Setelah keluar dari Basis Pelatihan Brackel, baik Mark maupun Zhou Yi sama-sama diam sepanjang perjalanan di mobil.
Pak Wagner tua meski heran tak banyak bertanya. Beliau bukan tipe orang yang supa ikut campur.
Akhirnya, ketiga orang di dalam mobil pulang ke rumah dalam keheningan.
Saat makan, kedua orang itu juga terlihat dipenuhi beban pikiran, hanya menunduk makan tanpa bicara.
Ini sangat tidak normal bagi dua orang yang biasanya selalu menghangatkan suasana di meja makan.
Nyonya Wagner menanyakan pada suaminya lewat tatapan apa yang terjadi.
Suaminya membalas dengan tatapan "Aku tidak tahu".
Nyonya Wagner marah dan menatap tajam suaminya: "Bagaimana mungkin kamu tidak tahu?!"
"Mereka tidak memberitahu." Pak Wagner tua tampak tersinggung.
"Kamu tidak tahu harus bertanya?!"
"Bagaimana aku harus bertanya?"
Saat pasangan suami istri itu berkomunikasi lewat tatapan dengan kekompakan bertahun-tahun mereka, Mark mendorong piringnya dan berkata: "Aku sudah selesai, silakan lanjutkan."
Kemudian dia bangkit dan menuju kamarnya.
Tak lama kemudian, Zhou Yi juga berdiri dan pergi.
Melihat bayangan kedua anak itu, mata Nyonya Wagner dipenuhi kecemasan.
Meski tidak tahu apa yang terjadi, bahkan orang bodoh pun tahu situasi ini pasti tidak beres.
Tapi dia sama sekali tidak bisa membantu, hanya bisa gelisah.
Sebagai seorang ibu, perasaan ini paling menyiksa.
Jika Zhou Yi tidak juga diam, dia mungkin akan menanyakan apa yang terjadi.
Tapi melihat Zhou Yi juga terlihat bermuram durja, dia tidak enak membuka mulut.
……
Malam ini Mark tidak memanggil Zhou Yi ke kamarnya untuk latihan khusus, mungkin dia merasa latihan itu sudah tidak ada artinya lagi?
Zhou Yi juga tidak mencari Mark.
Keduanya berada di kamar masing-masing, menyimpan pikiran yang berbeda...
Mungkin ini salah, Mark jelas-jelas sedang dilanda kegelisahan, tapi Zhou Yi yang kembali ke kamarnya tidak menunjukkan sikap seperti di meja makan.
Dia menghidupkan komputer, login ke QQ, dan mulai memproses pesan yang belum dibaca selama beberapa hari.
Tidak ada bedanya dengan malam-malam biasa, seolah sama sekali tidak terpengaruh kejadian siang hari.
Melalui QQ, Zhou Yi memberi tahu orang tuanya bahwa dia sudah bermain di liga resmi U19 dengan performa gemilang, posisi pilar utama seharusnya sudah aman.
Tapi tentang urusan Mark, dia tidak menyebutkannya.
Setelah selesai memproses pesan di QQ, Zhou Yi membuka mesin pencari, mengetik "Apakah ada dewa di dunia ini" di kolom pencarian lalu menekan enter...
……
Berbeda dengan Zhou Yi yang berselancar di depan komputer, Mark setelah kembali ke kamar langsung menghidupkan konsol game dan membuka save file permainannya.
Lalu dia menatap kosong atribut personal karakternya.
Setelah berjuang melalui banyak malam, karakter yang dulu sebagian besar berdata putih kini telah menjadi penyerang kelas dunia.
Data delapan puluh atau sembilan puluh sudah bukan hal langka lagi.
Mengingat kembali data awal karakter yang baru dibuat Zhou Yi dulu, sungguh memprihatinkan.
Dulu sempat menganggap Zhou Yi membuat setting karakter terlalu buruk, tidak sesuai dengan kemampuan aslinya.
Kini tiba-tiba dia merasa Zhou Yi benar - itulah kemampuan sejatinya yang begitu menyedihkan!
Daripada seperti sekarang, sebuah statistik yang gemilang, penyerang kelas dunia...
Ini hanyalah virtual, palsu, tidak nyata. Hanya bisa eksis di harddisk konsol game, tak mungkin diproyeksikan ke dunia nyata.
Dirinya di dunia nyata bagaikan badut, satu-satunya peran adalah menghibur orang lain dengan kekikukannya.
Dirinya yang seperti ini, mungkin benar seperti kata kakaknya, tidak cocok meniti jalan sepakbola profesional.
Bukankah Götze sudah bilang? Dirinya yang jauh dari Zhou Yi sama sekali tak berguna...
Dirinya tidak layak bertahan di U19.
Mungkin juga tak layak tinggal di Borussia Dortmund...
Mark menekan tombol pilih pada karakternya, memilih tombol hapus. Layar menampilkan jendela "Ya atau Tidak", setelah ragu sejenak, ia tetap menekan "Ya".
Ia menghapus karakter yang susah payah dibangun Zhou Yi di dalam game. Meski karakter ini, berkat kerjasamanya dengan Zhou Yi, mencetak gol semudah memotong sayur, bersama karakter virtual Zhou Yi membantu Borussia Dortmund meraih semua gelar yang mungkin.
Tapi itu tetaplah virtual, tak berarti apa-apa.
Performa sehebat apapun di game, takkan mengubah kekurangan dirinya di dunia nyata.
Latihan khusus... pada akhirnya juga sia-sia!
……
Zhou Yi duduk di kamarnya, tapi telinganya terus menyimak suara dari kamar sebelah.
Ia tahu, sesuai kebiasaan Mark, setiap mau tidur ia pasti mandi di lantai bawah.
Sekarang ia sedang menunggu Mark pergi mandi.
"Benar saja, setelah mendengar suara pintu kamar sebelah terbuka, dia langsung melompat dari tempat tidur dan menerjang ke pintu kamarnya sendiri. Saat langkah kaki di koridor semakin menjauh, dia membuka pintu dan menyelinap cepat ke kamar Mark."
"Kemudian dia langsung merayap ke bawah tempat tidur Mark, berbaring di sana, mengatur napasnya dengan teratur, dan menunggu dengan sabar."
……
"Setelah mandi, Mark kembali ke kamar, menutup pintu, langsung merebahkan diri di tempat tidur dan menyelip ke dalam selimut – dia hendak tidur."
"Zhou Yi berbaring di lantai, bisa mendengar dengan jelas suara Mark yang berguling-guling di tempat tidur, serta desahan napasnya."
"Dia tidak tahu apakah Mark selalu gelisah seperti ini setiap malam, tapi malam ini frekuensi bolak-baliknya memang terasa lebih sering."
"Tempat tidur di atasnya terus-menerus berderit tanpa henti, sampai-sampai Zhou Yi curiga Mark mengalami insomnia."
"Tapi saat ini Zhou Yi juga tak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa berbaring di lantai menunggu."
"Menunggu saat-saat krusial ketika Mark mulai mengantuk tapi belum sepenuhnya tertidur – kondisi setengah sadar inilah yang dibutuhkan dalam rencana Zhou Yi."
"Setelah menunggu waktu yang tak pasti, Zhou Yi mendengar napas Mark di atas mulai teratur, frekuensi pergerakannya jelas berkurang – dia tahu kesempatan telah tiba."
"Maka sambil tetap berbaring di lantai, dia memanggil nama Mark dengan lembut."
""Markus Wagner."" Ucapannya tidak menggunakan nada aslinya, tapi diusahakan serendah dan seberat mungkin, meniru suara pria paruh baya.
“Jangan bilang, dia benar-benar menirukan dengan sangat mirip, intonasinya terkontrol stabil.”
“Tentu saja ini berkat minatnya yang luas sejak kecil. Dulu dia pernah tertarik pada Xiangsheng... Xiangsheng menekankan apa? Shuō, xué, dòu, chàng.”
“Xué, artinya meniru.”
Zhou Yi menirukan suara pria paruh baya terus memanggil Markus.
“Markus Wagner.”
Setelah beberapa kali memanggil dengan volume yang semakin keras, akhirnya Markus di tempat tidur bereaksi. Dia membalikkan badan, atau langsung duduk dari tempat tidur.
“Siapa?” Suaranya terdengar bingung baru terbangun dari tidur. “Siapa yang bicara padaku?”
“Aku.” Zhou Yi menekan suaranya.
“Kamu siapa?” Pasti Markus sedang melihat ke sekeliling tempat tidur, tapi tak melihat siapa pun. Suaranya mulai panik.
“Siapa aku tidak penting. Yang penting aku tahu siapa kamu. Markus Wagner, remaja yang mencintai sepakbola dan klub Borussia Dortmund, bercita-cita jadi pemain profesional dan mengenakan seragam Dortmund. Benar kan?”
“Eh... Tidak.”
Jawaban Markus kali ini tak seperti sebelumnya.
“Itu masa lalu.” Suara Markus berat. “Sebenarnya aku tak punya bakat dan kemampuan jadi pemain profesional. Aku tak mungkin bergabung dengan Dortmund...”
"Zhou Yi mendengar perkataan Markus ini, dalam hati ia menghela napas. Jika bukan karena dia berpura-pura jadi hantu, mungkin tidak akan bisa mengeluarkan kalimat jujur dari hati Markus ini."
"Mengapa? Karena performamu buruk selama latihan?"
"Tidak, bukan itu alasannya... Aku sadar selain mengandalkan teman, aku benar-benar tidak punya kelebihan..." Markus melanjutkan dengan suara rendah.
Dalam hati Zhou Yi mengutuk Götze, "Memang dasar bocah itu! Meski yang dikatakannya benar, tapi tidak bisakah dia menghindari mengatakan hal seperti itu di depan Markus? Lebih baik bicara denganku secara pribadi!"
"Lalu mengapa kamu tidak berpikir: dari sekian banyak orang di tim, mengapa hanya kamu yang bisa 'mengandalkan' temanmu? Sedangkan yang lain tidak bisa?"
"Mungkin... karena... dia tinggal di rumahku?"
"Tidak! Ini karena kamu punya kelebihan yang justru bisa bersinergi baik dengan temanmu. Jika hanya karena alasan seperti ini kamu menyerah pada mimpi yang sudah dipegang bertahun-tahun, maka aku harus katakan aku sangat kecewa padamu, Markus Wagner."
"Kamu takut pada mimpimu sendiri, terhancurkan dan terkubur oleh mimpi itu."
Setelah mengucapkan ini, Zhou Yi tidak bersuara lagi. Ia berbaring diam di bawah tempat tidur, bahkan tidak bernapas sama sekali.
"Eh?" Markus tampaknya juga tidak menyadari bahwa suara misterius tiba-tiba menghilang. Kalimat terakhir itu menyentuh hatinya, membuatnya terdiam di tempat tidur.
Apakah aku takut pada mimpiku sendiri, terhancurkan dan dikalahkan oleh mimpiku sendiri?
“Mimpi adalah hal yang indah, mengapa aku takut padanya?”
“Apakah takut pada mimpi karena tidak bisa mewujudkannya?”
“Apakah gentar terhadap mimpi karena tekanan yang terlalu besar darinya?”
“Apakah takut pada mimpi karena khawatir akan akibat kegagalannya?”
Mark duduk terdiam di tempat tidurnya, terus bertanya seperti ini dalam pikirannya.
