Setelah antre sebentar, Zhou Yi dan Mark akhirnya bisa masuk ke bar bernama "Beer Foam" setelah membayar tiket masuk total 20 euro.
Begitu masuk, Zhou Yi langsung merasakan suasana yang sangat ramai. Musik elektronik menggelegar memenuhi ruangan, di tengah arena dansa yang diterangi lampu disko berkilauan, para pria-wanita menghentakkan kepala dan menggoyang tubuh dengan liar.
Zhou Yi memang suka bersenang-senang, makanya dengan mudah menyetujui ajakan Mark ke bar ini. Tapi sebagai mahasiswa biasa di Tiongkok, tempat paling heboh yang pernah dikunjunginya cuma KTV. Ini pertama kalinya dia datang ke tempat semeriah diskotik ala Eropa ini.
Melihat pasangan-pasangan di arena dansa yang hampir berdempetan itu, Zhou Yi merasa agak tidak nyaman. Dia penasaran tapi tak berani menatap mereka terlalu lama.
Dia sempat khawatir Mark akan mengajaknya turun ke lantai dansa. Untungnya Mark juga tampak tidak tertarik, malah membawanya menerobos kerumunan orang untuk mencari kursi kosong.
Orang di sini sangat banyak, sulit menemukan tempat duduk yang kosong.
Setelah berputar-putar sebentar, akhirnya mereka menemukan kursi kosong di area yang agak jauh dari lantai dansa.
Mark menyuruh Zhou Yi menjaga tempat sementara dia sendiri pergi ke bar untuk membeli minuman.
Zhou Yi duduk di kursi sambil menoleh ke sekeliling, matanya menjelajahi setiap sudut bar.
Ini sama sekali berbeda dengan bayangannya tentang bar sebelumnya. Dia mengira bar adalah tempat seperti kafe di dalam negeri, hanya saja orang minum alkohol alih-alih kopi. Atau seperti bar penggemar sepak bola luar negeri yang dilihatnya di TV, di mana orang memesan segelas bir sambil menonton pertandingan dan mengobrol.
Bagaimanapun, bayangannya tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang dia lihat sekarang.
Ini bar macam apa?
Ini jelas... klub malam!
Tapi sebenarnya di Jerman, istilah "bar" sangat umum. Bisa berupa bar tradisional, bisa juga klub seperti yang dilihat Zhou Yi sekarang yang menyerupai klub malam.
Dalam kehidupan malam orang Jerman, bar, klub, diskotek, dan pesta sangat penting.
Di sini Zhou Yi tidak hanya melihat pria dan wanita muda, tapi juga beberapa orang paruh baya yang lebih tua, meskipun sebagian besar memang pria.
Wanita di sini umumnya berpakaian sangat seksi, bahkan bisa dibilang terbuka tanpa berlebihan.
Saat mereka bergoyang di lantai dansa, kedua buah dada mereka bergoyang-goyang, membuat pandangan Zhou Yi berkunang-kunang...
Siapa bilang orang Jerman kaku dan tidak tahu cara bersenang-senang?
Orang Jerman bisa lebih gila dari siapa pun kalau sudah bermain!
Di luar jam kerja, mereka memakai jas rapi dan bersikap formal. Begitu masuk ke tempat hiburan seperti ini, mereka melepas topeng dan melepaskan diri.
Semakin ketat disiplin sehari-hari, semakin besar pelepasan diri di sini.
Ini terlihat dari legalnya rumah bordil di Jerman.
“Empat kawasan lampu merah paling terkenal di Eropa, dua di antaranya berada di Jerman, satu di Hamburg dan satu lagi di Frankfurt. Kawasan lampu merah Amsterdam, Belanda memang terkenal di dunia, tapi sebenarnya yang terbesar di Eropa justru ada di Hamburg, Jerman.”
“Di sana pada malam hari terang benderang, pengunjung ramai seperti semut.”
“Sementara di Berlin, Jerman, ada bar gay terkenal, juga klub SEX yang mewajibkan pengunjung hanya boleh masuk dengan pakaian dalam. Klub-klub malam di Jerman bisa beraktivitas apa saja di balik pintu tertutup, sepenuhnya melepaskan sifat alami mereka.”
“Klub yang dibawa Markus kepada Zhou Yi ini masih termasuk biasa, pengunjungnya hanya menari dan minum. Jika ingin melakukan hal lebih intim, harus mengandalkan kemampuan sendiri merayu lalu membawa keluar. Mau pulang ke rumah, ke hotel, atau langsung 'bergetar mobil' di tempat, itu urusan pribadi, tidak ada hubungannya dengan pihak klub.”
“Kamu bisa memanfaatkan kesempatan menari di dancefloor untuk merayu cewek, atau cari sudut untuk duduk minum sambil ngobrol.”
“Tapi tentu saja, Zhou Yi dan Markus sama-sama tidak bisa minum alkohol.”
“Saat Markus kembali membawa dua gelas jus, Zhou Yi terkejut: "Jus?"”
“Di bawah 18 tahun, mereka tidak menjual alkohol,” jelas Markus. “Kamu pikir bar hanya menjual minuman beralkohol?””
“Masa mereka mau memeriksa KTP-mu?” tanya Zhou Yi.
“Bukan tiap kali bisa dilihat, bartender berpengalaman langsung bisa menebak usia kamu dari wajah.” Mark meneguk jus dengan santai.
Zhou Yi juga minum, tapi pikirannya melayang: Kalau Guo Nu yang disuruh beli, bukankah bisa beli alkohol dengan lancar?
Sambil menyeruput jus, mereka memandang sekeliling. Mark berkata bangga: "Gimana? Ramai kan? Di China ada nggak?"
Zhou Yi mengerling: "Apa yang baru! Bar di China ada di mana-mana. Di China aku nggak pernah lihat orang antre 20 menit di depan bar. Cuma ke toilet umum aja yang perlu antre!"
Zhou Yi maksa pamer, padahal di dalam negeri dia belum pernah sekalipun ke bar. Lagipula di China, nggak cuma ke WC yang antre. Tapi nggak masalah, toh Mark belum pernah ke China, omongannya nggak bisa dibantah.
Benar saja, mendengar itu mata Mark melebar: "China hebat banget ya?"
"Jangan nonton film tentang China di TV negara kalian yang cuma tunjkin daerah terpencil atau keadaan puluhan tahun lalu. Media-media itu pengin semua orang Jerman mikir orang China masih hidup di abad pertengahan. Musim panas depan, kalau mau, aku ajak kamu jalan-jalan ke China! Aku tunjkin Shanghai dan Beijing, kota metropolitan sejati! Dortmund dibanding Shanghai mah kayak desa!" Zhou Yi berseru penuh kemenangan.
Ini dia nggak bohong. Jangan dibandingin Shanghai, menurutnya Dortmund aja kayak desa kalau dibandingin kota kelahirannya yang cuma ibu kota provinsi...
"Aku tidak percaya ini!" Mendengar Zhou Yi merendahkan kampung halamannya, Mark menggeleng kepala tidak percaya.
"Di China kami ada pepatah 'yang didengar belum tentu benar, yang dilihat barulah nyata'. Kalau tidak percaya, tahun depan musim panas aku ajak kamu lihat sendiri!"
Mark mengerutkan kening: "Tapi memang kudengar orang China sangat kaya. Tahun lalu keluarga kami ke Paris, di mal Galeries Lafayette banyak orang China berkerumun di depan toko-toko mewah LV, GUCCI... membeli tanpa henti. Aku melihat sendiri seorang wanita China sekitar 50 tahun membawa 7-8 tas LV! Gila betul..."
Saat mereka sedang membahas topik tentang China, tiba-tiba tiga orang menyelak dan meletakkan gelas bir besar yang penuh di meja mereka.
"Ah, cewek tadi memang cantik! Tapi terlalu sombong ya?"
"Iya iya, kukira Schneider pasti bisa dapatin. Tapi ternyata... Waduh!"
"Schneider sudah tunjukkan statusnya... Tapi dia bahkan tidak melirik... Sok suci, jijik banget!"
"Bener, mungkin di ranjang lebih genit dari siapa pun! Lihat tubuhnya, kalau bisa tidur dengannya... Wah... Hahaha!"
Dua suara mengobrol tanpa peduli sekitar.
Di tengah mereka, seorang pria bermuka masam meneguk bir besar, jelas sedang bad mood.
Lalu dia melihat wajah yang familiar.
Sementara itu, Mark melihat tiga wajah yang dikenalnya.
Melihat Mark, ekspresi muram Schneider tiba-tiba berubah menjadi senyum cemerlang, seolah masalah yang membuatnya kesal tadi langsung terlupakan.
"Hah, Mark? Kau malah dilewati satpam? Apa kau menyelinap lewat pintu belakang?"
Meski kata-katanya bernada terkejut, ekspresi wajahnya penuh cemooh.
Mark yang awalnya tampak gembira, begitu melihat Schneider di sampingnya, langsung menunduk dan membisu.
Ia tak ingin berurusan dengan Schneider. Orang itu sudah jadi pilar utama penyerang U19, membuatnya otomatis merasa inferior.
"Jus?!" Schneider tertawa terbahak-bahak dengan ekspresi berlebihan melihat minuman Mark. "Anak di bawah umur main ke bar? Mending main game di rumah saja, itu hiburan yang pantas untuk bocah!"
Tampaknya ia ingin meluapkan kekesalan sebelumnya di depan gadis cantik kepada Mark, dengan kata-kata yang sarkastik.
Dua rekannya di belakang pun tertawa terpingkal-pingkal.
Dalam cemoohan mereka, Mark hanya terus menunduk tanpa sepatah kata.
Di tengah tawa, tiba-tiba seseorang di samping berkata: "Tapi Schneider, kau juga belum 18 tahun kan?"
Schneider baru menyadari ada pemuda berwajah Asia di sebelah Mark - sebelumnya ia benar-benar tak melihat Zhou Yi.
"Kau siapa?" tanyanya dengan nada tidak bersahabat.
“Zhou Yi, rekan setimmu di U19.” Zhou Yi mengulurkan tangan ke Schneider.
Tapi Schneider hanya melirik tangan Zhou Yi yang terulur, tidak bermaksud bersalaman: “Aku tidak ingat ada orang sepertimu di tim kami.”
“Oh, rekan setim di masa depan.” Melihat orang itu tidak mau bersalaman dengannya, Zhou Yi menarik kembali tangannya dan menunjuk bir di dekat Schneider sambil bertanya ke Mark: “Bukannya kau bilang bartender tidak akan menjual alkohol ke anak di bawah umur?”
“Saudaraku yang beli, kenapa?” Sebelum Mark sempat menjawab, Schneider menunjuk orang di sampingnya.
Zhou Yi melihat ke arah itu lalu tersadar: “Sungguh, wajah yang sangat dewasa ini, kelihatan seperti orang empat puluh tahun...”
Orang itu naik pitam: “Aku baru delapan belas tahun!!”
Zhou Yi menutup mulut, matanya membelalak, ekspresi tidak percaya.
Orang itu semakin kesal: “Ekspresi macam apa itu!”
“Ah, maaf-maaf, minta maaf...” Zhou Yi buru-buru meminta maaf.
Mark yang sudah sehari-hari bersama Zhou Yi selama sebulan tentu tahu Zhou Yi sedang mengganggu orang itu, sehingga ia tidak bisa menahan tawa.
Tawa Mark membuat ekspresi wajah Schneider menjadi tidak enak, ia mulai merasa malam ini semuanya berantakan.
Susah payah menemukan target di bar, dengan penuh percaya diri mendekati tapi malah ditertawakan dan dihina.
Melihat Markus, awalnya dia ingin menghibur diri dengan mengejeknya. Dalam ingatannya, Markus seperti sandbag diam yang tak pernah membalas seberapa pun diprovokasi.
Tak disangka tiba-tiba muncul anak Asia yang mengaku calon rekan setimnya ini mencari masalah...
Kini malah dia dan temannya yang jadi bahan ejekan!
Sudah benar-benar tak bisa ditahan!
Dia harus mempermalukan si anak China ini habis-habisan!
Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya.
"Hei, bocah China." Ia menganggukkan kepala ke arah Zhou Yi, "Bagaimana kalau kita main game?"
"Game apa?"
"Lihat." Schneider menunjuk ke suatu arah.
Zhou Yi mengikuti arah tunjuknya: "Lomba kencing jauh-jauhan?"
Schneider mengeras urat dahinya: "Apa yang kau pikirkan?!"
"Bukannya itu tanda toilet?" Zhou Yi menunjuk ke arah yang ditunjukkan Schneider dengan wajah polos. Arah yang ditunjuk Schneider memang ada papan toilet menyala yang mencolok di bar yang remang-remang.
"Sana, siapa suruh lihat tanda toilet?! Sana, sebelah kiri toilet! Kiri! Meja itu! Lihat itu, wanita berbaju merah yang membelakangi kita!" Schneider tak kuat berteriak. Saat menghadapi Markus, dia selalu bisa mengejek dengan senyum sinis sampai lawan tak berkutik, menikmati sepenuhnya rasa superior itu.
Tapi menghadapi anak Asia ini, dia selalu berhasil membuat orang itu naik darah hanya dengan beberapa patah kata.
"Ah, perempuan. Kamu sendiri yang tidak menjelaskan..." Zhou Yi menggerutu. "Lalu?"
"Jika kamu berhasil mengajaknya minum segelas anggur..." Schneider melirik sinis ke dua gelas jus di meja, "Aku akan mentraktirmu dua gelas jus lagi!"
Zhou Yi menggelengkan kepala: "Berapa mahal dua gelas jus? Hadiah permainanmu terlalu kecil, tidak menarik."
Sambil berdiri, dia langsung menarik Mark hendak pergi. Dia tidak mau duduk bersama ketiga orang ini yang merusak mood.
Melihat Zhou Yi malah mau mengalah, Schneider agak terkejut — dikiranya Zhou Yi akan melawan, tak disangka orang itu malah tidak menerima tantangan!
Tapi tidak boleh tidak menerima tantangan!
Hari ini harus membuat si anak China mempermalukan diri di sini!
Mungkin karena pengaruh alkohol, Schneider membentak punggung Zhou Yi: "Seratus! Jika kamu bisa mengajak perempuan itu minum segelas anggur, aku kasih seratus! Seratus euro! Aku yakin seumur hidupmu belum pernah lihat uang sebanyak ini!"
Mark yang sedang ditarik Zhou Yi tiba-tiba menyadari Zhou Yi di sampingnya berhenti bergerak...
