukup." Sambil berbicara, Zhou Yi mengambil buku catatan lain dan mulai merobeknya. "Kan sebentar lagi pergi. Buat kenang-kenangan mereka. Awalnya janji mau kasih tanda tangan Messi atau Cristiano Ronaldo, tapi hasilnya sama sekali tidak bertemu mereka, ya terpaksa pakai tanda tanganku sendiri."
“Bukan masalah, kamu juga bintang besar kok.” Zhou Jianliang menepuk bahu Zhou Yi, “Tidur cepat, besok kita harus ke sekolah.”
“Setelah tanda tangan yang ini selesai, hampir beres.” Zhou Yi tidak mengangkat kepala, terus menulis dengan cepat. Tulisan kaligrafi "Zhou Yi" yang lincah jatuh berjejer di kertas putih.
……
Setiap hari di gerbang utama SMA 1 Qingyang, waktu berangkat dan pulang sekolah selalu paling ramai dan macet parah.
Tapi begitu bel pelajaran pertama pagi hari berbunyi, suasana langsung sepi dan lengang, cocok digambarkan dengan "pintu yang bisa dijaring burung pipit".
Hanya suara membaca siswa yang terkadang terdengar melayang sampai luar pagar sekolah.
Jam pelajaran, berjalan di area sekolah bahkan sulit menemukan bayangan orang. Jadi jika ada yang bergerak di lingkungan sekolah, pasti sangat mencolok.
Zhou Yi sekarang dalam kondisi seperti itu.
Di lapangan yang memutih diterpa sinar matahari di bawah gedung kelas, dia dan bayangannya bagai tinta hitam di atas kertas putih yang mencolok.
Saat seorang siswa yang tak serius belajar melirik ke jendela, matanya langsung tertumbuk pada dua corenan tinta di lapangan itu. Tertegun sejenak, tiba-tiba dia berdiri sambil menunjuk ke luar jendela berteriak: "Zhou Yi!"
Teriakan ini membangunkan semua orang di kelas, pandangan mereka serentak tertuju ke luar.
“Benar-benar Zhou Yi!”
“Zhou Yi Zhou Yi! Kamu kembali ya!”
Para siswa di kelas tiba-tiba menjadi sangat bersemangat. Mereka mengabaikan pelajaran yang sedang berlangsung, meninggalkan guru yang mengajar, dan berhamburan ke dekat jendela. Beberapa siswa bahkan langsung keluar kelas dan berlari ke koridor, bersandar di pagar sambil melambai ke arah orang di lapangan.
"Zhou Yi!"
Teriakan mereka menggemparkan kelas-kelas lain. Mendengar Zhou Yi kembali ke sekolah, seketika semua orang berhamburan keluar dari kelas, lalu menempel di pagar koridor sambil melambai dan berteriak ke arah Zhou Yi: "Zhou Yi keren!!" "Zhou Yi hebat!" "Zhou Yi aku cinta kamu!!"
Pemandangan ini membuat para guru yang sedang mengajar ketakutan - Sebagai SMA unggulan, SMA 1 Qingyang terkenal dengan kedisiplinan akademik yang ketat. Kapan para guru di sini pernah melihat reaksi siswa seperti ini... Ini seperti pemberontakan massal!
Seorang guru berteriak panik: "Kembali ke kelas--!!"
Tapi tak ada yang mendengarkannya, karena suaranya sudah tenggelam dalam sorak-sorai gembira para siswa.
"Zhou Yi! Zhou Yi! Zhou Yi!!"
Koridor gedung sekolah empat lantai langsung dipenuhi orang. Mereka melambaikan tangan ke arah Zhou Yi sambil meneriakkan namanya.
Zhou Yi awalnya kaget, tapi segera dia juga bersemangat melambaikan tangan untuk membalas sapaan teman-temannya.
Kembali ke sekolah dengan cara seperti ini benar-benar cukup spektakuler!
Sorak-sorai siswa menjadi semakin liar setelah mendapat respons darinya.
Teriakan "Zhou Yi Zhou Yi" menggema di seluruh area sekolah, bahkan lebih keras daripada suara membaca pelajaran, sampai terdengar hingga luar pagar sekolah.
Zhou Yi berada di tengah kerumunan itu, seolah berada di Stadion Camp Nou, Bernabeu, Allianz Arena, Westfalenstadion yang dipenuhi penonton... Dia layaknya bintang utama yang tak terbantahkan, semua orang meneriakkan namanya dan bersorak untuknya.
Zhou Yi mengangkat kedua tangannya dan melambaikan lengan, persis seperti pesepakbola profesional yang menyapa penggemarnya.
Kepala Bidang Kesiswaan Wang Shunquan yang sedang duduk di ruangannya terkejut oleh teriakan tiba-tiba. Ia menyandarkan telinga dan mendengar kerumunan itu meneriakkan satu nama yang sebenarnya sudah lama tidak dia dengar. Namun ketika nama itu terdengar lagi, saraf di hatinya langsung bergetar hebat seperti refleks alami.
Dengan gerakan cepat, dia menyambar megafon dan berlari keluar ruangan. Pandangannya langsung tertuju pada Zhou Yi yang sedang melambaikan tangan ke arah gedung sekolah dari lapangan, sementara siswa-siswa di gedung menjawab dengan sorak-sorai gegap gempita...
Melihat Zhou Yi yang tampak menikmati situasi ini, amarah Wang Shunquan langsung membara dari hati hingga ke ubun-ubun. Dengan megafon ia berteriak: "Kelas 2... eh! Kelas 3 SMA kelas 3... Zhou——Yi——!!!"
"Hah?" Zhou Yi menoleh dengan wajah bengong ke arah Wang Shunquan.
