Saat Zhou Yi berdiri di luar lapangan latihan tim muda basis pelatihan Brackel, Tim Kiste tersenyum padanya: "Bagaimana? Fasilitas latihan di sini pasti lebih baik daripada lapangan rumput sintetis di La Masia itu, kan?"
Dia masih kesal dengan upaya Barcelona yang ingin memisahkan paksa Zhou Yi dari Borussia Dortmund, setiap kalimatnya selalu menyindir Barcelona.
Zhou Yi memandang sekeliling.
Ini adalah basis pelatihan Borussia Dortmund. Lapangan latihan tersusun berundak, satu lapangan lebih tinggi dari yang lain. Lapangan tertinggi adalah milik tim utama, di luarnya masih ada lereng. Seperti terasering, hamparan hijau membentang sejauh mata memandang.
Mereka baru tiba di Dortmund kemarin setelah penerbangan dan transit selama belasan jam. Hari ini langsung menuju kota kecil Brackel di pinggiran Dortmund, lokasi basis pelatihan klub Borussia Dortmund.
Tapi ini bukan keputusan Tim Kiste, melainkan inisiatif Zhou Yi sendiri.
Dia sudah tak sabar ingin melihat tempat dimana nanti akan berlatih dan bertanding.
Basis Pelatihan Brackel benar-benar bisa digambarkan sebagai pemandangan indah bak lukisan. Tapi setelah berkeliling ke beberapa negara Eropa sebelumnya, Zhou Yi menyadari banyak tempat di luar negeri memang layak mendapat julukan serupa, jadi tak ada yang perlu dikagumi lagi. Kebiasaan membuatnya tak lagi terkesan. Ini sekadar lingkungan hidup biasa masyarakat di sini.
Eropa memiliki wilayah luas dengan kepadatan penduduk rendah. Sebagian besar fasilitas industrinya telah dipindahkan ke negara-negara dunia ketiga di Asia-Afrika. Wajar jika pemandangan alamnya terjaga. Dulu saat revolusi industri, lingkungan mereka bahkan lebih buruk dari negara dunia ketiga sekarang...
Tapi Zhou Yi tak memikirkan itu semua. Ia hanya merasa tempat indah ini membangkitkan keinginannya untuk bermain sepakbola, ingin segera berlari ke lapangan latihan dan melepas energi.
"Kapan kita mulai latihan, Tuan Kist?" tanyanya.
"Jangan buru-buru, Zhou Yi. Kita harus menjalani pemeriksaan medis dulu. Jika hasilnya baik, baru bisa menandatangani kontrak resmi dengan tim muda klub..."
"Harus lulus pemeriksaan medis dulu?" Zhou Yi agak terkejut. Ia mengira perekrutan tim muda tak serumit itu, bukankah pemeriksaan medis biasanya hanya untuk bintang tim utama?
"Tenang, selama tak ada cedera serius atau masalah kesehatan tersembunyi, pasti lolos." Kist yang menangkap kekhawatirannya segera menghibur.
"Ayo, kubawa kamu lihat asrama. Sebelum menemukan tempat tinggal baru, kamu bisa tinggal di basis pelatihan sepak bola. Sekarang tim muda belum datang, lapangan latihan yang kosong juga tidak ada yang menarik. Aku juga harus mencari guru bahasa Jerman untukmu, bahasa adalah masalah pertama yang harus kamu hadapi, lebih penting dari sepak bola! Kamu sudah baca kamus Jerman-Mandarin yang kubawa selama di rumah?"
"Sudah, banyak kosakata yang sudah kuhafal. Lagipula aku sudah menguasai trik pengucapan bahasa Jerman!"
"Oh? Trik apa?" Kist penasaran melihat Zhou Yi yang begitu percaya diri.
"Yaitu harus menahan dahak di mulut dulu baru diucapkan!" Setelah berkata demikian, Zhou Yi berdehem lalu mengucapkan kata Jerman "Tore" yang berarti mencetak gol, "Menurutmu mirip tidak dengan logat asli orang Jerman?"
Kist hampir tersedak air liurnya sendiri...
"Jangan! Orang Jerman tidak pernah bicara sambil menahan dahak!" Ia cepat-cepat melambaikan tangan menyangkal, "Yang bicara sambil ada dahak di mulut itu orang Prancis!"
"Tidak-tidak, beda. Dahak orang Prancis saat bicara seperti mau dikeluarkan kapan saja, sedangkan orang Jerman menyimpannya di pangkal lidah... Ada perbedaan, meski sangat tipis..." Zhou Yi menjelaskan dengan serius. "Contohnya sapaan Prancis 'Bonjour', dengarkan nadanya, seperti mau meludahi mukamu kapan saja?"
Kist hanya ingin mengakhiri topik ini: "Bisa tidak kita berhenti membahas hal menjijikkan ini, Zhou Yi?"
Setelah beberapa waktu berinteraksi dengan Zhou Yi, meski Kist sudah mulai terbiasa, terkadang tetap sulit menerima pola pikir aneh seperti ini...
“Baiklah, saya ikuti kata Tuan Kist.” Zhou Yi patuh mengakhiri topik tentang berbicara sambil menyimpan dahak di mulut ini.
“Ayo kita pergi. Lihat gedung dua lantai di sana? Itu adalah gedung tim muda, di dalamnya ada ruang ganti tim muda dan asrama khusus pemain muda. Tapi kamarnya tidak banyak karena kebanyakan mereka penduduk lokal yang pulang ke rumah. Saat ini tidak ada penghuni, pemain non-lokal pun menyewa rumah di luar. Jadi kamu akan menjadi satu-satunya penghuni di sini.” Kist menunjuk ke gedung di seberang lapangan pelatihan tim muda.
“Wah, nanti malem bakal serem nggak ya?” Zhou Yi membayangkan kesunyian malam di basis pelatihan yang luas ini, hanya ada satu orang saja, membuatnya takut sampai menggigil.
“Sebenarnya di sini ada penjaga keamanan...” Kist juga merasa membiarkan Zhou Yi tinggal sendirian di asrama itu kurang meyakinkan... Tapi dia tetap memutuskan mengajak Zhou Yi melihat karena pemain baru ini belum bisa cepat-cepat dicarikan rumah, harus tinggal di asrama dulu sementara waktu.
Baru saja mereka masuk ke gedung itu, seorang pemuda berambut pirang berbaju kaos kuning Borussia Dortmund tertegun melihat keduanya, lalu berseru gembira: “Kamu! Nomor 16!”
Dia menunjuk Zhou Yi.
“Kenapa kamu ke sini? Mau jalan-jalan? Atau tertarik bergabung dengan Borussia Dortmund? Itu bagus sekali! Tim muda kami pasti akan jadi lebih kuat dengan kehadiranmu!”
"Dia mengoceh dengan suara serak seperti ada dahak di tenggorokan," Zhou Yi sama sekali tidak mengerti, menatap orang itu dengan bingung, lalu menoleh ke Kist meminta terjemahan.
"Kau kenal dengannya, Zhou Yi?" Kist juga heran bertanya pada Zhou Yi.
"Mark Wagner." Zhou Yi menyebut nama orang itu, tapi menggelengkan kepala: "Tidak kenal."
"Ini semakin tidak kumengerti, kau tahu namanya tapi tidak mengenalnya?" Kist semakin penasaran.
"Pernah berpapasan sekali. Dia pemain Tim junior Borussia Dortmund, kan? Waktu itu kami bertanding melawan tim muda mereka, dia duduk di bangku cadangan."
Kist menatap Zhou Yi dengan tatapan penuh kecurigaan. Sulit baginya mempercayai Zhou Yi bisa mengingat nama pemain cadangan tim junior yang hanya sekali dilihatnya.
Tapi penjelasan ini benar-benar tak terbantahkan. Ia tak menemukan celah, akhirnya menerima jawaban Zhou Yi. Untuk sementara anggap saja Zhou Yi punya ingatan fotografis...
Pemuda pirang di depan langsung berseri-seri mendengar Zhou Yi menyebut namanya dengan tepat. Ia memeluk bahu Zhou Yi: "Kau bahkan tahu namaku! Luar biasa! Tak kusangka! Kukira kau cuma kenal Mario! Soalnya dia yang bertukar jersey denganmu..."
Ocehannya di telinga Zhou Yi mengingatkannya pada Sun Pan. Dalam hal cerewet dan semangat, persis seperti bocah itu...
Karena alasan ini, Zhou Yi tidak membenci Mark Wagner ini, malah merasa sangat akrab dengannya.
"Meski aku tak tahu mengapa, tapi Zhou Yi, sepertinya kau sudah punya teman di tim muda. Ini hal yang bagus." Kist lalu beralih bertanya pada Mark Wagner: "Mengapa kau begitu antusias?"
Mark Wagner menjawab dengan serius: "Aku penggemar Zhou! Performanya di pertandingan itu benar-benar memukauku!"
Jawaban Mark Wagner mungkin akan terdengar aneh bagi orang lain, tapi bagi Kist, jawaban ini sama sekali tidak mengejutkan. Karena dirinya sendiri juga bisa dibilang setengah penggemar Zhou Yi.
Sambil berbincang, terdengar suara gesekan stud sepatu bola di lantai dari belakang. Para pemain tim muda Borussia Dortmund berjalan keluar dari ruang ganti, bersiap untuk latihan.
Melihat mereka, Mark Wagner langsung melambaikan tangan dengan semangat: "Hei kawan-kawan! Lihat! Nomor 16! Nomor 16!"
Di bawah sorakannya yang bersemangat, semua pemain tim muda yang keluar mulai berkumpul. Banyak yang benar-benar mengenali Zhou Yi.
"Benar-benar dia!"
"Hei, Nomor 16!"
……
Sambil riuh rendah, Zhou Yi juga membalas salam mereka dengan Bahasa Jerman yang baru dipelajarinya: "Hallo, hallo, hallo..."
Persis seperti saling meludahi satu sama lain...
Kist akhirnya harus menghentikan dialog saling meludah ini: "Baiklah, anak-anak, kalian cepat pergi latihan. Aku harus mengantar Zhou Yi melihat asrama..."
"Lihat asrama? Apakah dia benar-benar anggota kita?" tanya Mark dengan gembira.
"Tentu, jika lolos pemeriksaan medis," jawab Kist.
"Wah! Keren sekali!" Mark sangat senang, dia memeluk Zhou Yi: "Jangan lihat asrama, aku jamin kamu tidak akan mau tinggal di tempat begini! Ayo tinggal di rumahku! Ada kamar kosong!"
Kist yang mendengar perkataan Wagner ini jadi tertarik: "Apakah rumahmu memenuhi peraturan, Mark?"
"Kenapa tidak? Keluarga kami sudah terdaftar di klub!"
Secara umum, klub akan mencari tempat tinggal warga untuk pemain muda asing di tim muda, tinggal bersama penduduk lokal. Ini membantu pemain-pemain muda cepat beradaptasi dengan masyarakat, sekaligus berada di lingkungan berbahasa Jerman yang baik untuk belajar bahasa.
Tentu saja keluarga tersebut harus fans Borussia Dortmund, ini syarat mutlak. Selain itu, rumah yang hanya punya anak perempuan tidak boleh. Karena pemain muda penuh energi, siapa tahu apa yang bisa terjadi antara pria dan wanita sendirian. Meskipun cinta itu bebas, tapi jika sampai menyakiti perasaan kedua belah pihak akan jadi masalah.
"Jika tidak masalah, aku tanya dulu Zhou Yi," Kist beralih ke Zhou Yi, "Anak muda ini sangat antusias mengundangmu tinggal di rumahnya, jadi kamu tidak perlu tinggal di asrama."
"Bisa seperti itu?" tanya Zhou Yi.
“Tentu saja, tinggal di rumah penduduk juga merupakan cara yang didorong klub. Jika kamu setuju, saya akan mengurus prosedur dengan klub.”
Zhou Yi menoleh melihat Mark yang terus memeluknya dan cerewet tak henti. Ia tidak merasa antipati terhadap remaja seumuran Sun Pan yang bersemangat ini, lalu mengangguk: “Aku tidak masalah.”
“Baik, saya akan mengantarmu mengurus prosedur. Besok kamu bisa pindah dari hotel. Tinggal bersama rekan setim tim muda pasti membantumu beradaptasi dengan tim.”
Kist berkata pada Mark: “Saya peringatkan dulu, jangan nakal-nakali Zhou Yi! Dia anak yang polos!”
“Tenang saja, Pak. Aku ini fansnya!” Mark menepuk dada memberi jaminan.
Demikianlah persoalan tempat tinggal Zhou Yi di Borussia Dortmund diputuskan dengan sukacita.
……
Pemeriksaan medis dilakukan siang hari dan berjalan lancar, Zhou Yi lulus. Kemudian Kist membawa Zhou Yi ke kantor Kepala Pelatih Akademi Lars Ricken.
“Sudah kudengar dari Tim, senang kamu memilih Dortmund, Nak.” Ricken tersenyum ramah dan mengulurkan tangan untuk berjabat. “Percayalah, kamu takkan pernah menyesali pilihanmu ini!”
“Saya juga berharap begitu, Tuan Ricken.”
Keduanya berjabat tangan lalu duduk, mengambil pena untuk menandatangani kontrak.
“Zhou Yi bahkan tidak melihatnya, karena detail kontrak sudah dijelaskan oleh Kist sebelumnya. Tentu saja, Kist adalah bagian dari Borussia Dortmund, mungkin dia sengaja mengabaikan klausul yang lebih menguntungkan klub tersebut.”
“Tapi Zhou Yi tetap percaya pada integritas Kist.”
“Setelah menandatangani kontrak di hadapannya, Zhou Yi dan Lars Ricken saling bertukar dokumen untuk melanjutkan penandatanganan.”
“Usai menandatangani, Zhou Yi hendak meletakkan pulpennya tapi dihentikan oleh Lars Ricken: 'Simpanlah sebagai kenang-kenangan, Zhou Yi. Ini pertama kalinya kamu menandatangani kontrak dengan klub profesional kan? Pena Montblanc ini bisa kamu simpan.'”
“Zhou Yi memandangi pulpen Montblanc di tangannya, ragu-ragu bertanya: 'Kalau begitu aku tidak sungkan menerimanya?'”
“'Jangan sungkan, jangan sungkan.' Lars Ricken tersenyum sambil melambaikan tangan.”
“Dengan demikian, Zhou Yi resmi menjadi anggota Tim Junior Borussia Dortmund.”
“Lars Ricken mengamati Zhou Yi menyimpan pulpennya, lalu bertanya: 'Ngomong-ngomong, Zhou Yi, nomor punggung berapa yang kamu inginkan di tim? Saat ini belum tentu ada, tapi kamu bisa menyebutkan preferensimu.'”
“Zhou Yi berpikir sejenak lalu bertanya: 'Apakah ada nomor 23?'”
“Lars Ricken mengangguk: 'Tentu ada.'”
“Tapi dia juga penasaran: 'Mengapa nomor 23? Kupikir kamu akan memilih nomor 16.'”
“Bagaimanapun, Zhou Yi pernah mengenakan nomor 16 saat membawa tim mudanya menantang Borussia Dortmund.”
“'Karena nomor ini punya makna memorial lebih dalam.' Zhou Yi tersenyum.”
“Kemampuannya berdiri di sini untuk menandatangani kontrak dengan klub sepakbola profesional, mewujudkan mimpinya, semua kisah ini berawal dari final seleksi itu...”
Di antara dua puluh tiga orang, dia adalah yang terlemah kemampuannya, sehingga hanya mendapat nomor punggung 23. Di level nasional, nomor ini merupakan yang terakhir, mewakili cadangan dari cadangan.
Tapi Zhou Yi berharap menggunakan nomor ini untuk mengenang tekad awal saat memulai perjalanan menggapai mimpinya.
Meski telah menjadi pemain Tim Junior Borussia Dortmund, jarak menuju sepakbola profesional sejati masih sangat panjang.
Di sepanjang jalan menuju puncak, nomor ini akan mengingatkannya untuk tak melupakan tujuan awal.
