Hari Minggu ada pertandingan tim muda, tapi tidak ada hubungannya dengan Zhou Yi dan Mark. Karena mereka sama sekali tidak masuk dalam daftar pemain akhir pertandingan.
Karena ini pertandingan tandang, mereka juga tidak perlu ikut tim ke lokasi lawan. Nantinya mereka hanya akan menonton di tribun, perjalanan yang melelahkan.
Mark sepertinya sudah terbiasa tidak masuk daftar pemain. Dia tidur sampai siang di rumah, baru bangun hampir jam 11.
Sedangkan Zhou Yi meminta klub untuk mengubah jadwal guru bahasanya dari malam menjadi sore, sehingga dia bisa tambahan satu jam belajar.
Karena tidak perlu latihan dan bertanding, lebih baik belajar Bahasa Jerman.
Guru Bahasa Jerman juga puas dengan perkembangan Zhou Yi. Awalnya klub hanya menjadwalkan dua kali seminggu, tapi atas permintaan kuat Zhou Yi, berubah menjadi setiap hari. Guru tentu senang karena dibayar per jam - semakin banyak jam mengajar, semakin besar penghasilannya.
Setiap guru pasti menyukai murid yang rajin belajar, baik di China maupun Jerman, semuanya sama.
Setelah pelajaran hari ini, guru memuji sikap belajar dan kecepatan perkembangan Zhou Yi: "Kurasa mungkin tidak lama lagi, kamu tidak perlu les lagi dariku."
Zhou Yi berkata: "Saya tidak ada masalah dengan Bapak, tapi saya harap besok sudah tidak perlu les lagi!"
Guru tersenyum: "Jika kamu hanya ingin mempelajari percakapan sehari-hari paling dasar, memang besok saya tidak perlu datang lagi. Tapi jika kamu ingin belajar mendalam agar bisa berdialog lancar dengan orang dari berbagai profesi di masa depan, saya masih harus datang besok."
Zhou Yi berpikir sejenak: "Kalau begitu, Bapak tetap datang saja besok!"
Guru menepuk tangan sambil tertawa: "Sampai jumpa besok, Zhou Yi!"
"Sampai jumpa besok, Guru..." jawab Zhou Yi dengan lesu.
Begitu guru pergi, Mark langsung mampir ke kamarnya: "PES?"
"Ayo!" Karena memang tidak ada kerjaan, Zhou Yi tidak akan menolak ajakan main game. "Akan kuajari kamu!"
"Hah! Siapa yang mengajari siapa?" Mark tidak mau kalah.
Keduanya duduk di depan TV di kamar Mark untuk mulai bertanding. Seperti biasa, Mark memilih Borussia Dortmund sedangkan Zhou Yi memilih Barcelona.
Dia merasa saat bermain game, dia juga membaca permainan seperti sedang bertanding sungguhan, memikirkan cara mengeksekusi setiap serangan.
Gaya bermain Barcelona memang lebih cocok dengan gayanya ini, jadi dia biasanya memilih Barcelona.
Awalnya Mark mengira dia adalah fans Barcelona. Tapi Zhou Yi menjelaskan bahwa dirinya mencintai semua klub - bisa mencintai Barcelona dan Real Madrid, bahkan menjodohkan Dortmund dengan Bayern.
Mark tidak bisa memahami sikap poligami klub Zhou Yi ini. Sebagai fans fanatik Dortmund, dia sama sekali tidak bisa menerima Bayern München.
Dia bertanya pada Zhou Yi apakah suporter China semuanya seperti ini, Zhou Yi langsung menggelengkan kepala, dengan serius memberitahunya bahwa di China ada juga suporter Borussia Dortmund yang lebih fanatik daripada Mark, dan suporter Barcelona yang lebih mirip orang Catalan daripada orang-orang Catalan itu sendiri.
Mereka berdua bermain sambil berkomunikasi, Zhou Yi menggunakan ini sebagai latihan berbicara.
Sambil mengobrol, ketika Zhou Yi menguasai bola di depan area penalti sendiri, Mark tiba-tiba berkata: "Ngomong-ngomong, kudengar Götze akan kembali ke U19, berlatih di tim utama tapi tidak bisa bermain itu juga tidak berguna."
Zhou Yi tertegun sejenak, dan karena keheningan ini, Mark berhasil merebut bola dari kakinya, lalu menyodok masuk ke area penalti!
Tapi kecepatan reaksi Zhou Yi juga sangat cepat, segera mengganti pemain bertahan, menyapu bola dari belakang tanpa ampun!
Peluit berbunyi, Sahin yang dikendalikan Mark terjatuh di area penalti, tendangan penalti!
"Penalti plus kartu merah!" Mark antusias melambaikan tangannya.
Dalam permainan, bek Barcelona Marcos yang melakukan sliding tackle ala Zhou Yi benar-benar diusir wasit dengan kartu merah.
"Jangan senang dulu." Zhou Yi mendengus, sambil menempelkan stik game rapat-rapat ke tubuhnya agar tidak terlihat Mark.
Mark juga menyembunyikan stik game di sisi tubuh lainnya, memutar badan saat mengeksekusi penalti sambil menatap layar kaca dengan cemas.
Karena terlalu fokus, sampai-sampai ia tidak menyadari Zhou Yi sedang mengawasinya dari sudut matanya.
Saat Mark hendak menekan tombol tembakan, Zhou Yi tiba-tiba berkata: "Mark, kamu ingin jadi pilar utama?"
Jempil kanan Mark menekan tombol tembakan tanpa melepaskannya...
Karakter Şahin yang dikendalikannya langsung menendang bola melambung!
Sementara kiper yang dikendalikan Zhou Yi tetap berdiri di tengah gawang tanpa bergerak.
"Kamu curang!" Mark yang sadar langsung memandang sinis ke Zhou Yi.
Tapi Zhou Yi menatap serius ke Mark dengan nada sungguh-sungguh: "Tidak, aku tiba-tiba memikirkan ini. Lihat, hari ini mereka semua bertanding, tapi kita bahkan tidak masuk daftar pemain. Aku wajar karena baru seminggu gabung tim, tapi kamu? Sejak usia 7 tahun sudah ikut akademi Borussia Dortmund, melewati seleksi bertahun-tahun, mengalahkan banyak pesaing. Kenapa kamu juga tidak terpilih?"
Perkataan Zhou Yi membuat Mark tertegun, lalu diam membisu.
Setelah lama terdiam, dia berbisik: "Mungkin kemampuanku belum memenuhi syarat pelatih..."
"Benar. Seperti penalti tadi, hanya karena kubicara, tanganmu sudah gemetar sampai gagal. Kamu penyerang, dengan mental seperti ini mana bisa memanfaatkan peluang di depan gawang?"
"Kamu benar, Zhou Yi..." Mark mengelus dada, merasa setiap kata Zhou Yi tepat menyasar kelemahannya.
“Tapi kekurangan kemampuan bisa ditingkatkan melalui latihan.” Zhou Yi berkata. “Kuncinya bukan pada kemampuan, tapi pada pikiran dalam hatimu. Ini yang sebelumnya kutanyakan, apakah kamu benar-benar ingin menjadi pilar utama dan bermain di pertandingan?”
Ia menatap langsung ke arah Mark.
“Tentu saja! Aku bermimpi setiap hari ingin!” Di bawah tatapan dan pertanyaan tajam Zhou Yi, tiba-tiba Mark menjadi bersemangat. “Aku bermimpi memakai seragam Borussia Dortmund bermain di liga utama dan Champions Eropa! Aku bermimpi mengangkat piala liga dan trofi Champions dengan seragam Borussia Dortmund! Kakakku menganggapku tidak cocok jadi pemain, tidak mau aku mengambil jalan ini, aku harus membuktikan padanya bahwa aku bisa! Aku mampu!”
Zhou Yi juga tidak menyangka alasan yang dibuatnya untuk mengganggu Mark saat tendangan penalty ternyata memicu reaksi besar dari Mark. Meski terkejut dalam hati, Zhou Yi tetap menjaga ekspresi seriusnya:
“Jika hanya sekadar bicara bahwa kamu sangat ingin, itu tidak ada artinya. Ibuku pernah bilang, tentang mimpi dan cita-cita, mengumbar kata-kata adalah hal termudah dan tanpa biaya. Tapi jika benar ingin mewujudkan mimpi, kamu harus benar-benar berusaha sekuat tenaga. Sebenarnya kamu punya kemampuan untuk jadi pilar utama, dibandingkan Schneider, meski fisikmu tidak sekuat dia, tapi kamu punya keunggulanmu sendiri. Hanya saja selama bertahun-tahun ini apakah kamu benar-benar sudah berusaha maksimal untuk mimpimu? Renungkan baik-baik. Aku tidak akan mengganggumu lagi.”
Setelah berkata begitu, Zhou Yi menepuk bahu Mark, meletakkan stik game, lalu bangkit dan meninggalkan ruangan.
Langkahnya agak terburu-buru, tapi Mark yang sedang menunduk tak menyadarinya.
Dia khawatir Mark akan tersadar—biasanya bahkan dengan skuat lengkap pun aku hanya bisa imbang melawan Mark. Sekarang meski tendangan penalti gagal, bek tengah utamaku sudah dikartu merah! Bermain dengan 10 pemain, gimana caranya menang?!
……
Zhou Yi menunggu lama di kamarnya tapi Mark yang sudah tersadar tak kunjung datang menggedor pintu sambil marah. Saat makan malam, ia memperhatikan Mark sering melamun. Bahkan orang tua Mark pun merasa tingkah laku anak mereka hari ini aneh. Mereka menanyakan keadaan Mark yang dijawabnya dengan alasan "kecapekan".
Tapi orang bodoh pun tahu itu cuma alasan. Seharian di rumah main game, kok bisa capek?
Apa karena kebanyakan main game sampai capek?
Zhou Yi tak ikut nimbrung, tapi tentu saja ia tahu penyebab keanehan Mark.
Yang mengherankannya—katanya orang Jerman lambat merespons, dengar lelucon pagi baru tertawa tengah malam. Tapi respon Mark ini keterlaluan lambatnya. Apa benar sampai sekarang dia belum sadar kalau waktu itu aku cuma cari-cari alasan untuk mengelabuinya?
Menghadapi Mark yang polos begini, Zhou Yi malah merasa sedikit bersalah. Benar-benar menipu perasaan orang...
……
"Keesokan harinya, saat Zhou Yi dan Mark duduk di mobil ayahnya menuju basis pelatihan Brackel, Zhou Yi bisa merasakan Mark di sebelahnya terus ingin berbicara tapi menahan diri, mungkin karena keberadaan ayah di dalam mobil."
"Setelah ayahnya mengantar mereka ke gerbang basis pelatihan dan pergi, Mark langsung meraih lengan Zhou Yi dengan panik seperti orang tenggelam mencengkeram pelampung."
"Katakan, keunggulan apa yang kumiliki?!"
"Zhou Yi mengerlingkan mata: 'Kau merenungkan ini semalaman?'"
"Tentu! Ini sangat penting!" Mata Mark membelalak, "Aku sendiri tidak tahu kelebihanku!"
"Menghadapi Mark yang polos ini, Zhou Yi menghela nafas: 'Kalau tidak tahu kelebihanmu, bagaimana bisa naik dari tim muda ke tim remaja?'"
"Bukannya itu wajar? Naik tingkat sesuai usia, dari U9 ke U11, U11 ke U13, U13 ke U15... sampai akhirnya U17." Mark heran dengan pertanyaan itu.
"Zhou Yi membuat ekspresi putus asa: 'Tidakkah kau perhatikan berapa rekan setimmu di U9 yang masih ada di U17 sekarang?'"
"Menghadapi pertanyaan balik itu, Mark terdiam membeku seperti patung."
"Tepat saat Zhou Yi mengira otaknya hang, Mark akhirnya berkata lesu dengan nada iri: 'Sepertinya... hanya aku. Sebenarnya dulu Schneider sama denganku, tapi sekarang dia di U19...'"
“Jadi, kenapa kamu masih bisa di U17? Apa kamu tidak pernah berpikir alasannya?”
“Menurutku sih aku nggak terlalu menonjol, tapi juga nggak yang terburuk...”
“Bodoh! Itu karena kamu lebih baik dari mereka yang sudah dieliminasi!”
“Aku... Aku benar-benar sebaik itu?!” Mark terkejut.
Zhou Yi menggeleng sambil menepuk bahu Mark: “Menurutku kamu sudah menyadari diri sendiri dengan baik, Mark. Otakmu emang nggak cocok buat belajar...”
“Sudah kuduga... Tapi cepat bilang kelebihanku apa! Aku pengin tau di mana aku lebih unggul!” Mark yang penasaran terus mendesak.
Sebenarnya dulu saat Zhou Yi bilang Mark punya kelebihan yang tak tertandingi, itu cuma alasan darurat untuk menutupi pembicaraannya. Waktu itu dia sama sekali nggak kepikiran kelebihan Mark.
Tapi setelah didesak begini, Zhou Yi teringat atribut Mark yang pernah dilihatnya di sistem.
Dua atribut yang jelas lebih tinggi dari rekan setim seumurannya.
Kesadaran taktis dan positioning.
Ini benar-benar keunggulannya...
Akhirnya Zhou Yi berkata: “Sebagai penyerang, positioningmu di area penalti sangat akurat. Ditambah kesadaran taktis dan disiplin taktismu juga bagus. Ini kelebihanmu dibanding yang lain, terutama lebih baik dari Schneider.”
Kalimat terakhir itu seperti menyetrum Mark. Dia langsung membeku di tempat setelah mendengarnya.
Zhou Yi khawatir Mark akan menahannya lagi untuk menanyakan hal lebih detail seperti "Bagaimana kamu tahu pemilihan posisiku akurat?" atau "Bagaimana kamu tahu kesadaran taktis dan disiplin taktisku lebih baik?"... Dia segera menyelinap pergi saat Mark sedang terpana, langsung menuju ke ruang ganti U17.
Di belakangnya, Mark masih dalam kondisi "hang", sama sekali tidak menyadari Zhou Yi telah "meninggalkannya"...
