Gol Mark memberi dampak besar secara emosional pada pemain Freiburg U19 – siapa pun akan kesal jika kebobolan secara tiba-tiba. Mereka merasa Dortmund mencetak gol bukan dengan kemampuan sebenarnya, sementara mereka bahkan belum sempat bertahan sudah kebobolan.
Di level pertandingan tim muda, pemain muda seringkali mudah terpengaruh dinamika pertandingan sehingga emosi mereka fluktuatif dan performa tidak stabil.
Ini adalah fenomena yang sangat normal.
Karena itu, jika ada yang bisa tetap tenang, dewasa, dan stabil dalam situasi normal seperti ini, pasti akan menarik perhatian khusus.
Zhou Yi adalah contohnya.
Tapi mayoritas pemain Freiburg U19 tidak demikian.
Setelah pertandingan dimulai kembali, mereka tampak gelisah dan bingung.
Sampai akhir babak pertama, mereka gagal mencetak satu gol pun, malah pressing tinggi mereka terus terhambat karena pelanggaran berulang.
Sebelum babak pertama berakhir, Solger sudah mendapatkan kartu kuning - pertanda berbahaya mengingat dia bek tengah terkuat di garis pertahanan Freiburg.
Kartu kuning itu dia dapatkan akibat pelanggaran terhadap Zhou Yi...
Saat jeda babak pertama, Zhou Yi harus mengganti seragamnya - kaos kuning Borussia Dortmund yang dikenakannya sudah penuh noda seperti corak kamuflase.
Meski terus mengoper cepat dan bergerak cerdik, dia tetap tak bisa menghindari tekel kasar lawan.
Tentu Freiburg juga membayar mahal: selain Solger, dua pemain U19 mereka juga dapat kartu kuning karena Zhou Yi.
Semua ini seperti bom waktu dalam formasi Freiburg.
Benar saja, di awal babak kedua Streich langsung mengganti dua pemain yang terkena kartu, tapi Solger tetap dipertahankan.
Bukan karena pelatih tak ingin menukarnya, melainkan tak ada pengganti yang memadai untuk posisi Solger.
Solger adalah bek terbaik mereka - jika ditarik, garis pertahanan akan semakin kacau.
Terpaksa dia tetap dipertahankan.
"Tetapi ini juga memengaruhi performa Solger di lapangan."
"Di babak kedua, Borussia Dortmund masih menguasai permainan. Pressing tinggi Freiburg semakin terlihat seperti upaya sia-sia."
"Untuk melindungi Zhou Yi, Hyballa menggantikannya di menit ke-67."
"Borussia Dortmund U19 melakukan pergantian pemain pertama dalam pertandingan ini. Mereka menarik Nomor 23... Zhou Yi! Pemain muda asal China ini menampilkan performa luar biasa, benar-benar mendominasi area gelandang. Sebenarnya pressing tinggi Freiburg cukup sukses, tapi sayang mereka berhadapan dengan Zhou Yi yang lebih brilian," kata Leif. "Saya sebelumnya tidak pernah menyaksikan pertandingan U19 Dortmund, tapi hari ini penemuan terbesar saya bukanlah Götze yang mencetak gol, melainkan Nomor 23 ini!"
"Marcel Leif mengatakan yang sebenarnya. Penemuan terbesarnya dalam pertandingan ini adalah mengetahui ada pemain muda China dengan nama yang sulit diucapkan di Dortmund."
"Ia benar-benar memuji habis-habisan performa Zhou Yi dalam pertandingan ini. Setiap kali Zhou Yi menguasai bola, ia selalu memuji cara bermainnya."
"Karena di level U19, sangat jarang menemukan pemain yang bisa menangani bola dengan ketenangan dan akurasi seperti ini. Setiap yang menunjukkan performa seperti ini layak mendapat pujian tanpa henti, karena mereka pada dasarnya adalah bakat alami."
"Di tengah dinamika permainan yang terus berubah, Zhou Yi selalu bisa menemukan ruang kosong terbaik. Ini saja sudah cukup membuat Leif terkesima."
Saat Zhou Yi turun ke lapangan, Leif sebenarnya masih ada hal yang belum sempat diucapkan.
Yakni perasaannya bahwa mungkin tak lama lagi, dia akan melihat anak ini muncul dalam siaran langsung Bundesliga.
Bagaimanapun juga, Klopp memang terkenal sering memberikan kesempatan pada pemain muda.
Götze saja pernah dipanggil ke tim utama, mengapa Zhou Yi yang sudah 18 tahun tidak akan mendapat panggilan serupa?
……
Ketika Zhou Yi meninggalkan lapangan, suporter Borussia Dortmund yang hadir serentak berdiri memberikan tepuk tangan.
"Wah! Hebat sekali!" Nyonya Wagner bertepuk tangan dengan sangat keras.
Kottane tidak ikut bertepuk tangan, malah memandang sekeliling. Di mana pun matanya tertuju, hampir semua suporter berbaju Dortmund melakukan hal yang sama seperti orang tuanya.
Lalu dia mengalihkan pandangan ke Zhou Yi yang sedang berjalan pelan menuju pinggir lapangan.
Langkahnya sangat santai, sambil sesekali menepukkan tangan dengan rekan setimnya.
Pemain Freiburg mengeluh ke wasit utama bahwa Zhou Yi sengaja mengulur waktu.
Wasit menghampiri untuk mengingatkannya, dia pun berlari kecil beberapa langkah sebelum kembali melambatkan langkah. Kali ini dia tidak lagi menyapa rekan setimnya, sehingga wasit pun enggan mendesaknya lagi. Memang terlihat jelas dia mengalami cedera parah, wajar jika jalannya pincang dan pelan...
Anak ini...
Licik juga caranya!
Kottane menyunggingkan sudut bibirnya.
……
Di tengah tatapan mematikan dari pemain Freiburg, Zhou Yi akhirnya mencapai pinggir lapangan. Ia mengangkat tangan dan melambai ke arah suporter Borussia Dortmund di tribun yang bertepuk tangan untuknya.
Rasanya sungguh menyenangkan, tepuk tangan gemuruh saat dia diganti... Inilah alasan mengapa dia ingin bermain sepakbola profesional.
Karena sepakbola profesional akan memiliki penonton sepuluh kali lebih banyak dari hari ini, tepuk tangan itu tentu juga sepuluh kali lebih keras...
Setelah saling tepuk tangan dengan rekan setim yang menggantikannya di pinggir lapangan, dia berjalan menuju bangku cadangan.
Peter Hyballa pertama kali menyambutnya dengan pelukan, menanyakan cedera: "Tidak apa-apa?"
Zhou Yi menggeleng: "Cuma memar, tidak masalah, Pelatih."
"Jangan anggap remeh, kompres dengan es," kata Hyballa.
Zhou Yi teringat saran Kottane sebelumnya, lalu mengangguk: "Baik, Pelatih."
"Istirahatlah dulu, sebentar lagi kita angkat piala!" Hyballa jarang bersikap optimis seperti ini.
Zhou Yi tersenyum kembali ke bangku cadangan, bertepuk tangan satu per satu dengan rekan setim yang duduk di sana - kecuali Schneider.
Schneider yang duduk di sudut sama sekali tidak berniat memberi selamat. Zhou Yi juga tidak mendekati area itu. Dia duduk di tempatnya, fisioterapis mengantarkan es yang langsung dia tempelkan di betis - area yang paling sering ditendang, bongkahan hijau-ungu terlihat jelas setelah pelindung tulang kering dilepas.
Zhou Yi sama sekali tidak mempedulikan hal ini.
Saat bermain sepak bola di sekolah, Zhou Yi juga sering mengalami hal seperti ini. Karena selalu bisa mencetak gol di area penalti yang paling padat pemain, dia sering mendapat tendangan keras.
Sepak bola amatir tidak kalah brutalnya dengan sepak bola profesional dalam hal menyakiti pemain, karena semua orang cenderung tidak mengontrol kekuatan tendangan. Pertandingan amatir sering berakhir keributan karena tendangan keras, pelanggaran, dan perdebatan offside. Dari SD sampai SMA, Zhou Yi telah menyaksikan banyak perkelahian di lapangan - mulai dari aksi berdarah hingga tingkah konyol.
……
Setelah Zhou Yi keluar lapangan, taktik operan cepat Borussia Dortmund tidak bisa dijalankan. Dominasi lini tengah tim langsung menurun drastis setelah kepergiannya.
Leif dengan jeli mengamati hal ini dan kembali menyebut nama Zhou Yi: "Lihat, Zhou Yi adalah tokoh inti dalam taktik Dortmund ini. Setelah dia diganti, Dortmund harus mengubah strategi permainan. Kalau bukan karena keunggulan dua gol, pasti Hyballa tidak akan menggantikannya begitu awal..."
Setelah Zhou Yi keluar, Dortmund benar-benar menyesuaikan taktik. Mereka tetap bermain operan, tapi dengan kecepatan yang lebih terkontrol dibanding sebelumnya.
Sekarang Götze beralih ke posisi gelandang serang dan mengambil alih tugas distribusi bola. Ini peran yang biasa dia mainkan di tim U19 Dortmund sebelum kedatangan Zhou Yi.
Pertarungan berlanjut sampai menit ke-80. Sorg yang sudah membawa kartu kuning melakukan pelanggaran terhadap Mark, menerima kartu kuning kedua dan dikeluarkan dari lapangan.
"Freiburg yang kekurangan satu pemain dan tertinggal dua gol akhirnya menyerah..."
Sampai pertandingan berakhir, Freiburg tidak pernah lagi mengancam gawang Borussia Dortmund.
Wasit utama meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan, Borussia Dortmund U19 mengalahkan Freiburg U19 di stadion final Piala Dunia Jerman, meraih gelar DFB-Pokal Junior!
Begitu peluit berbunyi, Zhou Yi langsung berlari ke lapangan bersama rekan setimnya, merayakan gelar juara bersama pemain yang ada di lapangan.
Mark menemui Zhou Yi, memeluknya sambil berteriak dengan suara terisak: "Aku berhasil! Zhou Yi! Aku dapat gelar juara!"
"Benar, kau berhasil! Tapi jangan usap ingus dan air matamu di bajuku ya!" Zhou Yi memegang leher Mark, mencegahnya menggosok-gosokkan kepala di dadanya.
Tapi gerakannya ini justru dianggap orang lain sebagai bentuk perayaan kemenangan bersama Zhou Yi...
Akhirnya semua orang berhamburan memeluk mereka berdua, Zhou Yi pun tak bisa lagi mencegah Mark yang terus menggesek-gesekkan wajah penuh ingus dan air mata di pelukannya...
……
Sementara para pemain asyik merayakan kemenangan, Peter Hyballa sedang berjabat tangan dengan pelatih lawan.
"Kalian benar-benar membuatku terkejut," kata pelatih Freiburg U19 Christian Streich tanpa menunjukkan kekecewaan. Setelah Sorgre diusir, dia sempat marah-marah tapi punya sepuluh menit penuh untuk menerima kenyataan. "Bagaimana cara kalian menerapkan gaya permainan seperti itu?"
Peter Hyballa tertawa: "Kami punya tiga pemuda yang sangat berbakat."
Streich mengangguk: "Benar, mereka memang luar biasa. Chemistry antara ketiganya jauh melampaui pemain Borussia Dortmund lain di lapangan."
Hyballa hanya tersenyum tanpa bicara, ini sebenarnya hasil dari ketidaksengajaan, untungnya dia beruntung.
"Tapi di playoff liga nanti, kita pasti akan bertemu lagi. Saat itu aku sudah akan siap." kata Streich, tak menunjukkan tanda menyerah.
"Kami juga tidak akan diam di tempat." balas Hyballa tak mau kalah.
Kedua pelatih itu menjulurkan tangan dan berjabat.
Setelahnya, Hyballa naik ke lapangan untuk merayakan kemenangan bersama pemainnya, sementara Streich menghibur anak asuhnya.
Bagi para pemuda, baik kemenangan maupun kekalahan bukan hanya emosi semata, tapi juga pelajaran berharga dalam proses pendewasaan - pengalaman berharga bagi kedua tim.
Streich tidak langsung ke lapangan. Ia justru menyambar Sorloth yang masih berdiri di mulut terowongan pemain, tak mau pergi sejak menerima kartu merah, masih berharap keajaiban.
Namun keajaiban tak datang, dewi fortuna telah meninggalkannya.
Begitu peluit akhir berbunyi, air matanya langsung meleleh.
Streich menepuk kepala Sorloth: "Ngapain nangis?"
“Maaf, Pelatih, karena saya…” Sorg meminta maaf dengan suara terisak kepada pelatih yang dihormatinya. Jika saja dia tidak terkena kartu merah, mungkin Freiburg masih punya peluang menciptakan keajaiban.
Tapi Streich tidak sependapat: “Jangan sombong, Sorg. Kekalahan ini bukan karena kamu, tentu juga bukan karena saya.”
Sorg menatapnya dengan wajah penuh kebingungan.
“Terkadang, kalah bukan karena kita tidak cukup baik, tapi karena lawan lebih baik dari kita. Performamu sudah bagus, bertahan sampai menit ke-80 meski dapat kartu kuning di babak pertama. Saya bangga padamu.”
Mendengar kata-kata yang diucapkan Streich dengan tersenyum itu, Sorg justru semakin sedih.
Dia tahu, orang yang paling terluka karena kekalahan ini pasti sang pelatih kepala.
Melihat Sorg masih menangis, Streich menepuk bahunya: “Tidak apa-apa, kita masih punya kesempatan menghadapi mereka di playoff nanti, saat itulah kita akan mengalahkan mereka. Sorg, kamu pemain berbakat. Bundesliga lah tempat yang tepat untukmu. Tapi di mana pun kamu bermain nanti, saya ingin kamu ingat satu hal.”
Sorg mengusap air matanya lalu menatap pelatih kepalanya dengan heran, tak mengerti apa yang akan dikatakannya.
“Bertemu lawan yang kuat adalah sebuah kebahagiaan. Karena dengan menantang lawan yang lebih baik, kita bisa menjadi lebih baik sendiri.”
