Schneider dan temannya, ditambah Mark, keempatnya seperti patung yang membeku di tempat, menyaksikan Zhou Yi memeluk gadis merah berjalan mendekati mereka. Gadis pirang itu juga mengikuti di belakang - dia tidak hanya merayu gadis merah, tapi sekaligus menaklukkan satu lagi!
Postur Zhou Yi tidak terlalu tinggi, dua wanita ini memakai sepatu hak tinggi sehingga lebih tinggi darinya, terlihat sangat tidak harmonis. Persis seperti stereotype anak orang kaya China generasi kedua yang merayu dua gadis cantik di bar Jerman dengan uang, lalu hendak mengajak mereka ke kamar - sangat hidup dan nyata!
Ketiga orang itu sudah sampai di depan mereka, mereka masih belum sadar.
"Bagaimana, Schneider? Penuhi janjimu." Zhou Yi berkata pada Schneider yang membeku seperti patung dengan gaya seorang pemenang.
Mark memandang kakaknya yang sedang merapat manja pada Zhou Yi - dia belum pernah melihat kakaknya berperilaku lembut seperti burung kecil seperti ini...
"Sementara kakak perempuan itu menghadapi tatapan kaget Zhou Yi, sama sekali tidak tergoyahkan. Tidak ada niat mengakui adik ini, bahkan isyarat mata pun tidak, seolah Mark salah mengenali orang."
Schneider akhirnya sadar dari keterkejutannya, mencoba menyelamatkan situasi dengan menunjuk Cortana sambil berteriak: "Tapi dia tidak minum alkohol!"
"Dia setuju aku mentraktirnya minum, tapi bartender tidak mau menjual. Bagaimana kalau kau suruh saudaramu yang berusia 40 tahun itu membelikan beberapa gelas? Aku yang bayar." Zhou Yi menatap rekan Schneider yang berwajah lebih tua.
"Aku baru delapan belas tahun!" orang itu membentak.
Cortana yang sedang merangkul Zhou Yi menutup mulutnya terkejut, matanya membulat, dengan sempurna mengekspresikan keterkejutannya yang tak percaya pria itu baru 18 tahun!
Bagi pria yang ingin tampil baik di depan gadis cantik itu, ini seperti pukulan mematikan... Dia langsung lesu, menyusut di belakang Schneider, tidak bisa marah lagi pada Zhou Yi.
Zhou Yi tidak menghiraukan pria itu, terus menatap Schneider.
Schneider masih mencoba bertahan: "Ini tidak... membuktikan... apa-apa..."
Sebelum suaranya habis, Cortana yang merangkul Zhou Yi tiba-tiba mengangkat tangan memegang dagu Zhou Yi, lalu memutarnya ke arahnya.
Kemudian, sebelum Zhou Yi sempat bereaksi, dia menunduk mendekat, bibir merahnya menyelimuti mulut Zhou Yi.
Pada saat dua bibir merah itu bersentuhan, mata Zhou Yi langsung membelalak lebar!
Bukan hanya dia, semua orang di sekitar termasuk Schneider dan temannya, Mark, serta gadis berambut pirang teman Cortana, semuanya tertegun menyaksikan pemandangan ini.
Ya Tuhan!!
Hati Schneider menjerit pilu.
Ini adalah bayangan yang pernah Schneider khayalkan saat menggoda gadis berbaju merah, tapi yang sekarang menggantikan posisinya ternyata pemuda China itu!
Otak Mark sudah benar-benar kosong.
Kakak perempuannya, kandungnya sendiri, sedang berciuman dengan temannya...!!
……
Zhou Yi tidak tahu sudah berapa lama, dia hanya merasa hampir kehabisan napas ketika bibir merah itu akhirnya melepaskannya.
Entah mengapa dia masih merasa sayang, lidahnya menjulur keluar tapi hanya menjilat bibirnya sendiri.
Begitu sadar, dia mendengar Cortana tertawa berkata: "Bagaimana dengan ini?"
Schneider memandangi gadis berbaju merah yang tersenyum manis itu. Beberapa detik lalu dia masih menganggap senyuman itu sangat memikat. Tapi sekarang...
Diam-diam dia mengeluarkan dompetnya.
Setelah membukanya, baru teringat bahwa total uang tunai di dompetnya hanya dua ratus euro: satu lembar uang kertas 100 euro, satu 50 euro, satu 20 euro, dan tiga lembar 10 euro, selain itu hanya beberapa koin.
Dia tidak biasa membawa banyak uang tunai. Mengingat ini adalah acara ke bar, jumlah ini sudah termasuk yang terbanyak pernah dibawanya.
"Tapi kalau akhirnya tidak bisa mengeluarkan uang, pasti akan ditertawakan oleh Mark dan anak China itu!" Maka dia menoleh ke dua temannya dan berkata, "Kalian! Serahkan dompet kalian!"
Dua temannya ragu-ragu mengeluarkan dompet. Schneider langsung merebutnya, mengobrak-abrik isi dompet mereka, akhirnya mengumpulkan 400 euro dan menepaknya ke meja - ada pecahan 100, 50, 20, 10, bahkan 5 euro...
Melihat tumpukan uang kertas di atas meja, Zhou Yi memberi isyarat pada Mark untuk mengambilnya.
Mark agak ragu, tapi akhirnya menggenggam semua uang itu di tangannya.
"Selamat tinggal, anak kecil dan Om!" Kotana melempar ciuman ke arah ketiga orang itu, lalu memeluk Zhou Yi dan berbalik pergi.
Meski tidak diucapkan, orang bodoh pun tahu ke mana mereka akan pergi dan apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Bayangan itu sama sekali tidak ingin dipikirkan Schneider... Wajahnya gelap membeku. Targetnya direbut orang lain, ini adalah hal yang belum pernah terjadi bagi si "Pangeran Malam". Dia merasa dipermalukan oleh Zhou Yi seperti dalam NTR.
Temannya yang baru genap 18 tahun di belakang hampir menangis - Ternyata di mata si gadis cantik, dia sudah dianggap Om!
……
Begitu keluar dari bar, Kotana tiba-tiba melepaskan pelukan lengan Zhou Yi dengan kasar. Zhou Yi yang tidak menyangka sampai hampir terjatuh, untung Mark cepat menopangnya.
“Hei!” Zhou Yi tidak puas dengan tindakan Kotana ini.
“Hei apa? Kamu sudah mengambil keuntungan yang cukup.” Kotana mendengus.
“Itu bukan inisiatifku! Kamu yang... Lagipula, siapa yang mengambil keuntungan... belum tentu!” Zhou Yi membantah.
“Wah, jangan-jangan itu ciuman pertamamu?” Kotana bertanya sambil tersenyum, matanya hampir membentuk bulan sabit.
“Tentu saja bukan!”
“Lalu kenapa kamu lebay?”
“Itu ciuman pertamaku di Borussia Dortmund!”
Kotana tidak menyangka Zhou Yi bisa tak tahu malu sampai level ini. Dia tercekik sampai tidak bisa melanjutkan sindirannya.
Gadis cantik berambut pirang di sampingnya terkejut melihat Kotana kewalahan.
Mark juga terkejut. Kakaknya yang selalu fasih berbicara dan biasa menghabisi lawan bicara ini ternyata diam membisu dihadapan Zhou Yi.
Kotana merasa kalah dominasi, lalu mengulurkan tangannya.
“Apa?” tanya Zhou Yi.
“Kasih uang.” Kotana mendengus.
“Uang apa?”
“Jangan pura-pura bodoh. Aku membantu kalian menang 400. Bukankah kamu harus memberiku 300? Kira ciumanku gratis?”
Zhou Yi kaget: “300?! Jangan main-main! Aku berani tampil demi adikmu, berakting total, menyelamatkan adikmu dari kesulitan. Kamu malah minta uang?” Setelah itu Zhou Yi menoleh ke Mark dan bertanya heran: “Mark, dia benar saudari kandungmu?”
“Hmm…” Mark tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan ini.
Cortana melirik Mark yang canggung, Zhou Yi benar-benar melempar bola dan masalah ke adiknya sendiri… Sudahlah, jangan membuat adiknya kesulitan. Cortana memutuskan untuk mengalah duluan.
“Tentu, ciuman itu untuk adikku. Baiklah, aktingku pantas dihargai dua ratus, dua ratus euro, tidak bisa kurang lagi. Harus diketahui di pihakku, Hannah juga membantu.” Setelah berkata demikian, ia memamerkan gadis pirang itu dengan gerakan tubuh.
“Hai, anak laki-laki dari China!” Hannah melambai ke Zhou Yi.
Zhou Yi berpikir sejenak, akhirnya mengambil dua ratus euro dari tangan Mark dan menyerahkannya ke Cortana.
Cortana menerima uang itu, lalu berpaling ke Mark: “Lebih baik kamu bawa dia pulang main game, tempat ini tidak cocok untukmu.”
“Jangan selalu menganggapku anak kecil…” sanggah Mark.
“Nyatanya, bukankah memang begitu?” Cortana membalas. “Anak laki-laki yang minum jus di bar.”
Sambil berkata demikian, ia mengusap rambut Mark dengan tangan.
Kemudian ia berbalik pergi: “Ayo, Hannah.”
Hannah melempar kecupan terbang ke Zhou Yi, lalu juga berbalik mengikuti pergi.
Memandang punggung dua gadis cantik itu, Zhou Yi tiba-tiba berkata: “Sebenarnya kakakmu sangat menyayangimu, Mark.”
“Aku tahu… Kecuali dalam hal sepak bola.”
“Hmm, ngomong-ngomong kakakmu jurusan apa waktu kuliah?”
“Ilmu Kedokteran Olahraga.”
Zhou Yi menoleh kaget memandang Mark: “Apa kepalanya terjepit pintu?!”
“Dijepit pintu... maksudnya apa?”
Zhou Yi kesulitan menjelaskan meme yang sudah sangat populer di China ini kepada Mark, akhirnya hanya berkata: “Artinya otaknya bermasalah. Kalau kakakmu begitu benci atlet, kenapa masih belajar ini? Apa yang dia pikirkan?”
“Aku mana tahu? Kakakku selalu memutuskan semuanya sendiri, bahkan tidak pernah minta pendapat Ayah Ibu. Apa yang dia mau ya dilakukan, tidak perlu penjelasan ke siapa-siapa.” Mark mengangkat bahu, lalu menyerahkan uang kepada Zhou Yi.
“Kasih aku seratus saja, Mark, seratus lagi untukmu.” Zhou Yi mengambil selembar uang seratus, menyimpannya di saku sendiri.
Mark juga tidak menolak, merasa senang bisa mengalahkan Schneider dalam taruhan.
“Ngomong-ngomong Zhou Yi. Aku penasaran, kalau kali ini tidak ketemu kakakku, gimana caramu mengajak orang itu minum?”
“Gampang.” Kata Zhou Yi. “Kasih dia 100 euro, minta temani minum. Aku yakin sedikit wanita yang akan menolak tawaran semurah ini.”
Mark melongo memandangi Zhou Yi: “Bisa begitu?!”
“Kenapa tidak? Kalau tidak, ngapain aku mengeluh tawaran 200 euro dari Schneider kurang? Setelah kasih 100, kita cuma sisa 100, bagi dua jadi 50 per orang. Ngapain repot-repot?” Zhou Yi berkata wajar, lalu menghela nafas: “Awalnya rencananya bagi 150 per orang, sekarang malah kakakmu yang untung. Benar-benar seperti burung bangau dan kerang yang bertengkar...”
“Sebenarnya, itu pertama kalinya aku melihat kakakku yang aktif mencium seseorang…” Mark masih merasa tak percaya mengingat momen itu. Kakak yang sangat selektif terhadap pria, sampai-sampai mencium Zhou Yi secara spontan, apakah benar dia melakukannya untuk membelaku?
Zhou Yi mengusap dagunya, masih membayangkan ciuman tadi.
Saat berakting bersamanya, sikap manjanya, tatapan penuh perasaan, dan ciuman yang menggoda itu benar-benar menciptakan ilusi – seolah ini bukan sekadar sandiwara untuk Schneider, tapi hubungan yang nyata.
Tapi begitu keluar dari bar, kekuatan Katarina yang mendorongnya tiba-tiba mengembalikan Zhou Yi ke realitas – sikap wanita ini padanya tidak berubah sama sekali.
Bagaimana bisa dia berpindah dengan begitu lancar antara dua peran yang bertolak belakang ini?
Kalau benar-benar membenciku, kenapa dulu mau menciumku? Bukankah ada cara lain untuk membuktikan hubungan palsu tanpa harus berciuman?
Otak yang bisa menganalisis situasi lapangan dalam hitungan detik ini sama sekali tak bisa memahami masalah ini.
Wanita... benar-benar makhluk yang rumit!
Dibandingkan ini, Ujian Nasional malah terlihat sederhana...
……
“Hey Katarina. Gimana rasanya mencium anak Asia?” tanya Hannah sambil terkekeh.
“Kamu ingin tahu? Kenapa tidak mencobanya sendiri?” jawab Katarina dingin.
"Bukannya tidak ada kesempatan? Kamu yang mengambil semua keuntungan. Tidakkah kamu perhatikan ekspresinya saat kaucium? Matanya membelalak seperti melihat hal paling mustahil di dunia! Hahaha!" Hannah tertawa sampai membungkuk. "Aku yakin itu pasti ciuman pertamanya! Bukan ciuman pertama di Dortmund... Lucu sekali caranya bersikeras tidak mengaku!"
"Kalau kau suka, bisa saja kau kejar dia, Hannah." Cortana berkata tanpa ekspresi.
"Jangan-jangan." Hannah menggelengkan tangan. "Meskipun dia lucu, tapi bukan tipeku. Justru kalian berdua yang cocok."
Cortana memandangnya dengan heran: "Berapa banyak minuman yang kau habiskan malam ini?"
"Dua gelas!" Hannah mengacungkan dua jari.
"Kalau begitu lebih baik kita tidak usah main lagi, kau sudah mabuk..." Cortana berbalik badan.
"Jangan, jangan dong Cortana... Aku salah, aku mengaku salah!"
"Hmph!"
